BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
H
|
utan harus
dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan karena hutan
merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan
bangsa Indonesia, baik dari manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi.
Sumberdaya hutan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri,
sumber pendapatan dan menciptakan lapangan dan kesempatan kerja.
Teknologi Hasil Hutan merupakan pengelolaan
dan pendayagunaan hasil hutan yang beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan,
kelangsungan hidup dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Tuntutan penguasaan
Teknologi Hasil Hutan kian menguat karena tuntutan akan peran strategis untuk
menghasilkan nilai tambah, memajukan masyarakat dan menyelaraskan kepentingan
fungsi lingkungan hidup meningkat.
Pemanfaatan hasil hutan tidak hanya produksi
kayu dan non kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lain seperti
plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga pemanfaatan hutan lebih optimal.
Penerapan teknologi hasil hutan dan konservasi sumberdaya alam yang dipelajari
dalam praktek umum meliputi pemanenan hasil hutan, tempat penimbunan dan
pengujian kayu, konservasi sumberdaya hutan dan industri pengolahan kayu dan
non kayu.
1.2 Tujuan
A. Pemanenan Hasil
Hutan
v Dapat
mengamati dan menghayati kegiatan tebangan dan dapat mengungkap secara rinci
dan jelas pelaksanaan tabnagn, sejak dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring serta evaluasi.
v Dapat
menghayati dan mengamati kegiatan tebangan secara manual dan dapat
membandingkan dengan pengelolaan tebangan secara mekanis.
v Mampu
menilai prestasi kerja penebangan.
B.
Tempat penimbunan dan Pengujian Kayu
v Dapat
memahami dan mengungkapkan faktor-faktor pertimbangan yang dipakai untuk
merencanakan lokasi TPK, kaitannya dengan potensi produksi sumber daya hutan
yang akan ditampung dan efisiensi angkutannya.
v Dapat
memahami dan mengungkapkan proses aliran penerimaan kayu, mulai dan gerbang TPK
hingga pengambilan kayu oleh konsumen untuk dibawa keluar TPK.
v Dapat
memahami dan mengungkapkan sistem pengujian kayu dan system penyusunan kapling
yang akan ditawarkan pada calon pembeli.
v Dapat
memahami dan mengungkapkan sistem pengelolaan TPK, termasuk status TPK
disbanding TPK lainnya, baik aspek personal maupun administrasi kayu yang
merupakan bagian dari Urusan Tata Usaha Hasil Hutan pada kantor KPH
C. Konservasi Sumber
Daya Hutan
v Agar
dapat memahami struktur habitat dan keanekaragaman jenis vegetasi di kawasan
hutan produksi.
v Mahasiswa
dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tanah dan air di kawasan
hutan produksi.
v Mahasiswa
dapat mengidentifikasi, memahami, menjelaskan, dan merumuskan pemecahan masalah
dalam kegiatan konservasi sumberdaya hutan di kawasan hutan produksi.
D. Industri Pengolahan
Kayu dan Non Kayu
v Menerapkan
teori yang diperoleh.
v Mengenal praktek-praktek pengolahan hasi hutan secara
nyata.
v Menambah informasi dan pengetahuan yang telah diperoleh
di bangku kuliah mengenai industri pengolahan kayu.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
PEMANENAN HASIL HUTAN
K
|
egiatan
pemanenan hasil hutan adalah semua pekerjaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan penyiapan pohon atau kayu yang masih bediri sehingga dapat dibawa
keluar hutan, baik masih merupakan pohon utuh maupun pohon yang sudah menjadi potongan.
Pekerjaan pemanenan sebenarnya merupakan bentuk kerjasama antara manusia dengan
mesin, mulai dari penebangan, penyaradan, pemuatan bahkan sampai
pengangkutannya.
Pemungutan hasil hutan kayu merupakan salah satu rangkaian kegiatan
dalam KPHP. Besarnya tebangan (luas dan volume) tiap tahun dibatasi sesuai
dengan rencana tebangan selama jangka (10 tahun) dan Rencana Teknik Tahunan.
Pemanenan hasil hutan merupakan proses produksi yang memberikan kontribusi
secara langsung dan relatif besar terhadap pendapatan perusahaan. Oleh karena
itu anggaran biaya dalam seluruh prosesnya (penebangan, penyaradan, pemuatan,
pengangkutan dan pengaturan hasil hutan) dapat dengan luwes mengikuti besarnya
produksi sepangjang masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sistem
pemanenan hasil hutan meliputi 3 aspek, yaitu aspek perencanaan, aspek
pelaksanaan dan aspek monitoring dan eveluasi.
Kegiatan pemanenan hasil hutan di kelas perusahaan jati terdiri dari
beberapa tahapan atau elemen kegiatan penting, yaitu perencanaan, teresan,
tebangan, pembagian batang, dan angkutan termasuk di dalamnya administrasi
kayu. Peneresan dilakukan satu sampai dau tahun sebelum penebangan yang
sebelumnya didahului oleh kegiatan penentuan batas teresan dan pembangian blok.
Ketika penerean dilakukan, pada saat itu pula dilakukan kegiatan klemstaat
(pengukuran keliling masing-masing pohon pada ketinggian 1,3 meter, dicatat
dalam buku khusus dan ditaksir volumenya menggunakan Tarif Volume Lokal untuk
menentukan target tebangan).
Sebelum kegiatan penebangan dilaksanakan perlu dilakukan beberapa
persiapan, yaitu
a.
persiapan lapangan (perbaikan dan pembuatan
jalan, pembuatan babagan, dll)
b.
persiapan
tenaga kerja, peralatan, saran dan prasarana
c.
persiapan
administrasi (SPT, blanko administrasi, alat tulis, dll)
Dalam
pelaksanaanya, tebangan harus dilakukan pohon per pohon, artinya setiap pohon
harus diselesaikan terlabih dahulu sebelum menebang pohon berikutnya. Kemudian
setiap blok juga harus diselesaiakan terlebih dahulu sebelum pindah ke blok
berikutnya.
Peneresan dilakukan
satu sampai dau tahun sebelum penebangan yang sebelumnya didahului oleh
kegiatan penentuan batas teresan dan pembangian blok. Ketika penerean
dilakukan, pada saat itu pula dilakukan kegiatan klemstaat (pengukuran keliling
masing-masing pohon pada ketinggian 1,3 meter, dicatat dalam buku khusus dan ditaksir
volumenya menggunakan Tarif Volume Lokal untuk menentukan target tebangan).
B.
TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
T
|
empat penimbunan kayu (TPK) adalah
merupakan penghujung proses produksi kayu, sebelum diolah lebih lanjut, tempat penimbunan
kayu dibedakan dalam tempat pengumpulan kayu (TP), tempat penimbunan kayu
antara (TPN), dan tempat penimbunan kayu (TPK).
TPK juga merupakan took
dengan etalasenya untuk melayani calon pembeli. TPK sebagai gudang kayu akan
berhubungan dengan kawasan hutan penghasil kayunya, sehingga pemilihan lokasi,
daya jangkau penimbunan, daya tamping dan efisiensi angkutan kayu perlu
direncanakan secara cermat.
Datangnya kayu dan hutan (penerimaan) dan
diambilnya kayu oleh konsumen (pengurangan) merupakan aktifitas pokok dalam
pengelolaan TPK. Aktivitas ini memerlukan pengaturan yang sebaik-baiknya mulai
dan dimana kayu dibongkar dan diletakkan, bagaimana pengaturan administrasinya
sehingga sewaktu-waktu kayu mudah dicari kembali dll.
Pengelolaan TPK akan berkaitan dengan
tugas-tugas :
v Penempatan
dan penerimaan kayu pada blok-blok yang
telah ada pada TPK
v Pengukuran
kembali dan pengujian kayu untuk menetapkan sortimen dan kualitasnya.
v Penyusunan
kapling kayu yang akan ditawarkan, sesuai dengan minat calon pembeli.
v Melayani
konsumen dalam pengambilan kayu yang telah dibayar (tidak di TPK) maupun
pemberian pasangkutan kayunya.
v Melayani
penggunaan kayu untuk kepentingan sendiri (perhutani), missal untuk penghara
penggergajian mesin, baik di lingkungan KPH/ Unit maupun lainnya.
v Secara
berkala melakukan stock opname kayu baik secara fisik maupun administrasi
kaitannya dengan pengawasan persediaan kayu.
C.
KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
H
|
utan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat
nyata bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya
maupun ekonomi. Untuk itu hutan harus dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan
secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi
sekarang maupun yang akan datang. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan
penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia
internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan
nasional.
Sumberdaya hutan
mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan
serta menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi
yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta
membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan
hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber
bahan baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan
penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannya diperlukan pengaturan,
pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan.
Pemanfaatan hutan
tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus
diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan,
sehingga manfaat hutan lebih optimal. Dilihat dari sisi fungsi produksinya,
keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan
hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya
berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat,
perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi
sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Semua hutan dan
kawasan hutan pada prinsipnya dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan
sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi
pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi
pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Untuk mejaga
keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya
rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan, yang bertujuan selain
mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan
masyarakat, sehingga peranserta masyarakat merupakan inti keberhasilannya.
Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting adalah
agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas
lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya
konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.
Ø Struktur
Hutan dan Analisis Komunitas Tumbuhan
Analisis
komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi
jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi
yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan
asosiasi konkret adari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat.
Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah
untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah
yang dipelajari.
Hasil
analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi
spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari
setiap spesies organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies
dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antar spesies
dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan
akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas.
Struktur
komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian
dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif
dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter
kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas
adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif
apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan inerpretasi data agaar dapat
mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara
utuh dan menyeluruh.
Untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif, hal
ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu sendiri bahwa dia memiliki sifat
kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas
tumbuhan antara lain : fisiognomi, fenologi, stratifikasi, kelimpahan,
penyebaran, daya hidup, bentuk pertumbuhan, dan periodisitas.
1.
Fisiognomi
Fisiognomi
adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat dideskripsikan
berdasarkan pada penampakan spesies tumbuhan dominan, penampakan tinggi
tumbuhan, dan warna dari tetumbuhan yang tampak oleh mata.
2.
Fenologi
Fenologi adalah
perwujudan spesies pada setiap fase dalam siklus hidupnya. Bentuk dari
tetumbuhan berubah-ubah sesuai dengan umurnya, sehingga spesies yang sama
dengan tingkat umur yang berbeda akan membentuk struktur komunitas yang
berbeda. Demikian juga untuk spesies yang berbeda pasti memiliki fenologi yang
berbeda, sehingga keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas tumbuhan akan
menentukan struktur komunitas tersebut. Perbedaan keanekaragaman spesies dalam
komunitas tumbuhan menimbulkan perbedaan struktur antara komunitas yang satu
dengan yang lainnya.
3.
Periodisitas
Periodisitas
adalah kejadian musiman dari berbagai proses dalam kehidupan tumbuhan. Kejadian
musiman pada tumbuhan dapat ditunjukkan oleh perwujudan bentuk daun dan
ukurannya, masa pembungaan, masa bertunas, danpeluruhan buah atau biji.
4.
Stratifikasi
Stratifikasi
adalah distribusi tumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua spesies tumbuhan dalam
komunitas tidak sama ukurannya serta secara vertikal tidak dapat menempati
ruang yang sama. Stratifikasi tetumbuhan di bagian atas tanah berhubungan
dengan sifat spesies tumbuhan untuk memanfaatkan radiasi matahari yang diterima
dan memanfaatkan ruangan menurut keperluan yang berbeda-beda. Dalam ekosistem
hutan, stratifikasi tersebut diciptakan oleh susunan tajuk pohon-pohon menurut
arah vertikal dan terjadi karena adanya pohon-pohon yang menduduki kelas pohon
dominan, kodominan, pohon tengahan, pohon tertekan, dan pohon bawah/mati.
5.
Kelimpahan
Kelimpahan
adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif spesies
organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan kerapatan berdasarkan
penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif, kelimpahan dapat
dikelompokkan menjadi :
a.
sangat jarang
b.
kadang-kadang atau jarang
c.
sering atau tidak banyak
d.
banyak atau berlimpah-limpah
e.
sangat banyak atau sangat berlimpah
6.
Penyebaran
Penyebaran
adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organisme
pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu random, seragam dan berkelompok.
7.
Daya hidup
Daya hidup atau
vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal,
serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup akan menentukan setiap spesies
organisme untuk memelihara kedudukannya dalam komunitas. Daya hidup juga sangat
membantuk meningkatkan kemampuan setiap spesies tumbuhan dalam beradaptasi
terhadap kondisi tempat tumbuhnya. Lima kategori daya hidup tumbuhan adalah :
a. V1
: tetumbuhan yang berkecambah, tetapi segera mati.
b. V2
: tetumbuhan yang tetap hidup setelah berkecambah, tetapi tidak dapat
bereproduksi.
c. V3
: tetumbuhan sedang bereproduksi, tetapi hanya secara vegetatif saja.
d. V4
: tetumbuhan sedang bereproduksi secara seksual, tetapi sangat kurang
e. V5
: tetumbuhan sedang bereproduksi sangat baik secara seksual.
8.
Bentuk pertumbuhan
Bentuk
pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya,
habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk pertumbuhan yang umum dan
mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu, herba dan liana. Bentuk pertumbuhan
dikelompokkan menjadi lima, yaitu :
a. Phanerophytes,
golongan tetumbuhan berkayu dan pohon yang tingginya lebih dari 30 cm.
b. Chamaephytes,
tetumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm.
c. Hemicryptophytes,
tetumbuhan golongan rerumputan dan herba.
d. Cryptophytes,
tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya berada di bawah permukaan
tanah atau air. Tipe tumbuhan tersebut meliputi hydrophytes (memiliki
tunas yang berada di bawah permukaan air, helophytes (tumbuhan rawa dan
paya dengan rhizome berada di bawah tanah), geophytes (tumbuhan
daratan dengan rhizome, akar, dan umbi berada di bawah tanah).
Untuk
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif, yaitu kerapatan,
frekuensi dan dominansi. Dalam penelitian ekologi hutan pada umumnya para
peneliti ingin mengetahui spesies tetumbuhan yang dominan yang memberi ciri
utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Spesies tetumbuhan yang
dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut.
Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain
biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan
perbandingan nilai penting (summed dominance ratio). Meskipun demikian,
masih banyak parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk mendeskripsi
komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur komunitas maupun tingkat kesamaanya
dengan komunitas lainnya. Parameter yang dimaksud untuk kepentingan tersebut
adalah indeks keanekaragaman spesies dan indeks kesamaan komunitas.
1.
Kerapatan
Kerapatan adalah jumlah
individu per unit luas atau per unit volume atau dengan kata lain, kerapatan merupakan jumlah individu
organisme per satuan ruang. Kerapatan
yang diberi notasi K dalam
kegiatan analisis komunitas tumbuhan.
K =
jumlah individu
luas seluruh petak contoh
Dengan demikian
kerapatan spesies ke-i
dapat dihitung sebagai
K-i dan kerapatan relatif
setiap spesies ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai KR-i.
K-i = jumlah individu untuk spesies ke-i
luas seluruh petak contoh
KR-i = kerapatan spesies ke-i x
100%
kerapatan seluruh spesies
2.
Frekuensi
Frekuensi
dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu
spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies tumbuhan
adalah jumlah petak contoh tempat diketemukannya suatu spesies dari sejumlah
petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas
diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme
pada komunitas atau ekosistem. Apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak
contoh, makin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies,
berarti makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit
petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi
spesies tersebut. Dengan demikian, frekuensi dapat menggambarkan tingkat penyebaran
spesies di dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan
tentang pola penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan
memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar. Untuk kepentingan analisis
komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke-i (F-i) dan
frekuensi relatif spesies ke-i (FR-i) dapat dihitung dengan rumus berikut :
F = jumlah
petak contoh ditemukannya suatu spesies
jumlah seluruh petak contoh
F-i = jumlah
petak contoh
ditemukannya suatu spesies ke-i
jumlah seluruh petak contoh
FR-i = frekuensi
suatu spesies ke-i x 100%
frekuensi seluruh spesies
3.
Dominansi
atau luas penutupan
Dominansi atau luas penutupan
(coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies
tumbuhan dengan luas total habitat. Dominansi dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan
tajuk ataupun luas bidang dasar (luas basal area). Untuk kepentingan analsisis
komunitas tumbuhan, dominansi spesies
(D), dominansi spesies ke-i (D-i) dan dominansi relatif spesies ke-i (DR-i) dapat dihitung dengan
rumus berikut :
a. Jika
dihitung berdasarkan luas penutupan tajuk, maka :
D =
luas penutupan tajuk
luas seluruh petak contoh
D-i = total
luas penutupan tajuk spesies ke-i
luas seluruh petak contoh
b. Jika
berdasarkan luas basal area atau luas bidang dasar, maka :
D
= luas basal area
luas seluruh petak contoh
D-i = total luas basal area spesies ke-i
luas seluruh petak contoh
DR-i =
penutupan spesies ke-i
x 100%
penutupan seluruh spesies
4.
Indeks Nilai Penting
Indeks nilai
penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat
dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies
dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa)
dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi,
sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting
yang paling besar. Indeks nilai penting merupakan jumlah dari kerapatan
relatif, frekuensi relatif, dan luas penutupan relatif. Dengan demikian indeks
nilai penting (INP) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
INP = KR +
FR + DR
5.
Indeks keanekaragaman
Keanekaragaman
spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya.
Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas.
Keanekaragaman spesies juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas
komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil
meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Keanekaragaman spesies
yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi
karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas
itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit
spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan. Untuk
memprakirakan keanekaragaman spesies ada beberapa indeks keanekaragaman yang
dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis komunitas, antara lain sebagai
berikut :
a.
Indeks Shannon atau Shannon index of general
diversity (H)
H = - ∑
{(n.i/N) log (n.i/N)}
Keterangan :
H = indeks Shannon = indeks
keanekaragaman Shannon
n.i = nilai penting dari tiap jenis
N = total nilai penting
b.
Indeks Margalef (d)
d = (s-1)
log N
Keterangan :
d = indeks Margalef = indeks
keanekaragaman Margalef
s = jumlah spesies
N = jumlah individu
c.
Indeks Simpson atau Simpson of diversity (D)
s
D = I – ∑(P-i)2
i = 1
Keterangan :
D = indeks
Simpson = indeks keanekaragaman Simpson
P-i = proporsi
spesies ke-i dalam komunitas
S = jumlah
spesies
6.
Indeks kesamaan
Indeks kesamaan
atau index of similarity (IS) kadang-kadang diperlukan untuk mengetahui
tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara beberapa unit sampling, atau
antara beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan
struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks kesamaan
tersebut, menggambarkan tingkat kesamaan komposisi spesies dan struktur dari
dua komunitas, atau tegakan, atau unit sampling yang dibandingkan. Untuk
mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus sebagai berikut :
IS = 2 C
A + B
Keterangan :
IS = indeks kesamaan
C = jumlah spesies yang sama dan terdapat pada
kedua komunitas
A = jumlah spesies di dalam komunitas A
B = jumlah spesies di dalam komunitas B
Indeks kesamaan
juga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
IS = 2 W
a + b
Keterangan :
IS = indeks kesamaan
W = jumlah dari nilai penting yang lebih kecil
atau sama dari dua spesies berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas
a = total nilai penting dari komunitas A, atau
tegakan A, atau unit sampling A
b = total nilai penting dari komunits B, atau
tegakan B, atau unit sampling B
Ø Kawasan
Lindung
Kawasan Lindung adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung memiliki
arti penting bagi kehidupan dan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan
pengaturan bagi pengetahuan dan perlindungannya. Fungsi kawasan lindung dan
pedoman pengelolaan kawasan lindung diatur dalam kebijaksanaan pola tata ruang
yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya
penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa
serta nilai sejarah dan budaya bangsa.
Kawasan lindung menurut
Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, meliputi :
1.
Kawasan yang Memberikan
Perlindungan Kawasan Bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya terdiri atas :
a.
Kawasan Hutan
Lindung
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang
memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah.
b.
Kawasan
Bergambut
Kawasan bergambut adalah kawasan yang unusr
pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun
dalam waktu yang lama.
c.
Kawasan
Resapan Air
Kawan Resapan air adalah daerah yang
mempunyai kemampuan tinggio utnuk merersapkan air hujabn sehingga merupakan
tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
2.
Kawasan
Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat terdiri atas :
a.
Sempadan
Pantai
Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu
sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi pantai.
b.
Sempadan
Sungai
Sempandan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri
kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
c.
Kawasan
Sekitar Danau/Waduk
d.
Kawasan
Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang
mmepunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
e.
Kawasan
Sekitar Mata Air
Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di
sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi mata air.
3.
Kawasan Suaka
Alam dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam dan cagar budaya terdiri atas :
a.
Kawasan Suaka
Alam
Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
b.
Kawasan Suaka
Alam laut dan Perairan lainnya
Kawasan Suaka alam Laut dan Perairan liannya
adalah daerah yang mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan
lainnya, yang merupakan habitat-alami yang memberikan tempat maupun
perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada.
c.
Kawasan
pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai Berhutan Bakau adalah kawasan
pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau bakau (mangrove) yang berfungsi
memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.
d.
Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam
yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi.
Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian yang
terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan da/atau satwa alami atau
buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan
dan latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam
di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan pariwisata dan rekreasi
alam.
e.
Kawasan Cagar
Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah
kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai
tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas.
4.
Kawasan Rawan
Bencana Alam
Kawasan Rawan
Bencana Alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
alam.
Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 disebutkan bahwa
pengelolaan kawasan lindung dilakukan pada :
1.
Kawasan yang
Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya.
Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung
dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan
menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah,
air tanah, dan air permukaan. Kriteria kawasan hutan lindung adalah :
a.
Kawasan hutan
dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi
nilai skor 175, dan/atau
b.
Kawasan hutan
yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih, dan/atau
c.
Kawasan hutan
yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.
Perlindungan terhadap kawasan bergambut
dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai
penambat air dan pencegah banjir, serta wilayah, yang berfungsi sebagai
penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di
kawasan yang bersangkutan. Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut
dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan
rawa.
Perlindungan terhadap kawasan resapan air
dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada
daerah tertentu untuk keperluan penyediann kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang
bersangkutan. Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi
struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomofologi yang mampu meresapkan
air hujan secara besar-besaran.
2.
Kawasan
Perlindungan Setempat
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan
untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menganggu keseltarian fungsi
pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap sempadan sungai
dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menganggu
dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah :
a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan
sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar
pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan permukaan berupa sempadan
sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15
meter.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk
dilakukan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat
menganggu kelestarian fungsi danau/waduk. Kriteria kawasan sekitar danau/waduk
adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 –100 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap kawasan sekitar
mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat
merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Kriteria kawasan
sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di
sekitar mata air.
3.
Kawasan Suaka
Alam dan Cagar Budaya
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan
untuk melindungi kenanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejalan dan keunikan
alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada
umumnya. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan
wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.
Kriteria cagar alam adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya;
b. Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit
penyusunan;
c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya
yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
d. Mempunyai luas dan bentuk, tertentu agar menunjang
pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas.
e. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan
satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya
konservasi;
Kriteria suaka margasatwa adalah :
a.
Kawasan yang
ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa
yang perlu dilakukan upaya konservasinya:
b.
Memiliki
keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
c.
Merupakan
tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu;
d.
Mempunyai
luas yang cukup sebagai habitat jenis saitwa yang bersangkutan.
Kriteria hutan wisata adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang
menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan manusia;
b. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah
raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman penduduk;
c. Mengandung satwa buru yang dapat dikembang-biakkan
sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi
rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa;
d. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak
membahayakan.
Kriteria daerah perlindungan plasma nutfah adalah
:
a. Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah
tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan:
b. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang
merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut;
c. Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak
membahayakan.
Kriteria daerah pengungsian satwa adalah:
a. Areal yang ditunjuk merupakan wilayah
kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut.
b. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan
berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa
tersebut.
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut
dan perairan lainnya dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe
ekosistem, gejala dabn keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, keperluan
pariwisata dan ilmu pengetahuan. Kriteria kawasan suaka alam laut dan
perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan laut, perairan darat,
wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri
khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem. Perlindungan terhadap
kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarian hutan bakau sebagai
pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai biota
laut disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung
usaha bididaya di belakangnya. Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah
minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Perlindungan
terhadap taman nasional, taman hutaqn raya dan taman wisata alam dilakukan
untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan
kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. Kriteria taman
nasional, taman hutan raya dan taman nasional dan wisata alam adalah kawasan
berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang
beragam, memiliki arsitektur benteng alam yang baik dan memiliki akses yang
baik untuk keperluan pariwisata. Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa
peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan
keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang
disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan
dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
4.
Kawasan Rawan
Bencana Alam
Perlindungan
terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia
dan kegiatannya dari bencana disebabkan oleh alam maupun secara tidak
langsung oleh perbuatan manusia. Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah
kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam
seperti letusan gunung, gempa bumi, dan tanah longsor.
D.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
Disamping mengenal
praktek-praktek kehutanan secara umum juga harus mengenal praktek-praktek
didalam penerapan teknologi hasil hutan seperti : penggergajian kayu, pembuatan
venir dan kayu lapis, pembuatan jenis-jenis produk papan lain, mmacam-macam
moulding dan joinery (panel-panel dan papan sambungan), pembuatan kertas, aneka
produk kerajinan kayu dan pengelolaan macam-macam hasil hutan non kayu (minyak
kayu putih, gondorukem, kopal, sutra alam, rotan, aneka ekstrak, lak dan
sebagainya ). Perlunya mengenal praktek-praktek penerapan teknologi hasil hutan
ini tidak lain agar ada keterkaitan informasi satu dengan yang lainya di dalam
mengenal hutan.
BAB
III
METODOLOGI
3.1
TEMPAT DAN WAKTU
A.
PEMANENAN HASIL HUTAN
v Tempat
: Petak 47 KPH Ngawi BKPH Ngandong RPH Jliru
v Waktu :
Senin, 7 Juli 2011
B.
TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
v Tempat
: TPK Banjar Rejo
v Waktu
: Senin, 7 Juli 2011
C.
KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
v Tempat
: Petak 49 KPH Ngawi BKPH Ngandong RPH
Jliru
v Waktu : Rabu,
29 Juni 2011
D.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v Tempat
: Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu dan Kesatuan Bisnis
Agroforestri KPH Pati BKPH Ngandong
v Waktu
·
Industri
Penggergajian Kayu KIPKJ Cepu : Selasa, 5 Juli 2011
·
Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh :
Rabu, 6 Juli 2011
·
Peternakan Madu KBM Agroforestru Regaloh:
Rabu, 6 Juli 2011
3.2 BAHAN DAN ALAT
A.
PEMANENAN HASIL HUTAN
v Rencana Tehnik Tahunan Tebangan
v Surat perintah tebangan
v Peta Rencana Tebangan
v Tarif upah / standar biaya tebangan
v Buku klemstaat
v Alat ukur pohon
v Stopwatch dan alat tulis
B.
TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
v Peta
situasi/ Tata ruang TPK
v Pedoman
pengujian kayu jati
v Alat
ukur kayu
v Bagan
alir kayu (dari tebang ke TPK)
C.
KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
v
Roll meter
v
Pita meter
v
Tali plastik
v
Kompas
v
Cristen hypsometer atau hagameter
v
Abney
level atau Clinometer
v
Tally sheet
D.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v Alat
Tulis
3.3
CARA KERJA
A.
PEMANENAN HASIL HUTAN
v Mempelajari
tata waktu dan persiapan-persiapan sebelum tebangan dan nara sumber sumber yang
ditunjuk.
v Mengunjungi
petak tebangan dan amati kegiatan penebangan yang ada mulai dari persiapan
sampai dengan pengangkutan.
v Mencatat
waktu kerja dari setiap elemen kegiatan penebangan, kemudian hitungan prestasi
kerja penebangan.
v Melakukan
latihan kegiatan pembagian batang bersama mandor, kemudian catat volume
realisasi dan volume taksasinya untuk menentukan factor koreksi penebangan.
v Mengumpulkan
data-data volume hasil tebangan dan taksirannya untuk pembuatan tarif volume l
v Mengamati
kegiatan penyaradan dan pengangkutan yang ada berikut administrasi dari
masing-masing kegiatan tersebut.
v Melakukan
anaslisis terhadap data-data dan perhitungan yang telah anda peroleh
B.
TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
v Mengunjungi
TPK terdekat dan perhatian situasi TPK dan keadaan disekitar TPK, hubungkan
peta tata ruang TPK dengan keadaan lapangan.
v Pelajari
organisasi (personal) TPK
v Ikuti
aliran kayu yang masuk ke TPK mulai gerbang TPK hingga kayu diambil oleh
konsumen ikuti pula system pencatatan/administrasi kayunya.
v Pelajari
macam-macam cacat kayu. Amatilah dua batang kayu, pelajarilah variasi macam
cacat kayu yang ada.
v Pelajari
sistem pengujian kayu dan ikuti secara cermat aplikasi pengujian kayu.
v Mintalah
pada petugas penguji kayu untuk memperagakan pengujian kualitas kayu (2 -
3)batang, dari batang yang telah diamati cacatnya
v Memeriksa
contoh kapling yang telah disusun, mintalah keterangan pada petugas tentang
tata cara dan ketentuan penyusunan kapling.
v Melakukan
identifikasi kapling serta menentukan kualitas batang yang ada dalam kapling
tersebut.
v Membuat
layout TPK dan bagan alir kayu mulai dari petak tebangan sampai kayu siap
dijual.
v Melakukan
analisis terhadap data-data yang didapatkan.
C.
KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
v
Pembuatan diagram profil
a.
Buatlah
petak berukuran 7,5 m x 60 m, arah memanjang tegak lurus arah sungai secara keseluruhan (titik awal atau titik nol adalah tepi
sungai).
b.
Untuk medan yang tidak datar, jarak 60 m adalah jarak
datarnya.
c.
Catat semua pohon (nama daerah dan atau nama ilmiah,
tinggi total, tebal tajuk, lebar tajuk) dan sapihan (nama dan tinggi)
d.
Gambar posisi pohon dan sapihan di dalam petak,
proyeksi horizontal dan proyeksi vertikalnya.
v
Analisis vegetasi
a.
Pembuatan petak ukur dilakukan dengan metode garis
berpetak.
b.
Buatlah
jalur pengamatan vegetasi sejajar arah sungai di dalam kawasan sempadan sungai
(jarak dari tepi sungai + 50 m).
c.
Pada jalur tersebut buatlah 5 buah petak ganda dengan
jarak antar petak 50 m.
d.
Setiap petak ganda terdiri dari petak berukuran 20 m x
20 m untuk pengamatan pohon, 10 m x 10 m untuk pengamatan fase tiang (poles),
5 m x 5 m untuk pengamatan fase pancang (sapling) dan 2 m x 2 m untuk
pengamatan fase semai (seedling) serta tumbuhan bawah.
e.
Hasil pengamatan dicatat dalam tabel hasil pengamatan
komunitas tumbuhan untuk fase pohon, fase tiang atau poles, fase sapihan atau sapling serta fase seedling
atau semai dan tumbuhan bawah.
f.
Deskripsi suatu komunitas tumbuhan menggunakan
parameter kuantitatif berupa kerapatan, frekuensi dan dominansi.
g.
Carilah nilai kerapatan, frekuensi, dominansi dan
Indeks Nilai Penting pada tingkat pohon, tiang, sapihan serta semai dan
tumbuhan bawah.
h.
Untuk mengetahui tingkat dominansi (tingkat penguasaan)
spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan digunakan parameter indeks nilai
penting (INP).
i.
Untuk mengukur stabilitas komunitas digunakan parameter
indeks keanekaragaman.
v
Perencanaan Kawasan Perlindungan Setempat
a.
Pengamatan kondisi tanah dilakukan dengan cara
mengambil data karakteristik tanah meliputi tebal horizon tanah, tekstur tanah,
persentase tanah terbuka, tebal lapisan seresah dan panjang lereng.
b.
Pengukuran ketebalan horizon atau lapisan tanah
dilakukan dengan cara membuat profil tanah berbentuk lingkaran berdiameter 30
cm dengan kedalaman maksimal 50 cm. Pengukuran yang dilakukan meliputi tebal
lapisan seresah, lapisan organik (lapisan O), lapisan A dan lapisan B pada
ke-empat sisi profil tanah (utara, timur, selatan dan barat), kemudian hasilnya
dirata-rata. Tekstur tanah juga diidentifikasi dan dicatat.
c.
Pengukuran persentase tanah terbuka, tebal lapisan
seresah, panjang lereng dan bentuk-bentuk erosi dilakukan pada kawasan sempadan
sungai yang diamati (+ 50 meter di sebelah kanan atau kiri sungai).
d.
Pengamatan kondisi air permukaan dan air tanah
dilakukan pada parameter:
1)
Kedalaman air tanah
Pengukuran
dilakukan dengan cara mengukur kedalaman air tanah di sumur (jarak antara
permukaan tanah dengan permukaan air sumur). Pengukuran dilakukan dengan perulangan
sebanyak 5 (lima) kali dan dihitung rata-ratanya (dalam satuan m).
2)
Debit air
Pengukuran
debit air dilakukan di sungai dengan perulangan sebanyak 5 (lima) kali dan
dihitung rata-ratanya (dalam satuan m3/detik). Pengukuran dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu dengan menggunakan metode apung .
3)
Debit minimum
Pengukuran
dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di atas, tetapi
dilakukan pada saat musim kemarau.
4)
Debit maksimum
Pengukuran
dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di atas, tetapi dilakukan pada saat musim penghujan.
5)
Keberadaan air
Pengamatan
keberadaan air dilakukan pada air permukaan (sungai) dan air tanah (sumur)
secara kualitatif. Kolom keterangan pada tabel bisa diisi dengan : banyak, sedikit,
jernih, keruh dll.
e.
Setelah mengetahui kondisi tanah dan air, buatlah
rancangan pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat pada sempadan sungai yang
diamati dengan mempertimbangkan juga hasil pengamatan pada kegiatan analisis
vegetasi dan pengamatan struktur hutan.
D.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v Mengumpulkan
informasi dan data-data sebagai berikut :
a.
Nama, alamat dan status kepemilikan
serta sejarah berdirinya pabrik.
b.
Lay out atau tata letak pabrik.
c.
Struktur organisasi tenaga kerja di pabrik.
d.
Jenis, jumlah dan kualita bahan baku.
e.
Jenis, jumlah dan kualita produk yang
dihasilkan.
f.
Langkah-langkah dalam proses produksi di
pabrik.
g.
Cara dan tujuan pemasaran produk.
h.
Tata cara penanganan limbah pabrik.
i.
Dampak positif dan negatif pabrik
keberadaan pabrik bagi masyarakat di sekitarnya.
j.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi
oleh pabrik
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 PEMANENAN HASIL HUTAN
Tabel
1. Blangko perhitungan prestasi kerja Penebangan
ELEMEN KERJA
|
Waktu (dalam menit) untuk pohon
ke-i
|
|
1
|
2
|
|
Pembersihan
Lokasi
|
||
Penentuan
arah rebah
|
20
|
|
Kepras
banir
|
43
|
|
Pembuatan
takik rebah
|
52 detik
|
|
Pembuatan
takik balas
|
30 detikl
|
|
Pembersihan
cabang
|
152
|
|
Pembagian
batang
|
282
|
|
Volume
mandor
|
-
|
|
Waktu
total
|
569
|
|
Waktu
rata-rata
|
569
|
|
Waktu
normal
|
524,049
|
|
Waktu
standar
|
628,858
|
|
PK
(m3/Jam)
|
0,1067
m3/jam
|
|
PK
(m3/HOK)
|
0,7472
m3/HOK
|
|
Upah/ M3 dari
perhutani
|
||
Upah/ HOK
|
||
All
|
104,809
|
|
V.
Tebangan
|
1,119
|
Tabel 2. Blangko
Pengamatan Perhitungan Volume Pohon Rebah
No Pohon
|
Tgl Tebang
|
No Sortimer
|
Panjang
(cm)
|
Dp (cm)
|
Du (cm)
|
Vol Smalian
(m3)
|
Dt (cm)
|
dt2
|
Volume
Huber (m3)
|
Vol Newton
(m3)
|
1
|
4 Juni
|
1
|
110
|
34
|
33
|
0,1
|
33,5
|
1122,25
|
96906,29
|
96913,48
|
2
|
260
|
31
|
34
|
0,21
|
32,5
|
1056,25
|
215580,6
|
215733,7
|
||
3
|
110
|
30
|
31
|
0,08
|
30,5
|
930,25
|
80327,09
|
80354,28
|
||
4
|
260
|
20
|
30
|
0,188
|
25
|
625
|
127562,5
|
129263,3
|
||
5
|
210
|
28
|
20
|
0,146
|
24
|
576
|
94953,6
|
75832,8
|
||
6
|
130
|
25
|
28
|
0,072
|
26,5
|
702,25
|
71664,61
|
71741,15
|
||
7
|
160
|
25
|
25
|
0,089
|
25
|
625
|
78500
|
78500
|
||
8
|
70
|
25
|
25
|
0,039
|
25
|
625
|
34343,75
|
34343,75
|
||
9
|
120
|
25
|
25
|
0,067
|
25
|
625
|
58875
|
58875
|
||
10
|
110
|
72
|
25
|
0,048
|
48,5
|
2352,25
|
203116,8
|
219102,4
|
||
11
|
70
|
19
|
72
|
0,021
|
45,5
|
2070,25
|
113760,2
|
126623,1
|
||
12
|
80
|
19
|
19
|
0,074
|
19
|
361
|
22670,8
|
22670,8
|
||
13
|
70
|
16
|
19
|
0,015
|
17,5
|
306,25
|
16828,44
|
16869,6
|
||
14
|
100
|
16
|
16
|
0,021
|
16
|
256
|
20096
|
20096
|
||
Total
|
1235186
|
1266809
|
Tabel 3. Levelling
Faktor Untuk Prestasi Kerja
NO.
|
Faktor
|
Sifat Pekerjaan
|
|
Berat
|
Ringan
|
||
1.
|
Jenis
Kelamin
Laki-laki √
Perempuan
|
0,96
1,03
|
1,03
0,96
|
2.
|
Umur
15 – 25 √
25 – 45
45 keatas
|
0,96
0,99
1,03
|
0,96
0,99
1,03
|
3.
|
Pendidikan
Tidak
sekolah
SD √
SMP Ke
atas
|
0,96
0,99
1,03
|
0,96
0,99
1,03
|
4.
|
Pengalaman
kerja
0– 3 tahun
4 – 6
tahun √
>6
tahun
|
1,03
0,99
0,96
|
1,03
0,99
0,96
|
5.
|
Jumlah
keluarga
1-3 √
4-5
>5
|
1,03
0,99
0,96
|
1,03
0,99
0,96
|
6.
|
Jarak
rumah
< 2
km √
2 – 5 km
>5
|
0,96
0,99
1,03
|
0,96
0,99
1,03
|
Pembahasan
Pada pengamatan hasil
hutan kayu atau pemanenan dilakukan di petak 47 KPH watutinata. Petak 47 dibagi
menjadi 6 blok, setiap bloknya seluas 2 Ha. Dalam kegiatan di
lapangan sebelum dilakukan penebangan, para penebang melakukan persiapan mulai dari kelengkapan alat,
seragam menuju ke pohon tebangan dan membersihkan areal tebangan untuk
memudahkan dan menjaga keselamatan dalam bekerja. Sebelum
dilakukan penebangan kayu, dua tahun sebelumnya dilakukan peneresan. Peneresan
bertujuan untuk mengeringkan/ menurunkan kadar air pada jati, sehingga
memudahkan pada saat penebangan dan pengangkutan. Ketika peneresan dilakukan,
pada saat itu pula dilaksanakan kegiatan klemstaat. Klemstaat merupakan
pengukuran keliling masing-masing pohon pada ketinggian 1,3 m yang dicatat
dalam buku khusus dan ditaksir volume-volumenya menggunakan tarif volume lokal
untuk menetukan target tebangan.
Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, sebelum penebangan kayu dilakukan, maka langkah yang
dilakukan adalah persiapan lapangan, persiapan tenaga kerja dan persiapan
administrasi. Penebangan pohon bisa dilakukan oleh penebangan pohon bila mandor
telah mendapatkan surat perintah tebang. Penebanagan tersebut diselesaikan
perblok terlebih dahulu, setelah itu menebang pohon berikutnya pada blok lain.
Penebangan pohon
dilakukan menggunakan mesin gergaji yang ditebang dibawah teresan, dimana
teresan tersebut terletak diatas banir dari pohon jati yang akan ditebang,
setelah pohon ditebang, dilakukan kepras cabang dan untuk pemotongan kayu
dibagi menjadi sortimen-sortimen. Berdasarkan pengamatan saat penebangan kayu
kayu dipotong menjadi 14 bagian, hal ini dikarenakan kayu yang ditebang
digunakan untuk kebutuhan industry (pesanan). Dengan ukuran 110 x 34, 260 x 31,
110 x 30, 260 x 28, 212 x 28, 130 x 25, 160 x 25, 70 x 25, 120 x 25, 110 x 22,
70 x 19, 80 x 19, 70 x 16, dan 110 x 16, dengan urutan penulisan panjang dalam
cm dan diameter (cm). volume dari tiap potongan secara berurutan: 0,10 m3, 0,21
, 0,08, 0,188, 0,146, 0,022, 0,089, 0,039, 0,067, 0,048,0,071, 0,074,0,015, dan
0,021.
Pada area pengamatan
yaitu petak 47, masa daur tebangnya adalah 60 tahun, padahal kita tahu bahwa
masa daur tebang jati adalah 80 tahun. Dalam hal ini terjadi penurunan daur
tebang dan terjadi kenaikkan etat, sehingga mengakibatkan rotasi semakin cepat
dan konservasi kurang terjaga. Pada area tersebut, dibawah pohon calon
penebangan terdapat tanaman jagung. Tanaman jagung ini ditanam bukan untuk
tujuan tumpang sari, akan tetapi digunakan sebagai pengamanan kayu yang akan
ditebang.
Berdasarkan hasil
wawancara kepada mandor tebang, bahwa dalam 1 bulan menghasilkan 450 m3 kayu
jati dengan satu Chain saw dan dua truk apabila kayunya besar dan satu Chain
Saw dan satu truk bila kayunya kecil.
Hasil pengamatan untuk prestasi kerja penebangan arah dengan
waktu rata-rata 569 menit dan waktu normal 524,049, sedangkan waktu standar
sebesar 628,858 menit. Dari waktu tersebut maka prestasi kerjanya adalah 0,1067
m3/jam 0,7472 m3/HOK. Hasil akhir dari perhitungan pohon rebah adalah 1235186
m3 dan volume newton 1266809 m3. Selanjutnya dari TPN dilakukan pemuatan kedalam
truk. Pemuatan dilakukan dengan tenaga manusia yang dibutuhkan rata – rata 8
orang dengan 2 orang menggunakan tali dan 6 orang mendorong glondongan / log.
Biaya muat permeter kubiknya adalah Rp 11.000,-. Dengan prestasi kerja 1,825 m3/jam
atau 12,7812 m3/HOK.
B.
TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
Hasil
Tabel 4. Kapling Kayu di Lokasi TPK
No
|
No kapling
|
No kayu
|
Bulan
Tebang
|
Sortimer
|
Vol (m3)
|
Mutu
|
Status
|
Macam Cacat
|
||
Panjang
(cm)
|
||||||||||
Diameter(cm)
|
Jenis
|
|||||||||
1
|
11224
|
2533
|
maret 2011
|
31
|
A3
|
220
|
0,18
|
T
|
Lokal
|
Mata kayu
sehat,
|
2
|
2546
|
maret 2011
|
35
|
A3
|
220
|
0,22
|
T
|
Lokal
|
Mata kayu
busuk
|
|
3
|
2550
|
maret 2011
|
36
|
A3
|
260
|
0,28
|
T
|
Lokal
|
||
4
|
2545
|
maret 2011
|
37
|
A3
|
220
|
0,24
|
T
|
Lokal
|
||
5
|
2549
|
maret 2011
|
38
|
A3
|
250
|
0,29
|
T
|
Lokal
|
||
6
|
2526
|
maret 2011
|
31
|
A3
|
210
|
0,2
|
T
|
Lokal
|
||
7
|
2607
|
maret 2011
|
37
|
A3
|
210
|
0,23
|
T
|
Lokal
|
||
8
|
1321
|
maret 2011
|
32
|
A3
|
260
|
0,23
|
T
|
Lokal
|
||
9
|
2542
|
maret 2011
|
42
|
A3
|
250
|
0,35
|
T
|
Lokal
|
||
10
|
2551
|
Juni 2011
|
36
|
A2
|
220
|
0,25
|
T
|
Lokal
|
||
1
|
9112
|
Juni 2011
|
22-28
|
A2
|
190
|
2,66
|
M
|
Lokal
|
Pecah
ranting, inger-inger
|
|
1
|
9113
|
Juni 2011
|
22-25
|
A2
|
2-2.9 m
|
1,66
|
T
|
Lokal
|
kayu busuk,
Buncak mata kayu sehat
|
|
1
|
10459
|
Juni 2011
|
10-13
|
A1
|
1-1.9 m
|
2,064
|
M
|
Lokal
|
Growong,pecah
|
|
1
|
101139
|
Juni 2011
|
16-19
|
A1
|
1-1.90 m
|
1,034
|
T
|
Lokal
|
Pecah, mata
kayu busuk
|
PEMBAHASAN
S
|
esudah kegiatan
penebangan pohon dan setiap log telah dibagi menjadi beberapa sortimen, maka
kayu tersebut diletakkan di tempat penimbunan kayu dan dilakukan pengujian
kayu. TPK bertugas sebagai penerimaan dan penempatan kayu pada blok-blok yang
telah ada, pengukuran kembali dan pengujian kayu untuk menetapkan sortimen dan
kualitasnya dan penyusunan kapling kayu.
TPK sebagai gudang kayu akan berhubungan dengan kawasan
hutan penghasil kayu, sehingga pemilihan lokasi, daya jangkau penimbunan, daya
tampung, dan efisiensi angkutan kayu perlu direncanakan secara cermat. TPK
merupakan tindak lanjut dari kegiatan di lapangan dan TPK ini menerima kayu
dari berbagai macam tebangan, seperti tebangan A merupakan tebangan produktif,
tebangan B merupakan tebangan tebangan pembersihan, tebangan D merupakan
tebangan karena bencana alam dan tebangan E merupakan tebangan penjarangan.
Pengamatan ini dilakukan di TPK Banjarejo pada KPH Ngawi
KBM 1 Madiun, TPK ini terdiri dari kayu produksi dan non produksi. Kayu non
produksi terdiri dari kayu sisa pencurian, kayu bukti, dan kayu temuan. Luas
TPK ini seluas 12 ha. Pembagian kelas TPK berdasarkan daya tampung dari TPK
tersebut. Tata ruang pada TPK ini terdiri dari blok rimba, blok kayu jati, blok
kayu produksi dan blok kayu non produksi.
Pada TPK Banjerejo, kayu yang masuk harus masuk lewat
pintu pengarah. Dimana mandor yang bertugas dalam mengatur arah dan letak kayu
adalah tugas mandor pengarah. Tugas mandor pengarah adalah mencatat jumlah
batang (dokumen), register kayu, dan jumlah kayu yang masuk dalam satu tahun.
Tugas mandor penerima adalah mengukur,
membongkar, menguji, dan melasah kayu yang masuk ke dalam TPK. Jenis kayu non
produksi adalah kayu rimba dan kayu jati. Lama pengambilan kayu di TPK setelah
dibeli adalah 1 bulan, dan apabila lebih
dari 1 bulan, maka pembeli akan dikenakan biaya. Serta apabila kayu belum
diambil lebih dari 6 bulan, maka kayu tersebut menjadi hak milik perhutani
kembali. Untuk proses kayu yang dikeluarkan (pemasaran) yaitu harus ada dokumen
dan hasil lelang. Volume kayu yang dibeli tergantung pesanan pembeli. TPK
Banjarejo melakukan kerjasama dengan PT. Kaya Raya dalam pengolahan kayu.
Pembagian blok-blok pada kayu bertujuan untuk membagi petak-petak
(kapling) yang membantu dalam pencarian kayu yang akan dipasarkan. Serta
dilakukan penjagaan pada setiap kapling. Pada akhir tahun, selalu dilakukan
perhitungan jumlah kayu yang harus sesuai berdasarkan data administrasi yang
ada. Asisten manager (Asman) sebagai tempat penjualan kayu. Mandor kapling
bertugas dalam penupukan kayu berdasarkan sortimen, diameter, dan mutu kayu.
Daftar kapling adalah data semua kapling kayu (nomor, diameter, volume, dan
lain-lain). Pemasaran kayu dilakukan oleh mandor pemasaran melalui saluran
kontrak, saluran langsung, dan saluran lelang. Berdasarkan hasil pengamatan,
pada nomor kapling 11224 dan nomor kayu 2533 dengan bulan tebang maret 2011
merupakan jenis A3 dengan diameter31 cm dan panjang 220 cm , sehingga menghasilkan
volume kayu 0,18 m3 dengan mutu T dan status lokal. Dikatakan demikian karena
kayu kayu ini dilihat cacat mata kayu sehat, mata kayu busuk dan arah serat.
Untuk nomor kapling lainnya dapat dilihat pada tabel yang telah tercantum pada
tabel 4.
Untuk pengujian kayu, pengujian kayu dapat dilakukan
dengan melihat cacat, dihitung, dan dilihat cacat kayu sesuai dengan buku
panduan. Pengujian kayu dilakukan oleh penguji tingkat 1, penguji tingkat 2,
dan pengujian pelaksana. Pengujian kayu juga tergantung pada jenis, ukuran,
diameter, dan sortimen. Pada kayu terdapat 3 macam cacat kayu, yaitu cacat
bentuk (alur, arah serat, dan silidris), cacat badan (puncak, mata kayu, kulit
tumbuh, dan pecah), dan cacat bontos (growing, inger-inger, pecah hati, dan
during).
Agar lebih jelas aktivitas di TPK dapat dilihat dibawah
ini, antara lain :
1. Penerimaan
Kayu Hasil Hutan
Semua
hasil hutan yang masuk harus disertai surat yang sah yaitu 304 A untuk kayu
yang bernomor dan 304 untuk kayu yang tak bernomor. Pada 304 A berisi
keterangan antara lain : No kayu, ukuran, mutu dan volume yang mana keterangan
ini juga ditulis pada penampang melintang sortimen bagian ujung. Kemudian
setelah cek surat, dilakukan proses pengujianoelh penguji yang berhak dan
mempunyai sertifikat (SIM) untuk mengetahui kualitas dan mutu dari kayu
tersebut. Selanjutnya adalah kayu dilangsir ke kapling yang telah disediakan.
2.
Daftar Pengangkutan
Setiap lembar daftar
angkutan hanya untuk sortimen, lembar ini dirangkap dan rangkap 2 sebagai bukti
di TPK.
3. Penjualan
dan Penyerahan
TPK
merupakan showroom bagi kayu hasil hutan, pelanggan dalam membeli memilih kayu
dengan bentuk dan ukuran yang sesuai terlebih dahulu di TPK kemudian porses
administrasi dan pembayaran dilakukan di KMB I Madiun. Proses penjualan dapat
dengan penjualan langsung, kontrak, atau lelang yang dilakukan 2 minggu sekali.
Kemudian setelah selesai proses edministrasi dan keungan, tanda bukti yang
dikeluarkan dibawa saat pengambilan sortimen di TPK. Dan pihak TPK menyerahkan
kayu dan menghapus sortimen dari daftar kaplingnya.
4. Pembukuan
di Buku Stock
Pembukuan
dilakukan guna memudahkan dalam mengawasi kayu terhadap stock kayu. Stock
tersebut didaftar dalam buku 309 A untuk kayu bernomor dan 309 untuk kayu tak
bernomor.
5. Daftar
kapling
Semua
jenis kayu yang masuk ke TPK ditemaptkan sesuai dengan kapling yang telah disediakan dan sesuai dengan
kelas, status dan mutu kayu. Kemudian dibuat daftar nomor kapling dan disertai dengan tanggal masuk, jumlah
kayu, ukuran kayu, dan volume total kayu
yang ada di setiap kapling. Kemudian daftar kapling akan dihapus bila kayu
dalam satu kapling telah terjual dan telah dilakukan pelunasan.
6. Daftar
Mutasi
Tiap
2 periode masa pembayaran, surat – surat bukti pengurangan dalam masa tersebut
( daftar pengfankutan dan bukti pengurangan) harus dibuat dalam daftar mutasi A
rangkap 3 dimana 1 dan 2 ke KBM dan surat 3 dibukukan. Dan selanjutnya lembar
ke-2 kembali ke TPK (setelah dilakukan pemeriksaan)
7. Daftar
Pembetulan
Untuk
semua kesalahan, baik pembukuan dan
pengurangan disebabkan :
-
kesalahan ukuran - uji ulang
-
perubahan sortimen - kecurian
-
Over backuping - kebakaran dll
Maka
dilakukan revisi dan dimasukan dalam buku 308
8. Buku
Persedian Pihak Ke-3
Kayu
yang sudah terkapling dan laku, mejadi persedian pihak ke-3. daftra kapling
yang sudah dimasukan di buku persedian pihak ke 3 dan yang telah diangkut oelh
pemilik kapling maka ada pengurangan persedian pihak ke-3
Secara garis besar fungsi TPK
dikelompokan kedalam 3 fungsi utama antara lain :
a. Fungsi
penerimaan ( dokumentasi dan pengujian kayu).
b. Fungsi
penyimpanan (kapling dan blok)
c. Fungsi
penyerahan ( penjualan lasngsung, lelang dan kontrak)
Pengujian kayu dilakukan setelah
dokumentasi kayu yang masuk ke TPK sudah lengkap dicatat. Kemudian kayu
dibedakan atas mutu, status serta kualitasnya. Pengelompokan ini berdasrkan
ukuran serta jenis cacat yang ada. Status kayu dapat dibagi dalam status
veenir, hara dan lokal. Sortimen –soteimen kayu dibagi kedalam 3 kelas antara
lain : A1 dengan rincian diameter < 20cm dan dibedakan menjadi kelas pertama
(Pn), kedua (d), ketiga (t) dan keempat (m). A2 dengan diameter 20-29 cm dan
terbagi menjadi 5 kelas P, d, t, m dan U
(utama). Terakhir kelas A3 dengan
diameter >30 cm dan mutu P, D, R, M, U, L. Jenis sortimen dengan mutu yang yang terendah
adalah KBP (kayu bahan Parket) jenis ini biasanya digunkan untuk papan lantai
yang disambung (finger joint). Kualitas KBP dan kenampakan sortimen yang buruk
akan menyebabkan cacat yang tinggi. Penentuan mutu dan kelas suatu sortimen
tergantung dnegan cacat yang tidak diperkenankan, permukaan bebas cacat, cacat
ringan yang diperkenankan pada permukaan bebas cacat.
Penentuan
cacat dimulai dengan penentuan cacat terberat terlebih dahulu. Cacat ini akan
mempengeruhi harga, mutu dan kulaitas kayu, mka jika salah dalam penentunan
pengujian akan terjadi kerugian dan penguji bertanggung jawab.
Pada
fungsi penyimpanan, kayu di TPK ini menggunkan sistem blok. Dimana kayu-kayu
yang memiliki status yang sama dan jenis ynag sama di masukan/ditempatkan pada
blok yang sama misalnya blok D-6 untuk status kayu hara. Kemudian di dalam
sistem blok terdapat sistem kapling. Dalam 1 kapling terdapat beberapa sortimen
dengan status dan ukuran yang sama. Tiap
kapling berbeda-beda jumlah dan volume kayu yang ada dan mempunyai nomor
kapling sendiri-sendiri. Dalam satu kapling
kayu yang ada diikat dengan sabuk kapling berwarna putih dari cat. Ada
beberapa penyimpanan dari kayu hasil bukti pencurian dan temuan, sehingga berbeda dalam prosesnya.
C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
1. Data pada pengamatan di
dalam sempadan sungai :
Tabel 5. Data Perhitungan Analisis Vegetasi Untuk Plot
Ukuran 10m x 10 m Untuk Tumbuhan
Fase Tiang (Poles).
No
|
Nama spesies
|
n
|
LBDS
|
Luas
|
K
|
KR(%)
|
F
|
FR(%)
|
D
|
DR (%)
|
INP (%)
|
1
|
Tectona grandish
|
32
|
0,31
|
0,1
|
320
|
100
|
1
|
100
|
0,01
|
100
|
300
|
Tabel 6. Data Perhitungan Analisis Vegetasi Untuk Plot Ukuran 5m x 5m
Untuk Tumbuhan Faset Pancang (Sapling).
No
|
Nama spesies
|
n
|
LBDS
|
Luas
|
K
|
KR(%)
|
F
|
FR(%)
|
D
|
DR (%)
|
INP (%)
|
1
|
Tectona
grandish
|
31
|
0,10574
|
0,025
|
1240
|
88,571
|
1
|
92,105
|
4,23
|
99,06
|
279,74
|
2
|
Breynia (
kenidai)
|
4
|
0,001003
|
0,025
|
160
|
11,429
|
0,086
|
7,8947
|
0,04
|
0,94
|
20,263
|
Tabel 7. Data Perhitungan Analisis Vegetasi Untuk Plot Ukuran 10m x
10m Untuk Tumbuhan Fase Semai (Seedling).
No
|
Nama spesies
|
i
|
n
|
% penutupan
|
Luas
|
K
|
KR(%)
|
F
|
FR(%)
|
D
|
DR (%)
|
INP (%)
|
1
|
Ilalang
|
9
|
9
|
435
|
0,001
|
9000
|
26,47
|
0,265
|
26,471
|
435000
|
44,94
|
97,879
|
2
|
Krinyu
|
6
|
6
|
155
|
0,001
|
6000
|
17,65
|
0,176
|
17,647
|
155000
|
16,01
|
51,307
|
3
|
Breynia
|
5
|
5
|
120
|
0,001
|
5000
|
14,71
|
0,147
|
14,706
|
120000
|
12,4
|
41,808
|
4
|
Anakan jati
|
9
|
9
|
148
|
0,001
|
9000
|
26,47
|
0,265
|
26,471
|
148000
|
15,29
|
68,23
|
5
|
Semampung
|
3
|
3
|
75
|
0,001
|
3000
|
8,824
|
0,088
|
8,8235
|
75000
|
7,748
|
25,395
|
6
|
Spesies x
|
1
|
1
|
15
|
0,001
|
1000
|
2,941
|
0,029
|
2,9412
|
15000
|
1,55
|
7,4319
|
7
|
Spesies y
|
1
|
1
|
20
|
0,001
|
1000
|
2,941
|
0,029
|
2,9412
|
20000
|
2,066
|
7,9485
|
Tabel 8. Perhitungan Nilai Indek Shannon Wiener (H) dan Indek Margaref
(D)
No
|
Tumbuhan Tingkat
|
H
|
D
|
1
|
Pohon
|
0
|
0
|
2
|
Tiang
|
0
|
20,59595
|
3
|
Pancang
|
0,107374
|
76,93924
|
4
|
Semai
|
0,002426
|
227,9502
|
2. Data pengamatan di luar
sempadan sungai
Tabel 9. pengamatan
di luar sempadan hanya mengamati tumbuhan tingkat semai dengan petak ukur 1m x
1m.
No
|
Nama spesies
|
i
|
n
|
% penutupan
|
Luas
|
K
|
KR(%)
|
F
|
FR(%)
|
D
|
DR (%)
|
INP (%)
|
1
|
Ilalang
|
7
|
7
|
173
|
0,001
|
7000
|
24,14
|
0,241
|
24,138
|
173000
|
26,7
|
74,973
|
2
|
Krinyu
|
6
|
6
|
160
|
0,001
|
6000
|
20,69
|
0,207
|
20,69
|
160000
|
24,69
|
66,071
|
3
|
Breynia
|
4
|
4
|
90
|
0,001
|
4000
|
13,79
|
0,138
|
13,793
|
90000
|
13,89
|
41,475
|
4
|
Anakan jati
|
7
|
7
|
110
|
0,001
|
7000
|
24,14
|
0,241
|
24,138
|
110000
|
16,98
|
65,251
|
5
|
Semampung
|
3
|
3
|
85
|
0,001
|
3000
|
10,34
|
0,103
|
10,345
|
85000
|
13,12
|
33,807
|
6
|
Spesies x
|
1
|
1
|
15
|
0,001
|
1000
|
3,448
|
0,034
|
3,4483
|
15000
|
2,315
|
9,2114
|
7
|
Spesies y
|
1
|
1
|
15
|
0,001
|
1000
|
3,448
|
0,034
|
3,4483
|
15000
|
2,315
|
9,2114
|
Tabel 10. Pengamatan Kondisi Air Permukaan
No
|
Parameter
|
Hasil Pengukuran
|
Rerata
|
Keterangan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||
1
|
Kedalaman Air Tanah
|
12
|
30
|
15
|
0,5
|
2
|
11,9
|
|
2
|
Debit Air
|
0,088
|
0,099
|
0,099
|
0,077
|
0,077
|
0,0886
|
|
3
|
Debit Minimum
|
|||||||
4
|
Debit Maksimum
|
|||||||
5
|
Keberadaan Air
|
Sedikit
|
Sedikit
|
Sedikit
|
Sedikit
|
Sedikit
|
||
dan keruh
|
dan keruh
|
dan keruh
|
dan keruh
|
dan keruh
|
Perhitungan hasil pengamatan kondisi air permukaan
Diketahui :
L = 6 m
S = 5 m
H = 11,9 cm = 0,119 m
A = 0,714
v
V1 = S/t D
= A x V1
= 5 / 40,7 = 0,123 =
0,714 x 0,123 =
= 0,088
v V2 = S/ t D
= A x V2
= 5/ 35,7 = 0,14 = 0,714 x 0,14
= 0,099
v V3 = S/ t D = A x V3
= 5/ 47 = 0,11 = 0,714 x 0,11 = 0,08
v V4 = S/ t D=
A x V4
= 5/ 36,1 = 0,14 = 0,714 x 0,14
= 0,099
v V5 = S/ t D
= A5 x V5
= 5/ 46,1 = 0,108 = 0,714 x 0,108 = 0,077
D total = V1 + V2 + V3 + V4 + V5 = 0,443
D rata-rata = 0,443/ 5 = 0,0886
PEMBAHASAN
Dalam
acara konservasi tanah dan air yang perlu diperhatikan antara aliran debity
sungai, erosi tanah dan tinggi permukaan tanah, adapuan tujuan dari kegiatan
ini adalah untuk mengatahui tingkat kelasyakan suatu kawsan hutan dalam
menyokong fungsi hutan itu sendiri. acara ini dilakukan pada petak 47 RPH
Ngandong. Pengamatan dilakukan pada daerah sempadan sungai dan pada hutan produksi
yang mana semapadan adlah hutan dengan kawasan perlindungan setemapat dan hutana
produksi sebgai non KPS. Dalam penentapan fungsi sebagai tata guna hutan yang
diperhatikan selain 3 parameter diatas yaitu kondisi lapisan tanahnya.
Ketebalan
lapisan tanah yang diamati yaitu seresah, organik A dan B. Pada kawasan
perlindungan setempat tebal seresah dan lapisan organik relatif tipis.
sedangkan laipasn A setebal 20 cm dan B 30 cm dengan textur lempung. dan hasil
pengamatan pada non KPS seresah setebal 2,3 cm, organik 0.5-1 cm, lapisan A 50
cm dan lapisan B belum ditemukan karena kedalam pengamatan hanya 50 cm dari
permukaan tanah. pada area KPS terdapat erosi permukaan dan alur pada
kelerengan 15o dan pada non KPS dengan kelerengan 1o
tidak terdapat erosi.
Setelah
dianalisa keadaan KPS dan hutan produksi memiliki keadaan yang berbeda,
sehingga menyebabkan perbedaan fungsi sesuai dengan produksifitas lahan agar
dapat optimal. pada kawsaan perlindungan setempat akan terjadi erosi yang cukup
tinggi, hal ini tentunya dapat menurunkan kesuburan tanah. data ini didukung
oelh kelerangan 15o sehingga air hujan akan mekuncur dengan relatif
lebih cepat dan mudah menghanyutkan seresah dan organik tanah bila dibanding
dengan kawasan produksi di bagian atas dengan kelerengan hanya 1o.
perencanaan terhadap kawsan perlindungan setempat in haruslah disesuaiakan
dengan keadaan. namun pada kenyataannya, daerah ini kurang diperhatikan
khsusnya pada sempadan sungai terlihat dengan banyaknya trubusan pohon jati dan
tidak terawat. idealnya untuk kPS haruslah vegetasi dengan perakaran dalam dan
dengan jenis yang bervariasaidab nenounyai variasi stratum tajuk. Hal ini
penting untuk mengurangi tingkat erosi yang terjadi, sehingga pada KPS ini
sebaiknya memang disiapkan untuk penanggulangan erosi dan vegetasi yang ada
tidak ditebang dan jika perlu divariasi dengan vegetasi lain sehingga didapat
kawasan dengan stratum komplek dan akan lebih optimal untukj perlindungan
stempat dan mengurangi tanah terbuka.
Sedangkan
pada kawsan produksi dengan kondisi demikian memang lebih cocok untuk kawasan
produksi dengan kelerangan hanya 1o dan ketersediaan air tanah
sedalam 4,85 meter akan mendukung kesburan, selain itu seresah dan lapisan
organik cukup tinggi sehingga unsur hara tidak terputus siklus bila dibanding
pda kawasan perlindungan setempat. namun yang perlu diperhatikan adalah tingkat
kesuburan tanah terhadap tegakan yang diatasnya.
Dari hasil
pengamatan yang dilakukan di lapangan di dalam sempadan sungai bahwa untuk pengamatan
tingkat pohon tidak ditemukan, pada fase tiang yang mendominasi adalah jati
karena disini merupakn hutan tanaman jati milik Perum Perhutani. pada tingkat
pancang yang mendominasi adalah jati dan kenidai (breynia) seangkan Pada
tingkat semai yang mendominasi adalah jenis ilalung dan anakan jati. Untuk
pengamatan di luar sempadan sungan yang mendominasi adalah ilalang kerinyu dan
anakan jati. Pada perusahaan perum perhutani memang khusus hutan tanaman jati
jadi jenis-jenis yang mendominasi merupakan jati itu sendiri karena merupakan
usaha BUMN untuk memenuhi kebutuhan kayu di Indonesia. Lahan yang ditanam
homogen menimbulkan keanekaragaaman yang sangat kecil sehingga untuk tumbuhan
tingkat semai yang mendominasi adalah jenis ilalang karena pada lahn ini
kondisi tanahnya kurang subur/gersang jadi tidak banyak jenis yang dapat tumbuh
pada lahan ini.
D.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
A. Ringkasan Hasil / Data Lapangan
1.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU
v Nama
Perusahaan : Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu.
v Lokasi : Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro.
v Sejarah :
a. 1975
: Perusahaan didirikan dengan produk veneer sayat.
b. 1976
: Diresmikan menjadi KIPKJ Cepu.
c. 1978
: Dibangun 1 unit PGM, 1 unit Moulding&Parket, unit KILN Dry.
d. 1987
: Dibangun 1 unit PGM.
e. 1999
: Pemisahan unit moulding :
-
Unit Pabrik GF (Garden Furniture) 1
-
Unit Pabrik GF (Garden Furniture) 2
-
Unit Pabrik GF (Garden Furniture) 3
-
Unit FJL ( Finger Join Laminate)
v 2006
: Penggabungan KIPKJ
Randublatung (KBMIK) →
Februari 2006
v Bahan
baku
Jenis
bahan baku : utama → Kayu jati
Menerima pesanan kayu rimba (mahoni, pinus, sengon).
Asal
& jumlah : KPH Cepu
KPH Kebonharjo
KPH
Blora
KPH Mantingan
KPH Kendal.
v Ukuran
dan Kualitas :
·
Ukuran yang
terdapat di KBM ini hanya sortimen A2 dan A3. A2 berukuran sama dengan A3,
yaitu 0 – 40 ; 0 – 90 dengan diameter
·
Kayu yang digunakan pada industri
tersebut di atas berkualitas hara, local dan vinir.
v Produksi
Proses produksi pada Perum Perhutani
KBMIK Cepu diawali dari TPK Log dan
berakhir di TPK Finish Product
1. Tempat
Penimbunan Kayu (TPK) Log
TPK Log berkewajiban menyediakan
kayu log Sebagai Bahan Baku Industri (BBI),oleh TPK – TPK dari Kesatuan Bisnis
Mandiri Pemasaran Kayu (KBM Sar) terdekat dengan alokasi sesuai target yang
ditetapkan Perum Perhutani Unit 1 Jawah Tengah. Log berasal dari beberapa KPH
suplier yakni Cepu, Kebonharjo, Blora, Mantingan, Kendal. Log yang berasal dari
Cepu, Randublatung sebanyak 13600 m³. Log-log yang berada di TPK ini termasuk
Sortimen A3 dan A2.Fungsi TPK : sebagai tempat input, kayu yang datang, kayu
yang sudah dipilih oleh petugas industri yang dikoordinasi oleh asper penguji.
2. PGM
(Pengergajian Mesin)
Penggergajian mesin mempunyai tugas
menggergaji kayu log menjadi jeblosan maupun komponen untuk memenuhi kebutuhan
Bahan Baku Industri (BBI) pabrik maupun untuk memenuhi order komponen.
Kapasitas produksi terpasang per pabrik ± 500 m3 per-bulan atau 6000
m3 per-tahun Proses penggergajian untuk menyuplai Pabrik Garden
Furniture. Prosedurnya berupa :
Penerimaan SPK dari GM → Membuat rencana kerja sesuai order. Kemudian meminta
log dari TPK sesuai dengan permintaan. Kemudian log dikirim ke PGM dan
diletakkan pada mesin LBS. Kegiatan penggergajian dilakukan pembagian
perkelompok. Dalam kegiatan penggergajian harus habis tidak boleh ada sisa.
Proses Produksi :
-
mesin LBS dengan log menjadi jeblosan
sesuai order. Pemolaan pada kayu dengan output rendemen tertinggi.
-
Masuk ke mesin BRS sekunder untuk
membuat kelebaran sesuai order, lalu dipola lagi.
-
Mesin potong (cros cut) untuk memotong
hasil produksi dari BRS ke arah panjang
sesuai order.
-
Ditempatkan di desk output, kemudian
diuji mutunya U-P-D-T (standart mutu) menurut SNI.
Sebelum masuk ke bagian pengeringan
terlebih dahulu masuk ke pabrik pengasahan SBS. SBS melayani alat-alat produksi
sebagai departemen service yang ada di KMMI Cepu. SBS ini merupakan bagian
pengasaha gergaji dan alat produksi lainnya. Gergaji yang diasah/service pada
bagian ini adalah :
a.
LBC (Log Bain Saw) gergaji utama yang
berfungsi membelah log dengan ukuran 920cm dan 820cm.
b.
BRS (Bain Re Saw) membelah ulang dengan
panjang 780cm.
c.
Sekunder Saw panjang 6,8cm.
d.
SBM (Small Bain Saw) untuk membelah
lengkungan dan membuat cekungan.
e.
Baja Intan/TCT (Tunksen Carbide Tipped)
atau HM dengan kekuatan belah gujamuntuk finishing.
f.
Mesin buat mengasah : Pressing Mening Sekunder.
Mengasah samping, setelah diasah
depan agar tidak kasar, ketentuan tebal 1,2cm jarak giwaran. Tujuannya untuk
penghematan material. Jarak antar gigi ¼ inc dengan jarak giwaran 2,4 – 2,5
cm.
3.
Pabrik garden Furniture (GF)
Mengelolah bahan baku
RST dan komponenen menjadi produk jadi (finish product) berupa” Garden
Furniture “ kemempuan proses 143 m3 per-bulan atau 1800 m3 pe jadir-tahun yang
dikerjakan 2 shif, 3 pabrik Garden Furniture.
4.
Pabrik Pintu/Housing Componen
Mengelolah bahan baku
komponen dan jeblosan menjadi produk jadi (finish product) berupa : kusen,
pintu, housing, componenet dengan kemempuan proses 20 m3 per-bulan atau 240 m3 per-tahun
dikerjakan 2 shif.
5.
Pabrik Finger Joint Laminating (FJL)
Mengelolah bahan baku
reng dan afval dengan hasil produksi : papan FJL dan bahn kusen, dengan
kemampuan proses 50 m3 per- bulan atau 600 m3 per-tahun, dikerjakan 1 shif.
6.
Riset dan Pengembangan
Unit riset dan pengembangan adalah
unit pabrik yangdiperuntukan untuk pembuatan contoh produk maupun pengembangan
produk baru. Kemampuan proses 10 m3 per-bulan atau 120 m3 per-tahun, dikerjakan
1 shif.
7. Pabrik Vinir
Pada bagian ini terdapat mesin
slash yang berfungsi memotong kecil log sesuai dengan ukuran tebal dan panjang
(0,25 – 0,655 mm untuk tebal). Terdapat mesin pengering dengan pengaturan suhu
47˚ C . Mesin pemotong samping dan pemotong panjang serta mesin pengepresan
merupakan mesin-mesin baru yang didatangkan pada tahun ini. Pada bagian ini
dilakukan penyeleksian dan pengemasan menjadi block weer,log weer, dan placer.
Kapasitas produksi 2.000.000 m2 s/d 3.000.000 m2 per-tahun
8. Pengeringan
Kayu
Dilakukan agar kadar air kayu
mencapai 12 %,sehingga kayu tidak berubah bentuk (dimensi) Runtutannya adalah :
bahan baku industr:i terutama PGM dan TPK diterima bagian penerimaan
pengeringan disertai surat pengantar sementara (kitir) untuk dicocokkan dengan
kayunya. Kemudian dilakukan stacking (ditata), lalu dimasukkan dalam ruang
pengering (cumber). Pengeringan dilakukan dengan suhu 40˚, tiap 2 hari sekali
dinaikkan 5˚ C sampai kadar air mencapai 8% - 12%. Jenis pengeringan 2 pintu
memiliki 8 kipas yang memiliki kecepatan pengeringan sama, bermerek Hidelbrand.
Pengeringan 1 pintu dengan 3 kipas dengan merk basuki. Proses pengeringan
berlansung 7-10 hari, namun mengalami permasalahan berupa melengkungnya kayu.
Daya tampung tempat pengeringan adalah 30-35 m³ dengan sumber panas dari 2
ketel sirkulasi panas, bahan baku kayu limbah gergajian. Kapasitas proses 90 m3
per-proses (± 2 minggu) dengan 8 buah chamber
9.
Pengasahan
Merupakan unit
pendukung kelancaran proses produksi pabrik yang berkaitan dengan pemeliharaan
pisau dan gergaji.
10.
Bengkel, Teknik Listrik/Mesin
Merupakan unit
pendukung kelancaran proses produksi pabrik apabila terjadi kerusakan
mesin/instalasi listrik di pabrik dan juga melakukan renovasi mesin-mesin untuk
menunjang kelancaran produksi.
11.
TPKRST
Bertugas menerima bahan
baku RST baik dari indusrti kayu lain maupun KBM Sar dalam bentuk RST serta
dari pabrik intern KBMIK Cepu sendiri berupa RST dari sisa pembuatan komponen.
Mengatur/menata BBI untuk mempermudah prosespegiriman selanjutnya, juga
bertugas mengirim bahan bakuuntuk kebutuhan pabrik serta mempersiapkan
pengaplingan untuk kebutuhan pemasaran. Melayani pengangkutan apabila barang
laku terjual.
12.
TPK Finish Product
Bertugas menerima dan menyimpan
semua hasil produksi finish product pabrik, agar produk tersebut aman dan
tertata rapi untuk mempermudahkan proses pengiriman selanjutnya. Menyiapkan
pengkaplingan untuk proses penjualan, serta melayani pengangkutan apabila
produk laku terjual atau diserahkan ke KBM lain.
B. Pemasaran
a)
Penjualan Ekspor
Pemasaran hasil produksi untuk
pelayanan ekspor dilaksanakan IKC sendiri dan KSP. Adapun negara tujuan ekspor
yang pernah dilaksanakan antara lain : Asia, Eropa, Amerika, Australia, dan
Timur Tengah.
b)
Penjualan Dalam Negeri
Ø Untuk
produk pesanan (order) pelayanan penjualan dapat dilaksanakn lewat penjualan
kontarak maupun penjualan langsung.
Ø Untuk
pelayanan penjualan stock dapat dilakukan lelang, kontrak dan penjualan
langsung.
c)
Promosi
Untuk memperluas
pemasaran dilakukan kegiatan promosi melalui pameran dan pembukaan Show Room
yang mana diharapkan dapat memberikan informasi kepada calon pembeli.
C.
Tenaga Kerja
Kesatuan
Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu adalah suatu kesatuan organisasi yang
dipimpin oleh seorang General Manager yang bertanggung jawab kepada kepala
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah di Semarang.
Struktur
organisasi berdasarkan pada Surat Keputusan Direksi No.554/KPTS/DIR/2005
tanggal 26 September 2005.
Kondisi
tenaga kerja berdasarkan jabatan per 30 oktober 2009 sebagai berikut :
Ø 1.
Orang pejabat setingkat GM.
Ø 3.
Orang pejabat setingkat Manager.
Ø 14.
Orang pejabat setingkat Asisten Manager.
Ø 28.
Orang pejabat setingkatKepala Urusan.
Ø 428.
Orang Staf Pelaksana.
Dengan status :
-
Pegawai Negeri Sipil = 1 orang
-
Pegawai perusahaan =
214 orang
-
Calon Pegawai (Capeg) = - orang
-
Pekerja Pelaksana = 313 orang
Jumlah = 528 orang
Selurikuh tenaga teknis maupun non teknis adalah
tenaga kerja Indonesia yang diantaranya telah mendapatkan kursus/pelatihan di
Pusdiklat SDM Perhutani.
D.
Pemampaatan Afval/Limbah
v Afval
Diproses ulang untuk menjadi Finger Joint Lamiating
(FJL) kemudian sisa proses limbah dimamfaatkan untuk keperluan pembakaran pada
ketel pabrik pengeringan dan pabrik venir, dijual serta dimamfaatkan oleh
masyarakat sekitar yang membutuhkan setiap 1 minggu sekali
a. Serbuk
Kayu
Dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar KBMIK Cepu untuk
keperluan bahan bakar memasak yang diberikan setiap 1 minggu sekali.
Ø Analisis umum
Dari
pengamatan yang kami lakukan beberapa hal yang perlu diperhatikan adlah masalah
keamanan kerja. Aturan yang berlaku di kantor KBMIK salah satunya ” dalam
menjalankan mesin menggunakan alat-alat keamanan seperti sepatu, masker, sarung
tangan, dan helm.” namun kenyataannya ada penyimpangan ”tidak menggunakan helm”
dan hal ini patut jadi perhatian.
Dalam sisi
ergonomis, kondisi kebersihan bagus dan limbah diproses atau dikumpulkan
menjadi satu dalam tempat yang sudah disediakan. Limbah padat berupa limbah
kayu gergajian atau kayu olahan dan saw dust diroses lebih lanjut. Untuk saw
dust digunakan sebagai bahan bakar mesin pengering. Limbah kayu gergajian
diolah lagi untuk jadi bahan kayu laminating. Tata letak proses produksi kurang
ergonomis, seharusnya tata letak alur produksi beberbentuk U, mulai dari
gergaji utama gudang, sehingga mudah dalam pemindahan hasil produksinyadan jika
akan dikirim ke konsumean dapat langsung dikirim.
Untuk limbah cair dari pabrik veneer belum ada penanganan
yang lebih spesifik. Sebenarnya limbah cair dari hasil rendemen dari kayu jati
dapat diolah jadi bahan penghambat rayap, karena zat ekstraktif dari jati dapat
mencegah kayu dimakan rayap.
Dalam mesin
pengeringan,tiap mesin secara teoritas homogen kayu yang dikeringkan, namun
kapasitas produksi yang besar dan ukuran sortimen yang berbeda tidak mungkin
untuk menyesuaikan dengan teori dan aturan yang sebenarnya.
Ø
Alur Proses Produksi :
TPK
|
Log yard
KBMIK Cepu
|
Pengoperasian ke
mesin gergaji utama
I
|
I. gergaji utama
|
Pabrik veneer
|
Show room
|
pemasaran
|
Warehouse
|
P. GF dan HC (FJL)
|
P. GF
|
P. GF II dan HC
|
P. GF III (pintu)
|
sampai finishing
|
Pabrik lanjutan
|
Mesin pengeringan
|
Ø
Struktur Organisasi :
GM
|
Kepala pabrik
|
Ass. manager
|
personalia
|
M. pengolahan Randu blatung
|
Kepala pabrik
|
Ass. manager
|
Pemasaran
|
M. pemasaran
|
Kepala pabrik
|
Ass. manager
|
Koor
|
M. pengolahan kayu cepu
|
produksi
|
Tata usaha
|
pemasaran
|
Ø Pembahasan secara umum
Pada awal berdiri
KBMIK berbentuk Kesatuan Industri Kayu tahun1975 dan diresmikan oleh ibu
presiden. Di awal kelola KBMIK langsung dibawah Perhutani sehingga tidak ada
fokus kelola antara pengelolaan sumberdaya hutan dan pemasaran produksi kayu.
Diawal kelola KBMIK hanya membuat sortimen kayu dari log terkait kebijakan
larangan untuk mengeksport log. Hingga akhirnya keluar keputusan direksi th
2006 tentang sistem kelola, ada 2 fokus yaitu pengelolaan dan pemasaran produk.
Pengelolaan SDH
dipegang oleh Perhutani sedang pemasaran produk oleh KBM (Kesatuan Bisnis
Mandiri), sehingga KBM terfokus terhadap profit dan harus secara mandiri
mengelola perusahaan agar berjalan. Dari pemisahan ini terdapat efek positif
terhadap prestasi perusahaan. Setelah terjadi perubahan sistem, KBM mulai
berbenah dari cara promosi, penentuan harga, dan negosiasi secara mandiri,
efesiensi proses produksi serta pencapaian target produksi dan penumbuhan
budaya yang memacu perkembangan industri.
Proses produksi
disana masih tergantung pada suply bahan baku kayu yang berasal dari KPH diantaranya : Cepu, Randublatung,
Matingan, dan Bendoharjo. Salah satunya telah dipisahkan karena telah
tersertifikasi. Diketahui bahwa pasar akan lebih memilih produk kayu dari hutan
yang telah bersertifikat oleh lembaga terpercaya. Selanjutnya dari TPK di KBMIK
masuk ke PGM untuk dijadikan bahan oleh pabrik seperti papan, blambangan dan
lainnya, kemudian dikeringkan dengan drying secara oven. Setelah kering dengan
KA 10 – 12% masuk ke pabrik Garden Furniture dan kayu sortimen yang tidak masuk
ke GF akan digunakan untuk FJL / finger join laminating sementara log yang
bagus masuk ke pabrik veneer. Veneer dilakukan dengan cara slices untuk
dijadikan plywood. Dalam pabrik GF dibagi menjadi 3 terminal, pembahanan,
penamaan dan perakitan.
Pembahanan adalah
pembuatan bahan sortimen yang meliputi proses planner, cres cut, selanjutnya ke
terminal 2. Disini dilakukan pengujian dan penamaan terhadap
pola yang di tentukan meliputi spindle, mortis dan kron. Dari sini masuk ke
terminal 3 untuk dirakit menjadi furniture dan dilakukan pembungkusan produk.
Jenis produk kayu yang dihasilkan dibagi menjadi 3 pabrik yaitu GF 1 untuk
kusen, lemari dan buffet. GF 2 untuk kursi dan meja. GF 3 untuk komponen
housing. Jika telah selesai masuk ke warehouse untuk di packing.
Tenaga kerja di tempat ini ada +500 karyawan
meliputi PWS, pegawai pabrik, kontrak, harian / borongan. Untuk standard
keamanan sudah ada kebijakan namun untuk tiap karyawan masih ada yang tidak
menepatinya. Sedang untuk semua jaminan mutu telah tersertifikasi denga ISO
9001 : 2000.
Untuk limbah yang belum dapat ditangani adalah
limbah dari perebusan kayu di pabrik veneer, sementara ini limbah langsung
dibuang ke selokan dan terserap oleh tanah, sementara untuk limbah padat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan oleh pabrik sendiri.
2. INDUSRTI
PENGOLAHAN HASIL HUTAN NON KAYU
A.
PENGOLAHAN
MADU
1.
Cara
Pengambilan Sarang Lebah
Koloni
lebah madu yang akan diambil sarangnya biasanya diasapi dahulu agar lebah-lebah
menyingkir dan setelah bersih lebahnya kemudian sarang diambil.
Di
dalam SNI, dijelaskan bahwa madu dari stup bias dipanen yaitu bila sisirannya
yang berisi madu telah tertutup lilin, sedangkan berdasarkan bagian sarang dan
sisirannya yang diambil dan hasil madu yang diperoleh, dibedakan atas:
a. Diambil
seluruh sarangnya.
Hanya dilakukan pada sarang Apis cerana yang sisiran tidak beraturan, karena sarangnya memang
sukar bila hanya diambil sebagian saja. Sarang yang masih mengandung telur,
larva dan tepungsari ini akan menghasilkan madu yang kotor dengn kandungan air
tinggi, sehingga akan mudah meragi.
b.
Diambil sebagian sarangnya.
Pada koloni Apis cerana yang letak sisirannya teratur. Meskipun tercampurnya
larva dapat dihindari tetapi madu masih akan tercampur tepungsari karena sel
tepungsari sukar untuk dipisahkan pada saat pengambilan sarangnya.
c.
Hanya diambil sisiran sarangnya.
Biasanya dilakukan pada koloni yang
memakai bingkai sarang pondasi sarang seperti Apis mellifera dan Apis
cerana yang dipelihara dalam kotak lebah dengan metoda yang benar. Tiap
sisirannya dapat diangkat untuk diperiksa, sehingga dapat dilihat apakah
sisiran iti berisi madu dan madunya sudah matang dan sebagainaya. Cara ini
biasanya menghasilkan madu murni yang bersih,
sedangkan untuk kontinuitas koloni bjangan memanen madu semuanya, tinggalkan
sebagian sisiran yang masih ada madunya. Setelah sarang diperoleh, maka proses
berikutnya adalah pengambilan madunya. Kedua proses ini kadng-kadang tidak
berlanjut seperti misalnya madu dijual dalm bentuk sisiran (honey comb).
2.
Cara
Pengambilan Madu
Pengambilan madu dapat
dibedakan atas tiga cara, yaitu:
v Seluruh
sarang ditim untuk memisahkan madu dari lilin, telur serta larva, setelah agak
dingin madu disaring sehungga lilin, telur dan larva akan tertinggal
disaringan. Dengan cara ini dapat diperoleh madu yang berwarna gelap (karena tena
panas), bersih dari kotoran, kadar airnya tinggi, aromanya berubah dan
keaktifan diastasenya sangat menurun atau bahkan hilang.
v Dengan
memeras sarang yang mungkin masih mengandung telur dan tepungsari, sehingga
madunya kurang bersih, tetapi masih mempunyai sifat-sifat alami yang
menguntungkan, seperti aktivitas enzim, vitamin dan sebagainya. Biasanya sarang
yang diperas tidak dapat bersih dari madu dan sarang sisa perasan tidak dapat
dikembalikan ke sarangnya lagi.
v Sisiran
madu dibuka tutup selnya dengan pisau madu yang hangat, kemudian sisiran
dimasukkan ke dalam ekstraktor. Oleh gaya sentrifugal madu akan terpental
keluar, sedangkan larva yang merupakan benda padat didalam sel tidak terlempar
ke luar. Madu yang dihasilkan akan bersih tidak tercampur tepungsari dan masih
mempunyai sifat-sifat alami. Kekurangannya adalah dalam penentuan saat panen.
Ø Standar Kualitas Madu
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI
01-3545-1994 kualitas/mutu madu harus memenuhi persyaratan mutu sebagai
berikut:
1.
Aktifitas enzim diastase minimal 3 DN
2.
Hydroksimetulfurfural
(HMF) maksimal 40 mg/kg
3.
Kadar air maksimum 22%
4.
Gula pereduksi (glikosa dan fruktosa)
minimal 60%
5.
Sukrosa maksimum 10%
6.
Keasaman maksimum 40 ml NaOH 1 N/Kg madu
7.
Padatan yang tak larut dalam air
maksimum 0,5%
8.
Kadar abu maksimum 0,5%
9.
Cemaran logam timbal (Pb) maksimum 1,0%
mg/kg
10.
Cemaran logam Tembaga (Cu) maksimum 5,0%
mg/kg
11.
Cemaran logam Arsen (As) maksimum 0,5%
mg/kg
a.
Musim
dan Produksi Madu
Apabila lebah madu datang membuat sarang di
pohon, maka dalam kurun waktu seminggu lebah tersebut akan berkembang biak.
Minggu kedua hingga sekitar dua bulan, koloni lebah telah mulai memproduksi
madu untuk cadangan makanan anak-anaknya, dan pada bulan berikutnya (bulan
ketiga) madu sudah siap panen.
Siklus atau jarak antara panen madu
pertama dengan panen berikutnya umumnya berkisar enam bulan. Pada saat tidak
berkembang biak atau membuat madu, biasanya lebah mengembara ke lain tempat
untuk mencari makan atau menghisap bunga selama sekitar 4 bulan. Sisanya yang
dua bulan adalah untuk bersarang, berkembang biak dan memproduksi madu. Jadi
dalam satu tahun umumnya masyarakat dapat memanen madu hutan dua kali.
Bulan produksi madu hutan untuk
panen pertama biasanya jatuh pada sekitar bulan Mei, Juni, atau Juli. Panen
berikutnya sekitar bulan November, Desember, atau Januari.
Pada tiap-tiap pohon terdapat sarang
lebah madu 20-50 buah. Masing-masing sarang yang siap panen biasanya mencapai
ukuran 1-2,5m dengan hasil madu 20-25 kg per sarang. Dari satu pohon akan dapat
dihasilkan 400-1250 kg madu sekali panen atau dalam satu tahun (dua kali panen)
mencapai 800-2500 kg madu per pohon. Setiap saranga lebah madu dapat
menghasilkan 20-30 liter madu.
SKEMA BUDIDAYA LEBAH MADU
Lebah Madu
|
Pemindahan
|
Kotak Lebah Madu
(Stup)
|
Perawatan dan
Pemeriksaan
|
Pemanenan dan
Penanganan Madu
|
Pembotolan Madu
|
Pelepasan Madu
|
Sumber Paken
|
Pembuatan Madu Agar
|
Di Jual
|
B.
PERSUTERAAN
ALAM
Pengusahaan sutera alam Perum Perhutani terdiri dari
2 (dua) unit kerja, yaitu : Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto, dan
Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh.
PSA Regaloh terletak 7 Km sebelah
utara Pati kurang lebih sekitar 75 Km dari Semarang. Berlokasi di sebelah Timur
Lereng Gunung Muria. Dengan ketinggian tempat 85-155 m dpl.
ü Kegiatan
1. Pemeliharaan
kebun murbei.
2. Produksi
kokon ulat sutera.
3. Produksi
benang sutera.
ü Sarana
dan Prasarana
1. Kebun
murbei seluas 327 Ha.
2. 5
(lima) brak/ gedung pemeliharan ulat kecil.
3. 32
brak/ gedung pemeliharaan ulat besar
4. 1
(satu) unit mesin reeling automatis
5. 1
(satu) unit mesin reeling semi automatis
6. Mesin
twist
1.
Serikultur
(Pemeliharaan Ulat Sutera)
Pada umumnya
pemeliharaan ulat sutera itu bertujuan untuk produksi benang sutera dan bibit
yang kehidupannya melalui siklus sebagai berikut:
Telur
Kupu-Kupu Larva/ulat
Sutera
Kepompong/Kokon
Karena dari masing-masing tujuan tersebut, maka mengerjakannnya
pun tetap dibagi, tujuan produksi sendiri, tujuan bibit sendiri. Untuk mencapai
tujuan secara optimal tentu saja perlu adanya teori-teori dan
pengalaman-pengalaman yang memadai, sehingga faktor-faktor penghambat yang
sering terjadi baik dari manusia maupun lingkungan dapat teratasi.
a.
Tujuan
Produksi
Tujuan produksi ini
pemeliharaannya terbatas pada sampai kokon saja, karena kokonnya inilah yang
dapat diolah menjadi benang sutera. Sampai kokon ini yang dimulai dari telur
dalam pelaksanaannya perlu perlakuan-perlakuan sebagai berikut:
1.
Telur-Larva
Telur
ditempatkan pada rumah penetasan dengan tempat tertentu (bak penetasan) yang
steril dengan suhu ± 250C dan kelembaban 85% dalam waktu tiga hari
akan menetas. Untuk mengetahui dan menciptakan kondisi-kondisi yang demikian
itu pun tidak mudah, perlu juga tenaga-tenaga yang harus dididik dan
pengalaman-pengalaman yang memadai, apalagi mengingat perlengkapan yang mungkin
dirasa kurang.
2.
Larva-Kokon
Proses
hidup dari larva sampai mengkokon pada ulat sutera mengalami
perubahan-perubahan kondisinya mengenai besar, keakuran makanannya yang disebut
Stadia. Yang mana dari larva sampai mengkokon lewat sampai 5 stadia. Pada
pemeliharaannya ulat-kokon secara garis besar dibagi dua pekerjaan secara
terpisah, yaitu:
· Untuk
Stadia I-III
· Untuk
Stadia IV-V (mengkokon)
A.
Untuk
Stadia I-III
Untuk
stadia I-III lamanya (±12 hari). Ulat-ulat ini dikelolah oleh petugas
Perhutanan yang ditunjuk sesuai dengan bidangnya, dirumah/tempat pemeliharaan
khusus artinya khusus pada pemeliharaan ulat kecil.
Pada kondisi ulat-ulat yang masih kecil ini sangat
sensitif terhadap penyakit. Pemberian makannnya tidak mudah, yaitu perlu daun
murbai yang masih muda dan dirajang kecil-kecil. Karena sensitifnya terhadap
penyakit, maka faktor lingkungannnya harus steril, termasuk faktor kebersuhan
manusia pun sangat berpengaruh, hinggga pekerja/orang yang masuk juga harus
bersih. Demikian juga mengenai suhu dan kelembaban tempatnya harus terjaga
secara ideal, yang akhirnya resiko kematian dapat dihindarkan.
B.
Untuk
Stadia IV-V / Mengkokom
Lamanya ±7 hari pada hari pertama stadia IV,
ulat-ulat dipindahkan ke barak-barak pemeliharaan ulat besar. Disinilah
pemeliharaan ulatnya yang sudah mulai besar dapat dilakukan oleh penduduk
sekitarnya.
Karena
masing-masing Stadi (I, II, III, IV, V) ini perlu perlakuan yang berbeda,
sebaiknya secara terinci akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Ulat
Stadia I
· Hari
pertama telur seetelah menetas, dari ruang penetasan dipindahkan ke tempat
pemeliharaan ulat kecil bersama kotak penetasannya.
· Kemudian
diberi makan dengan daun murbai yang masih muda yang segar dan dirajang
kecil-kecil, disesuaikan besar kecilnya ulat. Maksud dirajang agar ulat dapat
langsung makan, sebab ulat makan daun ini pasti dari arah tepi.
· Untuk
ulat stadia ini diperlukan jumlah makanan ±3 kg hari pertama, ±4 kg hari kedua,
±6 kg hari ketiga, jadi sifatnya agak relatif antara 10-15 kg pada setiap bak.
Pemberian makan 4 kali setiap hari (± jam 06.00, 09.00, 13.00, 21.00).
· Suhu
udaranya tempat yang ideal 280C dan kelembaban 90%.
· Pemberian
obat untuk pencegahan penyakit (disinfektan) dengan campuran formalin 20% dan
kapur dengan cara menaburkan pada ulat setiap akan diberi makan yang pertama.
· Perlakuan
dalam pemisahan antara ulat dengan sisa kotoran, sisa makanan tidak boleh
dengan tangan langsung pakai sapit (maksudnya lebih Streril).
· Tenaga/pekerja
otomatis harus steril, maka sebelumnya tangan harus dicuci (bias dengan air
yang telah diberi obat pensteril), memakai baju khusus, alas kaki khusus serta
tidak boleh merokok dan sebagainya.
· Pada
hari ke 4 ulat-ulat tersebut mengalami tidur (puasa) untuk ganti kulit. Dan
pada saat tidur ini juga diberi kapur, dengan maksud:
-
Untuk mengeringkan daun-daun sisa
makanan serta kulit ulat dari kelembaban
-
Dengan keadaan-keadaan yang kering akan
dapat mencegah timbulnya bakteri maupun jamur.
b. Ulat
Stadia II
· Pada
stadia ini tempat masih tetap, ulat sudah agak mulai membesar, hingga jumlah
makanan perlu mulai ditambah yaitu ±15-20 kg/bak untuk tiga hari dengan jumlah pemberian
dari hari pertama, kedua, ketiga yang selalu bertambah, dengan tata waktu yang
sama dengan stadia I, 4 kali sehari.
· Suhu
tempat masih tetap 280C dengan kelembaban agak turun ±85%.
· Kebersihan
tenaga masih tetap harus steril, dan pemberian desinfektan seperti pada stadia
I.
· Pada
hari ke 4 ulat tidur lagi (puasa) akan mengalami ganti kulit yang kedua.
c. Ulat
Stadia III
· Pada
stadia III ini perlakuannya juga masih sama hanya makananya perlu ditambah
menjadi ±20-25 kg/bak dengan prinsip dari hari pertama-ketiga, selalu
bertambah, daun bisa lembar ke 4-5 dari ujung.
· Suhu
tempat yang ideal 270C dan kelembaban 75-80%.
· Pemberian
desinfektan tetap seperti stadia II.
· Pada
hari ke 4 ulaut mengalami tidur (puasa) akan ganti kulit lagi.
Perlu diingat bahwa
dari stadia I-III ini karena ulat semakin besar tempatnya tidak selalu tetap
tetapi harus harus dipindah-pindahkan dari tempat yang kecil ke tempat yang
lebih besar agar ruang gerak lebih bebas/tidak berdesakan.
· Pada
hari ke 4 ulat tidur lagi (tidak makan) dengan ganti kulit untuk memasuki
stadia IV.
d. Ulat
Stadia IV
· Ulat
pada stadia ini sudah kelihatan besar, maka untuk tempat pemeliharaannya sudah
dipindahkan pada barak/rumah pemeliharaan ulat besar yang telah disediakan dan
ditempatkan pada bak-bak pemeliharaan (± luas 15-18 m2) dengan
kapasitas menampung ulat sejumlah presentase dari penetasan per bak.
(Contoh: dari 20.000 telur/bak, menetas
90% ulatnya ± 18.000 ekor)
· Disinilah
pemeliharaannya melibatkan/dilakukan oleh penduduk sekitarnya, dengan kemampuan
rata-rata 1 orang memelihara, 8 bedengan pengawasan dari para mandor.
· Untuk
makanan yang diberikan daun muda/tua (dari ujung sampai bawah) bisa bersama
rantingnya dalam satu bak ± 50-60 kg yang diberikan dari 4-5 kali sehari.
· Suhu
tempat 250C dengan kelembaban 65-70%
· Desinfektan
prinsipnya sama dengan ulat kecil hanya konsentrasinya agak lebih banyak.
· Pada
hari ke 5 ulat tidur dan ganti kulit akan memasuki stadia V.
e. Ulat
Stadia V
· Perlakuan
untuk stadia V ini pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan stadia IV, hanya
jumlah makanan cenderung lebih banyak. Dalam satu bak mencapai 400-600 kg daun
dengan ranting.
· Suhu
pada tempat yang ideal 240C dengan kelembaban 65-70%.
· Pada
hari ke 7 ulat-ulat mulai membuat kokon dengan tanda-tanda:
-
Sudah tidak mau makan
-
Aktif bergerak
-
Tubuhnya berwarna bening
Dalam dua hari pembuatan kokon
selesai (mengkokon). Ditunggu 6 hari kokon-kokon dipanen dan disetorkan ke
pabrik untuk diolah menjadi benang.
2. Pemintalan Benang Sutera
PROSES
PENGOPENAN:
Kokon
basah yang diterima dari pemeliharaan ulat sutera, yang telah diseleksi
terlebih dahulu, kemidian kokon basah tersebut diopen dengan tujuan untuk
mematikan pupa dan untuk memperoleh kadar kekeringan kokon 40% pada temperature
60-800C.
Agar
mendapatkan kekeringan kokon yang merata, maka diadakan pembalikan kokon yang
teratur.
PROSES
SELEKSI KOKON:
Setelah kokon kering
diadakan penyeleksian kokon yang akan dipintal antara lain sebagai berikut:
1. Kokon
kembar
2. Kokon
kotor dalam
3. Kokon
ujung tipis
4. Kokon
berkulit tipis
5. Kokon
berlobang
6. Kokon
kotor dalam (dari pupanya)
7. Kokon
berbulu
8. Kokon
berlekuk
9. Kokon
berbentuk aneh
10. Kokon
kotor luar
Sehingga memperoleh
kokon siap pintal yang seragam, dan baik. Sedangakan kokon yang afal masih
dapat dipasarkan untuk kebutuhan karpet dan lain-lain sesuai dengan keinginan
pembeli.
PROSES PEREBUSAN:
1. Kokon
ditimbang atau diukur volume untuk diketahui jumlah asalnya sebelum menjadi
benang sutera,
2. Tiap
basket/keranjang diisi dengan kokon yang sama.
3. Kran
air dibuka sampai terisi cukup dan uap juga dibuka sampai suhu air mencapai 750C.
4. Basket
yang telah berisi kokon dimasukkan ke dalam mesin pemasak dan ditutup rapat.
5. Mengatur
aliran uap sehingga suhu bagian atas mesin menjadi 800C yang berarti
kokon dipanasi dengan uap panas 800C.
6. Basket
ditenggelamkan dalam air panas 750C selama 30 detik.
7. Basket
diangkat diatas permukaan air suhu uap dinaikkan menjadi 950C,
selama 2 menit.
8. Panas
air dinakkan menjadi 900C kemudian basket ditenggelamkan selama 1
menit.
9. Proses
terakhir ialah membuka aliran air dingin secara perlahan-lahan sekama 3 menit
sehingga suhu kokon dalam air menjadi kira-kira 70-750C.
10. Selama
proses, basket harus diputar pelan-pelan untuk menghasilkan suhu pemasakan
kokon yang merata.
11. Proses
pemasakan selesai, tutup mesin dibuka, basket dipindah kealamat pemindahan.
Selanjutnya kokon tersebut siap untuk dipindahkan ke mesin, mencari ujung.
BAB
V
KESIMPULAN
A.
PEMANENAN HASIL HUTAN
1.
Faktor dalam menentukan petak tebangan adalah :
a.
Dari penaksiran potensi tebangan setelah
dilakukan klemstaat yang dilakukan 2
tahun sebelum penebangan.
b.
Pemilihan metode pemanenan dan teknik penebangan
meliputi pembersihan sekitar tonggak, penentuan arah rebah, pembuatan takik
rebah dan takik balas, penandaan status sortimen dan pembagian batang /
bucking.
c.
Pembukuan Dk 316, penyaradan, pemuatan ke dalam
truk beserta balngko Dk 304 sebagai evaluasi kayu hasil penebangan.
2.
Pada metode penebangan secara manual/ konvensional
yang dilakukan, faktor–faktor keselamatan kerja kurang diperhatikan dan
banyaknya tenaga kerja lebih sulit dalam memanajemen dari pada metode mekanis.
3.
Prestasi kerja penebangan adalah 0,1067 m3/jam dan 0,7472 m3/jam.
4.
Penebangan
pohon dilakukan sampai banir dan dibawah teresan.
B.
TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
1) Syarat dari sebuah TPK : letak dan lokasi dekat dengan
petak tambangan, dekat dengan jalan angkut,lahan cukup luas dengan topografi
yang mendatar, tenaga kerja mudah diperoleh dan keamanan harus terjamin.
2) Proses
kayu masuk ke TPK harus disertai dengan surat 304/A kemudian dilakukan pengujian
dan ditumpuk sesuai dengan kapling dan dibukukan ke 309 dan bila laku, daftar dicoret dari buku.
3) Sistem
pengujian kayu adalah status (Vi, hara, lokal), kelas (A1, A2, A3) dan mutu (P,
D, T, M, U) dan terkahir cacat (DR, L dll)
4) Pengelolaan
TPK langsung di bawah pengawasan General Manager dari KBM Pemasaran I Madiun.
5) Luas
TPK Banjarejo adalah 12 Ha, yang dipilih dengan alasan transportasi atau jalan
angkutan lancar.
6) Kayu
yang berada di TPK dilakukan pengujian, pemasaran, dan pengarahan kayu.
C.
KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
1) Jenis tumbuhan yang mendominasi untuk tingkat tiang
dan pancang adalah jenis Tectona
grandish.
2) Kondisi
dilapangan menunjukan bahwa kurangnya penggelolahan konsesvasi sumber daya
hutan
3) Untuk
tingkat semai yang mendominasi adalah jenis ilalang.
4) Lokasi
pengamatan dikatakan memiliki keanekaragaman yang rendah.
5) Debit
air sungai sangat kecil karena disebkan adanya erosi dan kemarau.
D.
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v Pengamatan
hasil hutan kayu dilakukan kunjungan pada Perum Perhutani Kesatuan Bisnis
Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu dan untuk hasil hutan non kayu, pengamatan
tentang peternakan madu dan pesuteraan yang dilakukan pada Perum Perhutani
Kesatuan Bisnis Agroforestri yang termasuk dalam KPH Pati BKPH Renggaloh.
v Kegiatan pada pesuteraan alam adalah
pemeliharaan kebun murbei, produksi kokon ulat sutera dan produksi benang
sutera.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Anonim.
Petunjuk Praketk Umum Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari. 2007.
Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta
Ø
Tim
dosen, Materi PU GETAS. 2007. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta
DOKUMENTASI KEGIATAN
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus