السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
THE Tiger Of Dragon

Selasa, 14 Februari 2012

LAPORAN MAGANG KEHUTANAN


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
H
utan harus dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan karena hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik dari manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Sumberdaya hutan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan dan menciptakan lapangan dan kesempatan kerja.
           Teknologi Hasil Hutan merupakan pengelolaan dan pendayagunaan hasil hutan yang beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan, kelangsungan hidup dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Tuntutan penguasaan Teknologi Hasil Hutan kian menguat karena tuntutan akan peran strategis untuk menghasilkan nilai tambah, memajukan masyarakat dan menyelaraskan kepentingan fungsi lingkungan hidup meningkat.
            Pemanfaatan hasil hutan tidak hanya produksi kayu dan non kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lain seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga pemanfaatan hutan lebih optimal. Penerapan teknologi hasil hutan dan konservasi sumberdaya alam yang dipelajari dalam praktek umum meliputi pemanenan hasil hutan, tempat penimbunan dan pengujian kayu, konservasi sumberdaya hutan dan industri pengolahan kayu dan non kayu.

1.2 Tujuan     
A. Pemanenan Hasil Hutan
v  Dapat mengamati dan menghayati kegiatan tebangan dan dapat mengungkap secara rinci dan jelas pelaksanaan tabnagn, sejak dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi.
v  Dapat menghayati dan mengamati kegiatan tebangan secara manual dan dapat membandingkan dengan pengelolaan tebangan secara mekanis.
v  Mampu menilai prestasi kerja penebangan.


B. Tempat penimbunan dan Pengujian Kayu
v  Dapat memahami dan mengungkapkan faktor-faktor pertimbangan yang dipakai untuk merencanakan lokasi TPK, kaitannya dengan potensi produksi sumber daya hutan yang akan ditampung dan efisiensi angkutannya.
v  Dapat memahami dan mengungkapkan proses aliran penerimaan kayu, mulai dan gerbang TPK hingga pengambilan kayu oleh konsumen untuk dibawa keluar TPK.
v  Dapat memahami dan mengungkapkan sistem pengujian kayu dan system penyusunan kapling yang akan ditawarkan pada calon pembeli.
v  Dapat memahami dan mengungkapkan sistem pengelolaan TPK, termasuk status TPK disbanding TPK lainnya, baik aspek personal maupun administrasi kayu yang merupakan bagian dari Urusan Tata Usaha Hasil Hutan pada kantor KPH

C. Konservasi Sumber Daya Hutan
v  Agar dapat memahami struktur habitat dan keanekaragaman jenis vegetasi di kawasan hutan produksi.
v  Mahasiswa dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tanah dan air di kawasan hutan produksi.
v  Mahasiswa dapat mengidentifikasi, memahami, menjelaskan, dan merumuskan pemecahan masalah dalam kegiatan konservasi sumberdaya hutan di kawasan hutan produksi.

D. Industri Pengolahan Kayu dan Non Kayu
v  Menerapkan teori yang diperoleh.
v  Mengenal praktek-praktek pengolahan hasi hutan secara nyata.
v  Menambah informasi dan pengetahuan yang telah diperoleh di bangku kuliah mengenai industri pengolahan kayu.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PEMANENAN HASIL HUTAN
K
egiatan pemanenan hasil hutan adalah semua pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan penyiapan pohon atau kayu yang masih bediri sehingga dapat dibawa keluar hutan, baik masih merupakan pohon utuh maupun pohon yang sudah menjadi potongan. Pekerjaan pemanenan sebenarnya merupakan bentuk kerjasama antara manusia dengan mesin, mulai dari penebangan, penyaradan, pemuatan bahkan sampai pengangkutannya.
Pemungutan hasil hutan kayu merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam KPHP. Besarnya tebangan (luas dan volume) tiap tahun dibatasi sesuai dengan rencana tebangan selama jangka (10 tahun) dan Rencana Teknik Tahunan. Pemanenan hasil hutan merupakan proses produksi yang memberikan kontribusi secara langsung dan relatif besar terhadap pendapatan perusahaan. Oleh karena itu anggaran biaya dalam seluruh prosesnya (penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan dan pengaturan hasil hutan) dapat dengan luwes mengikuti besarnya produksi sepangjang masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sistem pemanenan hasil hutan meliputi 3 aspek, yaitu aspek perencanaan, aspek pelaksanaan dan aspek monitoring dan eveluasi.
Kegiatan pemanenan hasil hutan di kelas perusahaan jati terdiri dari beberapa tahapan atau elemen kegiatan penting, yaitu perencanaan, teresan, tebangan, pembagian batang, dan angkutan termasuk di dalamnya administrasi kayu. Peneresan dilakukan satu sampai dau tahun sebelum penebangan yang sebelumnya didahului oleh kegiatan penentuan batas teresan dan pembangian blok. Ketika penerean dilakukan, pada saat itu pula dilakukan kegiatan klemstaat (pengukuran keliling masing-masing pohon pada ketinggian 1,3 meter, dicatat dalam buku khusus dan ditaksir volumenya menggunakan Tarif Volume Lokal untuk menentukan target tebangan).


Sebelum kegiatan penebangan dilaksanakan perlu dilakukan beberapa persiapan, yaitu
a.       persiapan lapangan (perbaikan dan pembuatan jalan, pembuatan babagan, dll)
b.      persiapan tenaga kerja, peralatan, saran dan prasarana
c.       persiapan administrasi (SPT, blanko administrasi, alat tulis, dll)
Dalam pelaksanaanya, tebangan harus dilakukan pohon per pohon, artinya setiap pohon harus diselesaikan terlabih dahulu sebelum menebang pohon berikutnya. Kemudian setiap blok juga harus diselesaiakan terlebih dahulu sebelum pindah ke blok berikutnya.
Peneresan dilakukan satu sampai dau tahun sebelum penebangan yang sebelumnya didahului oleh kegiatan penentuan batas teresan dan pembangian blok. Ketika penerean dilakukan, pada saat itu pula dilakukan kegiatan klemstaat (pengukuran keliling masing-masing pohon pada ketinggian 1,3 meter, dicatat dalam buku khusus dan ditaksir volumenya menggunakan Tarif Volume Lokal untuk menentukan target tebangan).

B. TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
T
empat penimbunan kayu (TPK) adalah merupakan penghujung proses produksi kayu, sebelum diolah lebih lanjut, tempat penimbunan kayu dibedakan dalam tempat pengumpulan kayu (TP), tempat penimbunan kayu antara (TPN), dan tempat penimbunan kayu (TPK).
TPK juga merupakan took dengan etalasenya untuk melayani calon pembeli. TPK sebagai gudang kayu akan berhubungan dengan kawasan hutan penghasil kayunya, sehingga pemilihan lokasi, daya jangkau penimbunan, daya tamping dan efisiensi angkutan kayu perlu direncanakan secara cermat.
 Datangnya kayu dan hutan (penerimaan) dan diambilnya kayu oleh konsumen (pengurangan) merupakan aktifitas pokok dalam pengelolaan TPK. Aktivitas ini memerlukan pengaturan yang sebaik-baiknya mulai dan dimana kayu dibongkar dan diletakkan, bagaimana pengaturan administrasinya sehingga sewaktu-waktu kayu mudah dicari kembali dll.
Pengelolaan TPK akan berkaitan dengan tugas-tugas :
v  Penempatan dan penerimaan  kayu pada blok-blok yang telah ada pada TPK
v  Pengukuran kembali dan pengujian kayu untuk menetapkan sortimen dan kualitasnya.
v  Penyusunan kapling kayu yang akan ditawarkan, sesuai dengan minat calon pembeli.
v  Melayani konsumen dalam pengambilan kayu yang telah dibayar (tidak di TPK) maupun pemberian pasangkutan kayunya.
v  Melayani penggunaan kayu untuk kepentingan sendiri (perhutani), missal untuk penghara penggergajian mesin, baik di lingkungan KPH/ Unit maupun lainnya.
v  Secara berkala melakukan stock opname kayu baik secara fisik maupun administrasi kaitannya dengan pengawasan persediaan kayu.

C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
H
utan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Untuk itu hutan harus dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.
            Sumberdaya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan serta menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannya diperlukan pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan.
            Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga manfaat hutan lebih optimal. Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
            Semua hutan dan kawasan hutan pada prinsipnya dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Untuk mejaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan, yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peranserta masyarakat merupakan inti keberhasilannya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.
Ø  Struktur Hutan dan Analisis Komunitas Tumbuhan
            Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret adari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari.
            Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antar spesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas.
            Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan inerpretasi data agaar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh.
            Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif, hal ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu sendiri bahwa dia memiliki sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain : fisiognomi, fenologi, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, bentuk pertumbuhan, dan periodisitas.
1.      Fisiognomi
Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat dideskripsikan berdasarkan pada penampakan spesies tumbuhan dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tetumbuhan yang tampak oleh mata.
2.      Fenologi
Fenologi adalah perwujudan spesies pada setiap fase dalam siklus hidupnya. Bentuk dari tetumbuhan berubah-ubah sesuai dengan umurnya, sehingga spesies yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan membentuk struktur komunitas yang berbeda. Demikian juga untuk spesies yang berbeda pasti memiliki fenologi yang berbeda, sehingga keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas tumbuhan akan menentukan struktur komunitas tersebut. Perbedaan keanekaragaman spesies dalam komunitas tumbuhan menimbulkan perbedaan struktur antara komunitas yang satu dengan yang lainnya.
3.      Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dari berbagai proses dalam kehidupan tumbuhan. Kejadian musiman pada tumbuhan dapat ditunjukkan oleh perwujudan bentuk daun dan ukurannya, masa pembungaan, masa bertunas, danpeluruhan buah atau biji.
4.      Stratifikasi
Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua spesies tumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya serta secara vertikal tidak dapat menempati ruang yang sama. Stratifikasi tetumbuhan di bagian atas tanah berhubungan dengan sifat spesies tumbuhan untuk memanfaatkan radiasi matahari yang diterima dan memanfaatkan ruangan menurut keperluan yang berbeda-beda. Dalam ekosistem hutan, stratifikasi tersebut diciptakan oleh susunan tajuk pohon-pohon menurut arah vertikal dan terjadi karena adanya pohon-pohon yang menduduki kelas pohon dominan, kodominan, pohon tengahan, pohon tertekan, dan pohon bawah/mati.
5.      Kelimpahan
Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif spesies organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan kerapatan berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif, kelimpahan dapat dikelompokkan menjadi :
a.       sangat jarang
b.      kadang-kadang atau jarang
c.       sering atau tidak banyak
d.      banyak atau berlimpah-limpah
e.       sangat banyak atau sangat berlimpah



6.      Penyebaran
Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organisme pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu random, seragam dan berkelompok.
7.      Daya hidup
Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup akan menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara kedudukannya dalam komunitas. Daya hidup juga sangat membantuk meningkatkan kemampuan setiap spesies tumbuhan dalam beradaptasi terhadap kondisi tempat tumbuhnya. Lima kategori daya hidup tumbuhan adalah :
a.       V1 : tetumbuhan yang berkecambah, tetapi segera mati.
b.      V2 : tetumbuhan yang tetap hidup setelah berkecambah, tetapi tidak dapat bereproduksi.
c.       V3 : tetumbuhan sedang bereproduksi, tetapi hanya secara vegetatif saja.
d.      V4 : tetumbuhan sedang bereproduksi secara seksual, tetapi sangat kurang
e.       V5 : tetumbuhan sedang bereproduksi sangat baik secara seksual.
8.      Bentuk pertumbuhan
Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk pertumbuhan yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu, herba dan liana. Bentuk pertumbuhan dikelompokkan menjadi lima, yaitu :
a.       Phanerophytes, golongan tetumbuhan berkayu dan pohon yang tingginya lebih dari 30 cm.
b.      Chamaephytes, tetumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm.
c.       Hemicryptophytes, tetumbuhan golongan rerumputan dan herba.
d.      Cryptophytes, tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya berada di bawah permukaan tanah atau air. Tipe tumbuhan tersebut meliputi hydrophytes (memiliki tunas yang berada di bawah permukaan air, helophytes (tumbuhan rawa dan paya dengan rhizome berada di bawah tanah), geophytes (tumbuhan daratan dengan rhizome, akar, dan umbi berada di bawah tanah).
Untuk kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter kuantitatif, yaitu kerapatan, frekuensi dan dominansi. Dalam penelitian ekologi hutan pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tetumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Spesies tetumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan perbandingan nilai penting (summed dominance ratio). Meskipun demikian, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk mendeskripsi komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur komunitas maupun tingkat kesamaanya dengan komunitas lainnya. Parameter yang dimaksud untuk kepentingan tersebut adalah indeks keanekaragaman spesies dan indeks kesamaan komunitas.
1.      Kerapatan
Kerapatan adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume atau dengan kata lain, kerapatan merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Kerapatan yang diberi notasi K dalam kegiatan analisis komunitas tumbuhan.
K   =             jumlah individu      
             luas seluruh petak contoh
Dengan demikian kerapatan spesies ke-i dapat dihitung sebagai K-i dan kerapatan relatif setiap spesies ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai KR-i.
K-i     =   jumlah individu untuk spesies ke-i
                        luas seluruh petak contoh
KR-i  =    kerapatan spesies ke-i        x    100%
              kerapatan seluruh spesies

2.      Frekuensi
Frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat diketemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, frekuensi dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies di dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke-i (F-i) dan frekuensi relatif spesies ke-i (FR-i) dapat dihitung dengan rumus berikut :
F  =  jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies
                      jumlah seluruh petak contoh
F-i  =  jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies ke-i
                           jumlah seluruh petak contoh
FR-i  =  frekuensi suatu spesies ke-i    x 100%
                frekuensi seluruh spesies
3.      Dominansi atau luas penutupan
Dominansi atau luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Dominansi dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar (luas basal area). Untuk kepentingan analsisis komunitas tumbuhan, dominansi spesies (D), dominansi spesies ke-i (D-i) dan dominansi relatif spesies ke-i (DR-i) dapat dihitung dengan rumus berikut :
a.       Jika dihitung berdasarkan luas penutupan tajuk, maka :
D  =      luas penutupan tajuk
         luas seluruh petak contoh
D-i  =  total luas penutupan tajuk spesies ke-i
                   luas seluruh petak contoh
b.      Jika berdasarkan luas basal area atau luas bidang dasar, maka :
D =         luas basal area
       luas seluruh petak contoh
D-i  = total luas basal area spesies ke-i
            luas seluruh petak contoh

DR-i  =    penutupan spesies ke-i       x  100%
                   penutupan seluruh spesies

4.      Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar. Indeks nilai penting merupakan jumlah dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan luas penutupan relatif. Dengan demikian indeks nilai penting (INP) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
INP  =  KR + FR + DR

5.      Indeks keanekaragaman
Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman spesies juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan. Untuk memprakirakan keanekaragaman spesies ada beberapa indeks keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis komunitas, antara lain sebagai berikut :


a.       Indeks Shannon atau Shannon index of general diversity (H)
H  =  - ∑ {(n.i/N) log (n.i/N)}
Keterangan :
H         = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon
n.i        = nilai penting dari tiap jenis
N         = total nilai penting
b.      Indeks Margalef (d)
d  =  (s-1)
        log N
Keterangan :
d          = indeks Margalef = indeks keanekaragaman Margalef
s           = jumlah spesies
N         = jumlah individu
c.       Indeks Simpson atau Simpson of diversity (D)
               s
D = I –   ∑(P-i)2
                   i = 1
Keterangan :
D         = indeks Simpson = indeks keanekaragaman Simpson
P-i        = proporsi spesies ke-i dalam komunitas
S          = jumlah spesies



6.      Indeks kesamaan
Indeks kesamaan atau index of similarity (IS) kadang-kadang diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara beberapa unit sampling, atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks kesamaan tersebut, menggambarkan tingkat kesamaan komposisi spesies dan struktur dari dua komunitas, atau tegakan, atau unit sampling yang dibandingkan. Untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus sebagai berikut :

IS =   2 C
        A + B
Keterangan :
IS  = indeks kesamaan
C   = jumlah spesies yang sama dan terdapat pada kedua komunitas
A   = jumlah spesies di dalam komunitas A
B   = jumlah spesies di dalam komunitas B

Indeks kesamaan juga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
IS  = 2 W
         a + b
Keterangan :
IS  = indeks kesamaan
W  = jumlah dari nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua spesies berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas
a    = total nilai penting dari komunitas A, atau tegakan A, atau unit sampling A
b    = total nilai penting dari komunits B, atau tegakan B, atau unit sampling B




Ø  Kawasan Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung memiliki arti penting bagi kehidupan dan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan pengaturan bagi pengetahuan dan perlindungannya. Fungsi kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan lindung diatur dalam kebijaksanaan pola tata ruang yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung. Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa.
Kawasan lindung menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, meliputi :
1.      Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya terdiri atas :
a.       Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah.
b.      Kawasan Bergambut
Kawasan bergambut adalah kawasan yang unusr pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama.
c.       Kawasan Resapan Air
Kawan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggio utnuk merersapkan air hujabn sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

2.      Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat terdiri atas :
a.       Sempadan Pantai
Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
b.      Sempadan Sungai
Sempandan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
c.       Kawasan Sekitar Danau/Waduk
d.      Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mmepunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
e.       Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
3.      Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam dan cagar budaya terdiri atas :
a.       Kawasan Suaka Alam
Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
b.      Kawasan Suaka Alam laut dan Perairan lainnya
Kawasan Suaka alam Laut dan Perairan liannya adalah daerah yang mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan habitat-alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada.
c.       Kawasan pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.
d.      Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi.
Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan da/atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan pariwisata dan rekreasi alam.
e.       Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas.
4.      Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam.
Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 disebutkan bahwa pengelolaan kawasan lindung dilakukan pada :
1.      Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya.
Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Kriteria kawasan hutan lindung adalah :
a.       Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau
b.      Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih, dan/atau
c.       Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.
Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan. Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediann kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomofologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
2.      Kawasan Perlindungan Setempat
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menganggu keseltarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah :
a.       Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman.
b.      Untuk sungai di kawasan permukaan berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat menganggu kelestarian fungsi danau/waduk. Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 –100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Kriteria kawasan sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
3.      Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk melindungi kenanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejalan dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa. Kriteria cagar alam adalah :
a.       Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya;
b.      Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunan;
c.       Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
d.      Mempunyai luas dan bentuk, tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas.
e.       Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi;
Kriteria suaka margasatwa adalah :
a.       Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya:
b.      Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
c.       Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu;
d.      Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis saitwa yang bersangkutan.
Kriteria hutan wisata adalah :
a.       Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan manusia;
b.      Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman penduduk;
c.       Mengandung satwa buru yang dapat dikembang-biakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa;
d.      Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
Kriteria daerah perlindungan plasma nutfah adalah :
a.       Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan:
b.      Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut;
c.       Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
Kriteria daerah pengungsian satwa adalah:
a.       Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut.
b.      Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut.
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dabn keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan. Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem. Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarian hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha bididaya di belakangnya. Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Perlindungan terhadap taman nasional, taman hutaqn raya dan taman wisata alam dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman nasional dan wisata alam adalah kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki arsitektur benteng alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata. Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
4.      Kawasan Rawan Bencana Alam
Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung, gempa bumi, dan tanah longsor.

D. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
Disamping mengenal praktek-praktek kehutanan secara umum juga harus mengenal praktek-praktek didalam penerapan teknologi hasil hutan seperti : penggergajian kayu, pembuatan venir dan kayu lapis, pembuatan jenis-jenis produk papan lain, mmacam-macam moulding dan joinery (panel-panel dan papan sambungan), pembuatan kertas, aneka produk kerajinan kayu dan pengelolaan macam-macam hasil hutan non kayu (minyak kayu putih, gondorukem, kopal, sutra alam, rotan, aneka ekstrak, lak dan sebagainya ). Perlunya mengenal praktek-praktek penerapan teknologi hasil hutan ini tidak lain agar ada keterkaitan informasi satu dengan yang lainya di dalam mengenal hutan.

BAB III
METODOLOGI
3.1 TEMPAT DAN WAKTU
A. PEMANENAN HASIL HUTAN
v  Tempat : Petak 47 KPH Ngawi BKPH Ngandong RPH Jliru
v  Waktu   : Senin, 7 Juli 2011
B. TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
v  Tempat : TPK Banjar Rejo
v  Waktu   : Senin, 7 Juli 2011
C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
v  Tempat :  Petak 49 KPH Ngawi BKPH Ngandong RPH Jliru
v  Waktu  :  Rabu, 29 Juni 2011
D. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v  Tempat : Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu dan Kesatuan Bisnis Agroforestri KPH Pati BKPH Ngandong
v  Waktu
·         Industri Penggergajian Kayu KIPKJ Cepu : Selasa, 5 Juli 2011
·         Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh : Rabu, 6 Juli 2011
·         Peternakan Madu KBM Agroforestru Regaloh: Rabu, 6 Juli 2011

3.2 BAHAN DAN ALAT
A. PEMANENAN HASIL HUTAN
v  Rencana Tehnik Tahunan Tebangan
v  Surat perintah tebangan
v  Peta Rencana Tebangan
v  Tarif upah / standar biaya tebangan
v  Buku klemstaat
v  Alat ukur pohon
v  Stopwatch dan alat tulis

B. TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
v  Peta situasi/ Tata ruang TPK
v  Pedoman pengujian kayu jati
v  Alat ukur kayu
v  Bagan alir kayu (dari tebang ke TPK)
C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
v  Roll meter
v  Pita meter
v  Tali plastik
v  Kompas
v  Cristen hypsometer atau hagameter
v  Abney level atau Clinometer
v  Tally sheet

D. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v  Alat Tulis

3.3 CARA KERJA
A. PEMANENAN HASIL HUTAN
v  Mempelajari tata waktu dan persiapan-persiapan sebelum tebangan dan nara sumber sumber yang ditunjuk.
v  Mengunjungi petak tebangan dan amati kegiatan penebangan yang ada mulai dari persiapan sampai dengan pengangkutan.
v  Mencatat waktu kerja dari setiap elemen kegiatan penebangan, kemudian hitungan prestasi kerja penebangan.
v  Melakukan latihan kegiatan pembagian batang bersama mandor, kemudian catat volume realisasi dan volume taksasinya untuk menentukan factor koreksi penebangan.
v  Mengumpulkan data-data volume hasil tebangan dan taksirannya untuk pembuatan tarif volume l
v  Mengamati kegiatan penyaradan dan pengangkutan yang ada berikut administrasi dari masing-masing kegiatan tersebut.
v  Melakukan anaslisis terhadap data-data dan perhitungan yang telah anda peroleh

B. TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
v  Mengunjungi TPK terdekat dan perhatian situasi TPK dan keadaan disekitar TPK, hubungkan peta tata ruang TPK dengan keadaan lapangan.
v  Pelajari organisasi (personal) TPK
v  Ikuti aliran kayu yang masuk ke TPK mulai gerbang TPK hingga kayu diambil oleh konsumen ikuti pula system pencatatan/administrasi kayunya.
v  Pelajari macam-macam cacat kayu. Amatilah dua batang kayu, pelajarilah variasi macam cacat kayu yang ada.
v  Pelajari sistem pengujian kayu dan ikuti secara cermat aplikasi pengujian kayu.
v  Mintalah pada petugas penguji kayu untuk memperagakan pengujian kualitas kayu (2 - 3)batang, dari batang yang telah diamati cacatnya
v  Memeriksa contoh kapling yang telah disusun, mintalah keterangan pada petugas tentang tata cara dan ketentuan penyusunan kapling.
v  Melakukan identifikasi kapling serta menentukan kualitas batang yang ada dalam kapling tersebut.
v  Membuat layout TPK dan bagan alir kayu mulai dari petak tebangan sampai kayu siap dijual.
v  Melakukan analisis terhadap data-data yang didapatkan.
C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
v  Pembuatan diagram profil
a.         Buatlah petak berukuran 7,5 m x 60 m, arah memanjang tegak lurus arah sungai secara keseluruhan (titik awal atau titik nol adalah tepi sungai).
b.        Untuk medan yang tidak datar, jarak 60 m adalah jarak datarnya.
c.         Catat semua pohon (nama daerah dan atau nama ilmiah, tinggi total, tebal tajuk, lebar tajuk) dan sapihan (nama dan tinggi)
d.        Gambar posisi pohon dan sapihan di dalam petak, proyeksi horizontal dan proyeksi vertikalnya.
v  Analisis vegetasi
a.         Pembuatan petak ukur dilakukan dengan metode garis berpetak.
b.        Buatlah jalur pengamatan vegetasi sejajar arah sungai di dalam kawasan sempadan sungai (jarak dari tepi sungai + 50 m).
c.         Pada jalur tersebut buatlah 5 buah petak ganda dengan jarak antar petak 50 m.
d.        Setiap petak ganda terdiri dari petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon, 10 m x 10 m untuk pengamatan fase tiang (poles), 5 m x 5 m untuk pengamatan fase pancang (sapling) dan 2 m x 2 m untuk pengamatan fase semai (seedling) serta tumbuhan bawah.
e.         Hasil pengamatan dicatat dalam tabel hasil pengamatan komunitas tumbuhan untuk fase pohon, fase tiang atau poles, fase sapihan atau sapling serta fase seedling atau semai dan tumbuhan bawah.
f.         Deskripsi suatu komunitas tumbuhan menggunakan parameter kuantitatif berupa kerapatan, frekuensi dan dominansi.
g.        Carilah nilai kerapatan, frekuensi, dominansi dan Indeks Nilai Penting pada tingkat pohon, tiang, sapihan serta semai dan tumbuhan bawah.
h.        Untuk mengetahui tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan digunakan parameter indeks nilai penting (INP).
i.          Untuk mengukur stabilitas komunitas digunakan parameter indeks keanekaragaman.
v  Perencanaan Kawasan Perlindungan Setempat
a.       Pengamatan kondisi tanah dilakukan dengan cara mengambil data karakteristik tanah meliputi tebal horizon tanah, tekstur tanah, persentase tanah terbuka, tebal lapisan seresah dan panjang lereng.
b.      Pengukuran ketebalan horizon atau lapisan tanah dilakukan dengan cara membuat profil tanah berbentuk lingkaran berdiameter 30 cm dengan kedalaman maksimal 50 cm. Pengukuran yang dilakukan meliputi tebal lapisan seresah, lapisan organik (lapisan O), lapisan A dan lapisan B pada ke-empat sisi profil tanah (utara, timur, selatan dan barat), kemudian hasilnya dirata-rata. Tekstur tanah juga diidentifikasi dan dicatat.
c.       Pengukuran persentase tanah terbuka, tebal lapisan seresah, panjang lereng dan bentuk-bentuk erosi dilakukan pada kawasan sempadan sungai yang diamati (+ 50 meter di sebelah kanan atau kiri sungai).
d.      Pengamatan kondisi air permukaan dan air tanah dilakukan pada parameter:
1)        Kedalaman air tanah
Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur kedalaman air tanah di sumur (jarak antara permukaan tanah dengan permukaan air sumur). Pengukuran dilakukan dengan perulangan sebanyak 5 (lima) kali dan dihitung rata-ratanya (dalam satuan m).
2)        Debit air
Pengukuran debit air dilakukan di sungai dengan perulangan sebanyak 5 (lima) kali dan dihitung rata-ratanya (dalam satuan m3/detik). Pengukuran dapat dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu dengan menggunakan metode apung .
3)        Debit minimum
Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di atas, tetapi dilakukan pada saat musim kemarau.
4)        Debit maksimum
Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di atas,  tetapi dilakukan pada saat musim penghujan.
5)        Keberadaan air
Pengamatan keberadaan air dilakukan pada air permukaan (sungai) dan air tanah (sumur) secara kualitatif. Kolom keterangan pada tabel bisa diisi dengan : banyak, sedikit, jernih, keruh dll.
e.         Setelah mengetahui kondisi tanah dan air, buatlah rancangan pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat pada sempadan sungai yang diamati dengan mempertimbangkan juga hasil pengamatan pada kegiatan analisis vegetasi dan pengamatan struktur hutan.

D. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v  Mengumpulkan informasi dan data-data sebagai berikut :
a.       Nama, alamat dan status kepemilikan serta sejarah berdirinya pabrik.
b.      Lay out atau tata letak pabrik.
c.       Struktur organisasi tenaga kerja di pabrik.
d.      Jenis, jumlah dan kualita bahan baku.
e.       Jenis, jumlah dan kualita produk yang dihasilkan.
f.       Langkah-langkah dalam proses produksi di pabrik.
g.      Cara dan tujuan pemasaran produk.
h.      Tata cara penanganan limbah pabrik.
i.        Dampak positif dan negatif pabrik keberadaan pabrik bagi masyarakat di sekitarnya.
j.        Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pabrik









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PEMANENAN HASIL HUTAN
Tabel 1. Blangko perhitungan prestasi kerja Penebangan
ELEMEN KERJA
Waktu (dalam menit) untuk pohon ke-i
1
2
Pembersihan Lokasi


Penentuan arah rebah
20

Kepras banir
43

Pembuatan takik rebah
52 detik

Pembuatan takik balas
30 detikl

Pembersihan cabang
152

Pembagian batang
282

Volume mandor
-

Waktu total
569

Waktu rata-rata
569

Waktu normal
524,049

Waktu standar
628,858

PK (m3/Jam)
0,1067 m3/jam

PK (m3/HOK)
0,7472 m3/HOK

Upah/ M3 dari perhutani


Upah/ HOK


All
104,809

V. Tebangan
1,119












Tabel 2. Blangko Pengamatan Perhitungan Volume Pohon Rebah
No Pohon
Tgl Tebang
No Sortimer
Panjang (cm)
Dp (cm)
Du (cm)
Vol Smalian (m3)
Dt (cm)
dt2
Volume Huber (m3)
Vol Newton (m3)
1
4 Juni
1
110
34
33
0,1
33,5
1122,25
96906,29
96913,48


2
260
31
34
0,21
32,5
1056,25
215580,6
215733,7


3
110
30
31
0,08
30,5
930,25
80327,09
80354,28


4
260
20
30
0,188
25
625
127562,5
129263,3


5
210
28
20
0,146
24
576
94953,6
75832,8


6
130
25
28
0,072
26,5
702,25
71664,61
71741,15


7
160
25
25
0,089
25
625
78500
78500


8
70
25
25
0,039
25
625
34343,75
34343,75


9
120
25
25
0,067
25
625
58875
58875


10
110
72
25
0,048
48,5
2352,25
203116,8
219102,4


11
70
19
72
0,021
45,5
2070,25
113760,2
126623,1


12
80
19
19
0,074
19
361
22670,8
22670,8


13
70
16
19
0,015
17,5
306,25
16828,44
16869,6


14
100
16
16
0,021
16
256
20096
20096
Total








1235186
1266809







Tabel 3. Levelling Faktor Untuk Prestasi Kerja
NO.
Faktor
Sifat Pekerjaan
Berat
Ringan
1.
Jenis Kelamin
Laki-laki           √
Perempuan

0,96
1,03

1,03
0,96
2.
Umur
15 – 25       √
25 – 45
45 keatas

0,96
0,99
1,03

0,96
0,99
1,03
3.
Pendidikan
Tidak sekolah
SD                    √
SMP Ke atas

0,96
0,99
1,03

0,96
0,99
1,03
4.
Pengalaman kerja
0– 3  tahun
4 – 6 tahun         √
>6 tahun

1,03
0,99
0,96

1,03
0,99
0,96
5.
Jumlah keluarga
1-3               √
4-5
>5

1,03
0,99
0,96

1,03
0,99
0,96
6.
Jarak rumah
< 2 km                √
2 – 5 km
>5

0,96
0,99
1,03

0,96
0,99
1,03


Pembahasan
Pada pengamatan hasil hutan kayu atau pemanenan dilakukan di petak 47 KPH watutinata. Petak 47 dibagi menjadi 6 blok, setiap bloknya seluas 2 Ha. Dalam kegiatan di lapangan sebelum dilakukan penebangan, para penebang melakukan persiapan mulai dari kelengkapan alat, seragam menuju ke pohon tebangan dan membersihkan areal tebangan untuk memudahkan dan menjaga keselamatan dalam bekerja. Sebelum dilakukan penebangan kayu, dua tahun sebelumnya dilakukan peneresan. Peneresan bertujuan untuk mengeringkan/ menurunkan kadar air pada jati, sehingga memudahkan pada saat penebangan dan pengangkutan. Ketika peneresan dilakukan, pada saat itu pula dilaksanakan kegiatan klemstaat. Klemstaat merupakan pengukuran keliling masing-masing pohon pada ketinggian 1,3 m yang dicatat dalam buku khusus dan ditaksir volume-volumenya menggunakan tarif volume lokal untuk menetukan target tebangan.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, sebelum penebangan kayu dilakukan, maka langkah yang dilakukan adalah persiapan lapangan, persiapan tenaga kerja dan persiapan administrasi. Penebangan pohon bisa dilakukan oleh penebangan pohon bila mandor telah mendapatkan surat perintah tebang. Penebanagan tersebut diselesaikan perblok terlebih dahulu, setelah itu menebang pohon berikutnya pada blok lain.
Penebangan pohon dilakukan menggunakan mesin gergaji yang ditebang dibawah teresan, dimana teresan tersebut terletak diatas banir dari pohon jati yang akan ditebang, setelah pohon ditebang, dilakukan kepras cabang dan untuk pemotongan kayu dibagi menjadi sortimen-sortimen. Berdasarkan pengamatan saat penebangan kayu kayu dipotong menjadi 14 bagian, hal ini dikarenakan kayu yang ditebang digunakan untuk kebutuhan industry (pesanan). Dengan ukuran 110 x 34, 260 x 31, 110 x 30, 260 x 28, 212 x 28, 130 x 25, 160 x 25, 70 x 25, 120 x 25, 110 x 22, 70 x 19, 80 x 19, 70 x 16, dan 110 x 16, dengan urutan penulisan panjang dalam cm dan diameter (cm). volume dari tiap potongan secara berurutan: 0,10 m3, 0,21 , 0,08, 0,188, 0,146, 0,022, 0,089, 0,039, 0,067, 0,048,0,071, 0,074,0,015, dan 0,021.
Pada area pengamatan yaitu petak 47, masa daur tebangnya adalah 60 tahun, padahal kita tahu bahwa masa daur tebang jati adalah 80 tahun. Dalam hal ini terjadi penurunan daur tebang dan terjadi kenaikkan etat, sehingga mengakibatkan rotasi semakin cepat dan konservasi kurang terjaga. Pada area tersebut, dibawah pohon calon penebangan terdapat tanaman jagung. Tanaman jagung ini ditanam bukan untuk tujuan tumpang sari, akan tetapi digunakan sebagai pengamanan kayu yang akan ditebang.
Berdasarkan hasil wawancara kepada mandor tebang, bahwa dalam 1 bulan menghasilkan 450 m3 kayu jati dengan satu Chain saw dan dua truk apabila kayunya besar dan satu Chain Saw dan satu truk bila kayunya kecil.


Hasil pengamatan untuk prestasi kerja penebangan arah dengan waktu rata-rata 569 menit dan waktu normal 524,049, sedangkan waktu standar sebesar 628,858 menit. Dari waktu tersebut maka prestasi kerjanya adalah 0,1067 m3/jam 0,7472 m3/HOK. Hasil akhir dari perhitungan pohon rebah adalah 1235186 m3 dan volume newton 1266809 m3. Selanjutnya dari TPN dilakukan pemuatan kedalam truk. Pemuatan dilakukan dengan tenaga manusia yang dibutuhkan rata – rata 8 orang dengan 2 orang menggunakan tali dan 6 orang mendorong glondongan / log. Biaya muat permeter kubiknya adalah Rp 11.000,-. Dengan prestasi kerja 1,825 m3/jam atau 12,7812 m3/HOK.



















B. TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
Hasil
Tabel 4. Kapling Kayu di Lokasi TPK
No
No kapling
No kayu
Bulan Tebang
Sortimer




Vol (m3)
Mutu
Status
Macam Cacat




Panjang (cm)








Diameter(cm)
Jenis





1
11224
2533
maret 2011
31
A3
220
0,18
T
Lokal
Mata kayu sehat,
2

2546
maret 2011
35
A3
220
0,22
T
Lokal
Mata kayu busuk
3

2550
maret 2011
36
A3
260
0,28
T
Lokal

4

2545
maret 2011
37
A3
220
0,24
T
Lokal

5

2549
maret 2011
38
A3
250
0,29
T
Lokal

6

2526
maret 2011
31
A3
210
0,2
T
Lokal

7

2607
maret 2011
37
A3
210
0,23
T
Lokal

8

1321
maret 2011
32
A3
260
0,23
T
Lokal

9

2542
maret 2011
42
A3
250
0,35
T
Lokal

10

2551
Juni 2011
36
A2
220
0,25
T
Lokal

1
9112

Juni 2011
22-28
A2
190
2,66
M
Lokal
Pecah ranting, inger-inger
1
9113

Juni 2011
22-25
A2
2-2.9 m
1,66
T
Lokal
kayu busuk, Buncak mata kayu sehat
1
10459

Juni 2011
 10-13
A1
1-1.9 m
2,064
M
Lokal
Growong,pecah
1
101139

Juni 2011
16-19
A1
1-1.90 m
1,034
T
Lokal
Pecah, mata kayu busuk

  


PEMBAHASAN
S
esudah kegiatan penebangan pohon dan setiap log telah dibagi menjadi beberapa sortimen, maka kayu tersebut diletakkan di tempat penimbunan kayu dan dilakukan pengujian kayu. TPK bertugas sebagai penerimaan dan penempatan kayu pada blok-blok yang telah ada, pengukuran kembali dan pengujian kayu untuk menetapkan sortimen dan kualitasnya dan penyusunan kapling kayu.
            TPK sebagai gudang kayu akan berhubungan dengan kawasan hutan penghasil kayu, sehingga pemilihan lokasi, daya jangkau penimbunan, daya tampung, dan efisiensi angkutan kayu perlu direncanakan secara cermat. TPK merupakan tindak lanjut dari kegiatan di lapangan dan TPK ini menerima kayu dari berbagai macam tebangan, seperti tebangan A merupakan tebangan produktif, tebangan B merupakan tebangan tebangan pembersihan, tebangan D merupakan tebangan karena bencana alam dan tebangan E merupakan tebangan penjarangan.
            Pengamatan ini dilakukan di TPK Banjarejo pada KPH Ngawi KBM 1 Madiun, TPK ini terdiri dari kayu produksi dan non produksi. Kayu non produksi terdiri dari kayu sisa pencurian, kayu bukti, dan kayu temuan. Luas TPK ini seluas 12 ha. Pembagian kelas TPK berdasarkan daya tampung dari TPK tersebut. Tata ruang pada TPK ini terdiri dari blok rimba, blok kayu jati, blok kayu produksi dan blok kayu non produksi.     
            Pada TPK Banjerejo, kayu yang masuk harus masuk lewat pintu pengarah. Dimana mandor yang bertugas dalam mengatur arah dan letak kayu adalah tugas mandor pengarah. Tugas mandor pengarah adalah mencatat jumlah batang (dokumen), register kayu, dan jumlah kayu yang masuk dalam satu tahun. Tugas mandor penerima adalah  mengukur, membongkar, menguji, dan melasah kayu yang masuk ke dalam TPK. Jenis kayu non produksi adalah kayu rimba dan kayu jati. Lama pengambilan kayu di TPK setelah dibeli adalah  1 bulan, dan apabila lebih dari 1 bulan, maka pembeli akan dikenakan biaya. Serta apabila kayu belum diambil lebih dari 6 bulan, maka kayu tersebut menjadi hak milik perhutani kembali. Untuk proses kayu yang dikeluarkan (pemasaran) yaitu harus ada dokumen dan hasil lelang. Volume kayu yang dibeli tergantung pesanan pembeli. TPK Banjarejo melakukan kerjasama dengan PT. Kaya Raya dalam pengolahan kayu.
            Pembagian blok-blok pada kayu bertujuan untuk membagi petak-petak (kapling) yang membantu dalam pencarian kayu yang akan dipasarkan. Serta dilakukan penjagaan pada setiap kapling. Pada akhir tahun, selalu dilakukan perhitungan jumlah kayu yang harus sesuai berdasarkan data administrasi yang ada. Asisten manager (Asman) sebagai tempat penjualan kayu. Mandor kapling bertugas dalam penupukan kayu berdasarkan sortimen, diameter, dan mutu kayu. Daftar kapling adalah data semua kapling kayu (nomor, diameter, volume, dan lain-lain). Pemasaran kayu dilakukan oleh mandor pemasaran melalui saluran kontrak, saluran langsung, dan saluran lelang. Berdasarkan hasil pengamatan, pada nomor kapling 11224 dan nomor kayu 2533 dengan bulan tebang maret 2011 merupakan jenis A3 dengan diameter31 cm dan panjang 220 cm , sehingga menghasilkan volume kayu 0,18 m3 dengan mutu T dan status lokal. Dikatakan demikian karena kayu kayu ini dilihat cacat mata kayu sehat, mata kayu busuk dan arah serat. Untuk nomor kapling lainnya dapat dilihat pada tabel yang telah tercantum pada tabel 4.
            Untuk pengujian kayu, pengujian kayu dapat dilakukan dengan melihat cacat, dihitung, dan dilihat cacat kayu sesuai dengan buku panduan. Pengujian kayu dilakukan oleh penguji tingkat 1, penguji tingkat 2, dan pengujian pelaksana. Pengujian kayu juga tergantung pada jenis, ukuran, diameter, dan sortimen. Pada kayu terdapat 3 macam cacat kayu, yaitu cacat bentuk (alur, arah serat, dan silidris), cacat badan (puncak, mata kayu, kulit tumbuh, dan pecah), dan cacat bontos (growing, inger-inger, pecah hati, dan during).
            Agar lebih jelas aktivitas di TPK dapat dilihat dibawah ini, antara lain :
1.    Penerimaan Kayu Hasil Hutan
Semua hasil hutan yang masuk harus disertai surat yang sah yaitu 304 A untuk kayu yang bernomor dan 304 untuk kayu yang tak bernomor. Pada 304 A berisi keterangan antara lain : No kayu, ukuran, mutu dan volume yang mana keterangan ini juga ditulis pada penampang melintang sortimen bagian ujung. Kemudian setelah cek surat, dilakukan proses pengujianoelh penguji yang berhak dan mempunyai sertifikat (SIM) untuk mengetahui kualitas dan mutu dari kayu tersebut. Selanjutnya adalah kayu dilangsir ke kapling yang telah disediakan.
2.    Daftar Pengangkutan
Setiap lembar daftar angkutan hanya untuk sortimen, lembar ini dirangkap dan rangkap 2 sebagai bukti di TPK.

3.    Penjualan dan Penyerahan
TPK merupakan showroom bagi kayu hasil hutan, pelanggan dalam membeli memilih kayu dengan bentuk dan ukuran yang sesuai terlebih dahulu di TPK kemudian porses administrasi dan pembayaran dilakukan di KMB I Madiun. Proses penjualan dapat dengan penjualan langsung, kontrak, atau lelang yang dilakukan 2 minggu sekali. Kemudian setelah selesai proses edministrasi dan keungan, tanda bukti yang dikeluarkan dibawa saat pengambilan sortimen di TPK. Dan pihak TPK menyerahkan kayu dan menghapus sortimen dari daftar kaplingnya.
4.    Pembukuan di Buku Stock
Pembukuan dilakukan guna memudahkan dalam mengawasi kayu terhadap stock kayu. Stock tersebut didaftar dalam buku 309 A untuk kayu bernomor dan 309 untuk kayu tak bernomor.
5.    Daftar kapling
Semua jenis kayu yang masuk ke TPK ditemaptkan sesuai dengan kapling  yang telah disediakan dan sesuai dengan kelas, status dan mutu kayu. Kemudian dibuat daftar nomor kapling  dan disertai dengan tanggal masuk, jumlah kayu, ukuran kayu,  dan volume total kayu yang ada di setiap kapling. Kemudian daftar kapling akan dihapus bila kayu dalam satu kapling telah terjual dan telah dilakukan pelunasan.



6.    Daftar Mutasi
Tiap 2 periode masa pembayaran, surat – surat bukti pengurangan dalam masa tersebut ( daftar pengfankutan dan bukti pengurangan) harus dibuat dalam daftar mutasi A rangkap 3 dimana 1 dan 2 ke KBM dan surat 3 dibukukan. Dan selanjutnya lembar ke-2 kembali ke TPK (setelah dilakukan pemeriksaan)
7.    Daftar Pembetulan
Untuk semua  kesalahan, baik pembukuan dan pengurangan disebabkan :
-          kesalahan ukuran                                 - uji ulang
-          perubahan sortimen                             - kecurian
-          Over backuping                                   - kebakaran dll
Maka dilakukan revisi dan dimasukan dalam buku 308
8.    Buku Persedian Pihak Ke-3
Kayu yang sudah terkapling dan laku, mejadi persedian pihak ke-3. daftra kapling yang sudah dimasukan di buku persedian pihak ke 3 dan yang telah diangkut oelh pemilik kapling maka ada pengurangan persedian pihak ke-3
Secara garis besar fungsi TPK dikelompokan kedalam 3 fungsi utama antara lain :
a.    Fungsi penerimaan ( dokumentasi dan pengujian kayu).
b.    Fungsi penyimpanan (kapling dan blok)
c.    Fungsi penyerahan ( penjualan lasngsung, lelang dan kontrak)
     Pengujian kayu dilakukan setelah dokumentasi kayu yang masuk ke TPK sudah lengkap dicatat. Kemudian kayu dibedakan atas mutu, status serta kualitasnya. Pengelompokan ini berdasrkan ukuran serta jenis cacat yang ada. Status kayu dapat dibagi dalam status veenir, hara dan lokal. Sortimen –soteimen kayu dibagi kedalam 3 kelas antara lain : A1 dengan rincian diameter < 20cm dan dibedakan menjadi kelas pertama (Pn), kedua (d), ketiga (t) dan keempat (m). A2 dengan diameter 20-29 cm dan terbagi menjadi 5 kelas P, d, t, m dan  U (utama).  Terakhir kelas A3 dengan diameter >30 cm dan mutu P, D, R, M, U, L.  Jenis sortimen dengan mutu yang yang terendah adalah KBP (kayu bahan Parket) jenis ini biasanya digunkan untuk papan lantai yang disambung (finger joint). Kualitas KBP dan kenampakan sortimen yang buruk akan menyebabkan cacat yang tinggi. Penentuan mutu dan kelas suatu sortimen tergantung dnegan cacat yang tidak diperkenankan, permukaan bebas cacat, cacat ringan yang diperkenankan pada permukaan bebas cacat.
Penentuan cacat dimulai dengan penentuan cacat terberat terlebih dahulu. Cacat ini akan mempengeruhi harga, mutu dan kulaitas kayu, mka jika salah dalam penentunan pengujian akan terjadi kerugian dan penguji bertanggung jawab.
Pada fungsi penyimpanan, kayu di TPK ini menggunkan sistem blok. Dimana kayu-kayu yang memiliki status yang sama dan jenis ynag sama di masukan/ditempatkan pada blok yang sama misalnya blok D-6 untuk status kayu hara. Kemudian di dalam sistem blok terdapat sistem kapling. Dalam 1 kapling terdapat beberapa sortimen dengan status  dan ukuran yang sama. Tiap kapling berbeda-beda jumlah dan volume kayu yang ada dan mempunyai nomor kapling sendiri-sendiri. Dalam satu kapling  kayu yang ada diikat dengan sabuk kapling berwarna putih dari cat. Ada beberapa penyimpanan dari kayu hasil bukti pencurian dan temuan, sehingga  berbeda dalam prosesnya.










C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
1. Data pada pengamatan di dalam sempadan sungai :
Tabel 5. Data Perhitungan Analisis Vegetasi Untuk Plot Ukuran 10m x 10 m   Untuk Tumbuhan Fase  Tiang (Poles).
No
Nama spesies
n
LBDS
Luas
K
KR(%)
F
FR(%)
D
DR (%)
INP  (%)
1
Tectona  grandish
32
0,31
0,1
320
100
1
100
0,01
100
300

Tabel 6. Data Perhitungan Analisis Vegetasi Untuk Plot Ukuran 5m x 5m Untuk Tumbuhan Faset Pancang (Sapling).
No
Nama spesies
n
LBDS
Luas
K
KR(%)
F
FR(%)
D
DR (%)
INP (%)
1
Tectona grandish
31
0,10574
0,025
1240
88,571
1
92,105
4,23
99,06
279,74
2
Breynia ( kenidai)
4
0,001003
0,025
160
11,429
0,086
7,8947
0,04
0,94
20,263


Tabel 7. Data Perhitungan Analisis Vegetasi Untuk Plot Ukuran 10m x 10m Untuk Tumbuhan Fase Semai (Seedling).
No
Nama spesies
i
n
% penutupan
Luas
K
KR(%)
F
FR(%)
D
DR (%)
INP (%)
1
Ilalang
9
9
435
0,001
9000
26,47
0,265
26,471
435000
44,94
97,879
2
Krinyu
6
6
155
0,001
6000
17,65
0,176
17,647
155000
16,01
51,307
3
Breynia
5
5
120
0,001
5000
14,71
0,147
14,706
120000
12,4
41,808
4
Anakan jati
9
9
148
0,001
9000
26,47
0,265
26,471
148000
15,29
68,23
5
Semampung
3
3
75
0,001
3000
8,824
0,088
8,8235
75000
7,748
25,395
6
Spesies x
1
1
15
0,001
1000
2,941
0,029
2,9412
15000
1,55
7,4319
7
Spesies y
1
1
20
0,001
1000
2,941
0,029
2,9412
20000
2,066
7,9485














Tabel 8. Perhitungan Nilai Indek Shannon Wiener (H) dan Indek Margaref (D)
No
Tumbuhan Tingkat
H
D
1
Pohon
0
0
2
Tiang
0
20,59595
3
Pancang
0,107374
76,93924
4
Semai
0,002426
227,9502


2. Data pengamatan di luar sempadan sungai
Tabel 9.  pengamatan di luar sempadan hanya mengamati tumbuhan tingkat semai dengan petak ukur 1m x 1m.
No
Nama spesies
i
n
% penutupan
Luas
K
KR(%)
F
FR(%)
D
DR (%)
INP (%)
1
Ilalang
7
7
173
0,001
7000
24,14
0,241
24,138
173000
26,7
74,973
2
Krinyu
6
6
160
0,001
6000
20,69
0,207
20,69
160000
24,69
66,071
3
Breynia
4
4
90
0,001
4000
13,79
0,138
13,793
90000
13,89
41,475
4
Anakan jati
7
7
110
0,001
7000
24,14
0,241
24,138
110000
16,98
65,251
5
Semampung
3
3
85
0,001
3000
10,34
0,103
10,345
85000
13,12
33,807
6
Spesies x
1
1
15
0,001
1000
3,448
0,034
3,4483
15000
2,315
9,2114
7
Spesies y
1
1
15
0,001
1000
3,448
0,034
3,4483
15000
2,315
9,2114









Tabel 10.  Pengamatan Kondisi Air Permukaan
No
Parameter


Hasil Pengukuran

Rerata
Keterangan


1
2
3
4
5


1
Kedalaman Air Tanah
12 
30 
 15
0,5 
 11,9

2
Debit Air
0,088
0,099
0,099
0,077
0,077
0,0886

3
Debit Minimum







4
Debit Maksimum







5
Keberadaan Air
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit




dan keruh
dan keruh
dan keruh
dan keruh
dan keruh



Perhitungan hasil pengamatan kondisi air permukaan
Diketahui :
L = 6 m
S = 5 m
H = 11,9 cm = 0,119 m
A = 0,714

v  V1 = S/t                                                          D = A x V1
            = 5 / 40,7 = 0,123                                                = 0,714 x 0,123 =
     = 0,088


v  V2 = S/ t                                                         D = A x V2                
                  = 5/ 35,7 = 0,14                                             = 0,714 x 0,14
                                                                                         = 0,099


v  V3 = S/ t                                                         D = A x V3
                  = 5/ 47 = 0,11                                                = 0,714  x 0,11 = 0,08



v  V4 = S/ t                                                         D= A x V4
                  = 5/ 36,1 = 0,14                                            = 0,714 x 0,14  = 0,099


v  V5 = S/ t                                                         D =  A5 x V5
                  = 5/ 46,1 = 0,108                                           = 0,714 x 0,108 = 0,077

D total = V1 + V2 + V3 + V4 + V5 = 0,443
D rata-rata = 0,443/ 5 = 0,0886

PEMBAHASAN
Dalam acara konservasi tanah dan air yang perlu diperhatikan antara aliran debity sungai, erosi tanah dan tinggi permukaan tanah, adapuan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengatahui tingkat kelasyakan suatu kawsan hutan dalam menyokong fungsi hutan itu sendiri. acara ini dilakukan pada petak 47 RPH Ngandong. Pengamatan dilakukan pada daerah sempadan sungai dan pada hutan produksi yang mana semapadan adlah hutan dengan kawasan perlindungan setemapat dan hutana produksi sebgai non KPS. Dalam penentapan fungsi sebagai tata guna hutan yang diperhatikan selain 3 parameter diatas yaitu kondisi lapisan tanahnya.
Ketebalan lapisan tanah yang diamati yaitu seresah, organik A dan B. Pada kawasan perlindungan setempat tebal seresah dan lapisan organik relatif tipis. sedangkan laipasn A setebal 20 cm dan B 30 cm dengan textur lempung. dan hasil pengamatan pada non KPS seresah setebal 2,3 cm, organik 0.5-1 cm, lapisan A 50 cm dan lapisan B belum ditemukan karena kedalam pengamatan hanya 50 cm dari permukaan tanah. pada area KPS terdapat erosi permukaan dan alur pada kelerengan 15o dan pada non KPS dengan kelerengan 1o tidak terdapat erosi.

Setelah dianalisa keadaan KPS dan hutan produksi memiliki keadaan yang berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan fungsi sesuai dengan produksifitas lahan agar dapat optimal. pada kawsaan perlindungan setempat akan terjadi erosi yang cukup tinggi, hal ini tentunya dapat menurunkan kesuburan tanah. data ini didukung oelh kelerangan 15o sehingga air hujan akan mekuncur dengan relatif lebih cepat dan mudah menghanyutkan seresah dan organik tanah bila dibanding dengan kawasan produksi di bagian atas dengan kelerengan hanya 1o. perencanaan terhadap kawsan perlindungan setempat in haruslah disesuaiakan dengan keadaan. namun pada kenyataannya, daerah ini kurang diperhatikan khsusnya pada sempadan sungai terlihat dengan banyaknya trubusan pohon jati dan tidak terawat. idealnya untuk kPS haruslah vegetasi dengan perakaran dalam dan dengan jenis yang bervariasaidab nenounyai variasi stratum tajuk. Hal ini penting untuk mengurangi tingkat erosi yang terjadi, sehingga pada KPS ini sebaiknya memang disiapkan untuk penanggulangan erosi dan vegetasi yang ada tidak ditebang dan jika perlu divariasi dengan vegetasi lain sehingga didapat kawasan dengan stratum komplek dan akan lebih optimal untukj perlindungan stempat dan mengurangi tanah terbuka.
Sedangkan pada kawsan produksi dengan kondisi demikian memang lebih cocok untuk kawasan produksi dengan kelerangan hanya 1o dan ketersediaan air tanah sedalam 4,85 meter akan mendukung kesburan, selain itu seresah dan lapisan organik cukup tinggi sehingga unsur hara tidak terputus siklus bila dibanding pda kawasan perlindungan setempat. namun yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesuburan tanah terhadap tegakan yang diatasnya.
            Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan di dalam sempadan sungai bahwa untuk pengamatan tingkat pohon tidak ditemukan, pada fase tiang yang mendominasi adalah jati karena disini merupakn hutan tanaman jati milik Perum Perhutani. pada tingkat pancang yang mendominasi adalah jati dan kenidai (breynia) seangkan Pada tingkat semai yang mendominasi adalah jenis ilalung dan anakan jati. Untuk pengamatan di luar sempadan sungan yang mendominasi adalah ilalang kerinyu dan anakan jati. Pada perusahaan perum perhutani memang khusus hutan tanaman jati jadi jenis-jenis yang mendominasi merupakan jati itu sendiri karena merupakan usaha BUMN untuk memenuhi kebutuhan kayu di Indonesia. Lahan yang ditanam homogen menimbulkan keanekaragaaman yang sangat kecil sehingga untuk tumbuhan tingkat semai yang mendominasi adalah jenis ilalang karena pada lahn ini kondisi tanahnya kurang subur/gersang jadi tidak banyak jenis yang dapat tumbuh pada lahan ini.

D. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
A.      Ringkasan Hasil / Data Lapangan
1.  INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU
v  Nama Perusahaan        : Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu.
v  Lokasi                         : Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro.
v  Sejarah                                    :
a.       1975 : Perusahaan didirikan dengan produk veneer sayat.
b.      1976 : Diresmikan menjadi KIPKJ Cepu.
c.       1978 : Dibangun 1 unit PGM, 1 unit Moulding&Parket, unit KILN Dry.
d.      1987 : Dibangun 1 unit PGM.
e.       1999 : Pemisahan unit moulding :
                        - Unit Pabrik GF (Garden Furniture) 1 
            - Unit Pabrik GF (Garden Furniture) 2 
                        - Unit Pabrik GF (Garden Furniture) 3
                        - Unit FJL ( Finger Join Laminate)
v  2006 : Penggabungan KIPKJ
                        Randublatung (KBMIK) → Februari 2006
v  Bahan baku
     Jenis bahan baku : utama → Kayu jati
     Menerima pesanan kayu rimba (mahoni, pinus, sengon).
     Asal & jumlah     : KPH Cepu
                                   KPH Kebonharjo
                                   KPH Blora
                                   KPH Mantingan
                                   KPH Kendal.
v  Ukuran dan Kualitas :
·         Ukuran yang terdapat di KBM ini hanya sortimen A2 dan A3. A2 berukuran sama dengan A3, yaitu 0 – 40 ; 0 – 90 dengan diameter
·         Kayu yang digunakan pada industri tersebut di atas berkualitas hara, local dan vinir.
v  Produksi
Proses produksi pada Perum Perhutani KBMIK Cepu diawali dari TPK     Log dan berakhir di TPK Finish Product
1.      Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Log
TPK Log berkewajiban menyediakan kayu log Sebagai Bahan Baku Industri (BBI),oleh TPK – TPK dari Kesatuan Bisnis Mandiri Pemasaran Kayu (KBM Sar) terdekat dengan alokasi sesuai target yang ditetapkan Perum Perhutani Unit 1 Jawah Tengah. Log berasal dari beberapa KPH suplier yakni Cepu, Kebonharjo, Blora, Mantingan, Kendal. Log yang berasal dari Cepu, Randublatung sebanyak 13600 m³. Log-log yang berada di TPK ini termasuk Sortimen A3 dan A2.Fungsi TPK : sebagai tempat input, kayu yang datang, kayu yang sudah dipilih oleh petugas industri yang dikoordinasi oleh asper penguji.  
2.      PGM (Pengergajian Mesin)
Penggergajian mesin mempunyai tugas menggergaji kayu log menjadi jeblosan maupun komponen untuk memenuhi kebutuhan Bahan Baku Industri (BBI) pabrik maupun untuk memenuhi order komponen. Kapasitas produksi terpasang per pabrik ± 500 m3 per-bulan atau 6000 m3 per-tahun Proses penggergajian untuk menyuplai Pabrik Garden Furniture. Prosedurnya berupa  : Penerimaan SPK dari GM → Membuat rencana kerja sesuai order. Kemudian meminta log dari TPK sesuai dengan permintaan. Kemudian log dikirim ke PGM dan diletakkan pada mesin LBS. Kegiatan penggergajian dilakukan pembagian perkelompok. Dalam kegiatan penggergajian harus habis tidak boleh ada sisa.
Proses Produksi :
-          mesin LBS dengan log menjadi jeblosan sesuai order. Pemolaan pada kayu dengan output rendemen tertinggi.
-          Masuk ke mesin BRS sekunder untuk membuat kelebaran sesuai order, lalu dipola lagi.
-          Mesin potong (cros cut) untuk memotong hasil produksi dari BRS ke  arah panjang sesuai order.
-          Ditempatkan di desk output, kemudian diuji mutunya U-P-D-T (standart mutu) menurut SNI.
Sebelum masuk ke bagian pengeringan terlebih dahulu masuk ke pabrik pengasahan SBS. SBS melayani alat-alat produksi sebagai departemen service yang ada di KMMI Cepu. SBS ini merupakan bagian pengasaha gergaji dan alat produksi lainnya. Gergaji yang diasah/service pada bagian ini adalah :
a.       LBC (Log Bain Saw) gergaji utama yang berfungsi membelah log dengan ukuran 920cm dan 820cm.
b.      BRS (Bain Re Saw) membelah ulang dengan panjang 780cm.
c.       Sekunder Saw panjang 6,8cm.
d.      SBM (Small Bain Saw) untuk membelah lengkungan dan membuat cekungan.
   
e.       Baja Intan/TCT (Tunksen Carbide Tipped) atau HM dengan kekuatan belah gujamuntuk finishing.
f.       Mesin buat  mengasah : Pressing Mening Sekunder.
Mengasah samping, setelah diasah depan agar tidak kasar, ketentuan tebal 1,2cm jarak giwaran. Tujuannya untuk penghematan material. Jarak antar gigi ¼ inc dengan jarak giwaran 2,4 – 2,5 cm.   
3.      Pabrik garden Furniture (GF)
Mengelolah bahan baku RST dan komponenen menjadi produk jadi (finish product) berupa” Garden Furniture “ kemempuan proses 143 m3 per-bulan atau 1800 m3 pe jadir-tahun yang dikerjakan 2 shif, 3 pabrik Garden Furniture.

4.       Pabrik Pintu/Housing Componen
Mengelolah bahan baku komponen dan jeblosan menjadi produk jadi (finish product) berupa : kusen, pintu, housing, componenet dengan kemempuan proses  20 m3 per-bulan atau 240 m3 per-tahun dikerjakan 2 shif.
5.      Pabrik Finger Joint Laminating (FJL)
Mengelolah bahan baku reng dan afval dengan hasil produksi : papan FJL dan bahn kusen, dengan kemampuan proses 50 m3 per- bulan atau 600 m3 per-tahun, dikerjakan 1 shif.

6.      Riset dan Pengembangan
Unit riset dan pengembangan adalah unit pabrik yangdiperuntukan untuk pembuatan contoh produk maupun pengembangan produk baru. Kemampuan proses 10 m3 per-bulan atau 120 m3 per-tahun, dikerjakan 1 shif.
7.       Pabrik Vinir
Pada bagian ini terdapat mesin slash yang berfungsi memotong kecil log sesuai dengan ukuran tebal dan panjang (0,25 – 0,655 mm untuk tebal). Terdapat mesin pengering dengan pengaturan suhu 47˚ C . Mesin pemotong samping dan pemotong panjang serta mesin pengepresan merupakan mesin-mesin baru yang didatangkan pada tahun ini. Pada bagian ini dilakukan penyeleksian dan pengemasan menjadi block weer,log weer, dan placer. Kapasitas produksi 2.000.000 m2 s/d 3.000.000 m2 per-tahun

8.      Pengeringan Kayu
Dilakukan agar kadar air kayu mencapai 12 %,sehingga kayu tidak berubah bentuk (dimensi) Runtutannya adalah : bahan baku industr:i terutama PGM dan TPK diterima bagian penerimaan pengeringan disertai surat pengantar sementara (kitir) untuk dicocokkan dengan kayunya. Kemudian dilakukan stacking (ditata), lalu dimasukkan dalam ruang pengering (cumber). Pengeringan dilakukan dengan suhu 40˚, tiap 2 hari sekali dinaikkan 5˚ C sampai kadar air mencapai 8% - 12%. Jenis pengeringan 2 pintu memiliki 8 kipas yang memiliki kecepatan pengeringan sama, bermerek Hidelbrand. Pengeringan 1 pintu dengan 3 kipas dengan merk basuki. Proses pengeringan berlansung 7-10 hari, namun mengalami permasalahan berupa melengkungnya kayu. Daya tampung tempat pengeringan adalah 30-35 m³ dengan sumber panas dari 2 ketel sirkulasi panas, bahan baku kayu limbah gergajian. Kapasitas proses 90 m3 per-proses (± 2 minggu) dengan 8 buah chamber
9.      Pengasahan
Merupakan unit pendukung kelancaran proses produksi pabrik yang berkaitan dengan pemeliharaan pisau dan gergaji.
10.  Bengkel, Teknik Listrik/Mesin
Merupakan unit pendukung kelancaran proses produksi pabrik apabila terjadi kerusakan mesin/instalasi listrik di pabrik dan juga melakukan renovasi mesin-mesin untuk menunjang kelancaran produksi.
11.  TPKRST
Bertugas menerima bahan baku RST baik dari indusrti kayu lain maupun KBM Sar dalam bentuk RST serta dari pabrik intern KBMIK Cepu sendiri berupa RST dari sisa pembuatan komponen. Mengatur/menata BBI untuk mempermudah prosespegiriman selanjutnya, juga bertugas mengirim bahan bakuuntuk kebutuhan pabrik serta mempersiapkan pengaplingan untuk kebutuhan pemasaran. Melayani pengangkutan apabila barang laku terjual.

12.  TPK Finish Product
Bertugas menerima dan menyimpan semua hasil produksi finish product pabrik, agar produk tersebut aman dan tertata rapi untuk mempermudahkan proses pengiriman selanjutnya. Menyiapkan pengkaplingan untuk proses penjualan, serta melayani pengangkutan apabila produk laku terjual atau diserahkan ke KBM lain.

B.       Pemasaran
a)         Penjualan Ekspor
Pemasaran hasil produksi untuk pelayanan ekspor dilaksanakan IKC sendiri dan KSP. Adapun negara tujuan ekspor yang pernah dilaksanakan antara lain : Asia, Eropa, Amerika, Australia, dan Timur Tengah.
b)        Penjualan Dalam Negeri
Ø  Untuk produk pesanan (order) pelayanan penjualan dapat dilaksanakn lewat penjualan kontarak maupun penjualan langsung.
Ø  Untuk pelayanan penjualan stock dapat dilakukan lelang, kontrak dan penjualan langsung.

c)         Promosi
Untuk memperluas pemasaran dilakukan kegiatan promosi melalui pameran dan pembukaan Show Room yang mana diharapkan dapat memberikan informasi kepada calon pembeli.

C.       Tenaga Kerja
Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu adalah suatu kesatuan organisasi yang dipimpin oleh seorang General Manager yang bertanggung jawab kepada kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah di Semarang.
Struktur organisasi berdasarkan pada Surat Keputusan Direksi No.554/KPTS/DIR/2005 tanggal 26 September 2005.
Kondisi tenaga kerja berdasarkan jabatan per 30 oktober 2009 sebagai berikut :
Ø  1. Orang pejabat setingkat GM.
Ø  3. Orang pejabat setingkat Manager.
Ø  14. Orang pejabat setingkat Asisten Manager.
Ø  28. Orang pejabat setingkatKepala Urusan.
Ø  428. Orang Staf Pelaksana.
Dengan status :
-          Pegawai Negeri Sipil       = 1 orang
-          Pegawai perusahaan         = 214 orang
-          Calon Pegawai (Capeg)  =     -  orang
-          Pekerja Pelaksana             = 313 orang
Jumlah                              = 528 orang
Selurikuh tenaga teknis maupun non teknis adalah tenaga kerja Indonesia yang diantaranya telah mendapatkan kursus/pelatihan di Pusdiklat SDM Perhutani.

D.      Pemampaatan Afval/Limbah
v  Afval
Diproses ulang untuk menjadi Finger Joint Lamiating (FJL) kemudian sisa proses limbah dimamfaatkan untuk keperluan pembakaran pada ketel pabrik pengeringan dan pabrik venir, dijual serta dimamfaatkan oleh masyarakat sekitar yang membutuhkan setiap 1 minggu sekali
a.    Serbuk Kayu
            Dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar KBMIK Cepu untuk keperluan bahan bakar memasak yang diberikan setiap 1 minggu sekali.





Ø  Analisis umum
     Dari pengamatan yang kami lakukan beberapa hal yang perlu diperhatikan adlah masalah keamanan kerja. Aturan yang berlaku di kantor KBMIK salah satunya ” dalam menjalankan mesin menggunakan alat-alat keamanan seperti sepatu, masker, sarung tangan, dan helm.” namun kenyataannya ada penyimpangan ”tidak menggunakan helm” dan hal ini patut jadi perhatian.
     Dalam sisi ergonomis, kondisi kebersihan bagus dan limbah diproses atau dikumpulkan menjadi satu dalam tempat yang sudah disediakan. Limbah padat berupa limbah kayu gergajian atau kayu olahan dan saw dust diroses lebih lanjut. Untuk saw dust digunakan sebagai bahan bakar mesin pengering. Limbah kayu gergajian diolah lagi untuk jadi bahan kayu laminating. Tata letak proses produksi kurang ergonomis, seharusnya tata letak alur produksi beberbentuk U, mulai dari gergaji utama gudang, sehingga mudah dalam pemindahan hasil produksinyadan jika akan dikirim ke konsumean dapat langsung dikirim.
Untuk limbah cair dari pabrik veneer belum ada penanganan yang lebih spesifik. Sebenarnya limbah cair dari hasil rendemen dari kayu jati dapat diolah jadi bahan penghambat rayap, karena zat ekstraktif dari jati dapat mencegah kayu dimakan rayap.
      Dalam mesin pengeringan,tiap mesin secara teoritas homogen kayu yang dikeringkan, namun kapasitas produksi yang besar dan ukuran sortimen yang berbeda tidak mungkin untuk menyesuaikan dengan teori dan aturan yang sebenarnya.










Ø  Alur Proses Produksi :
TPK
Log yard
KBMIK Cepu
Pengoperasian ke mesin gergaji utama
I
 




I. gergaji utama
Pabrik veneer
 



Show room
pemasaran
Warehouse
P. GF dan HC (FJL)
P. GF
P. GF II dan HC
P. GF III (pintu)
sampai finishing
Pabrik lanjutan
Mesin pengeringan
 









Ø  Struktur Organisasi :


GM
Kepala pabrik
Ass. manager
personalia
M. pengolahan Randu blatung
Kepala pabrik

Ass. manager

Pemasaran
M. pemasaran
Kepala pabrik

Ass. manager

Koor
M. pengolahan kayu cepu
produksi
Tata usaha
pemasaran
 











Ø  Pembahasan secara umum
Pada awal berdiri KBMIK berbentuk Kesatuan Industri Kayu tahun1975 dan diresmikan oleh ibu presiden. Di awal kelola KBMIK langsung dibawah Perhutani sehingga tidak ada fokus kelola antara pengelolaan sumberdaya hutan dan pemasaran produksi kayu. Diawal kelola KBMIK hanya membuat sortimen kayu dari log terkait kebijakan larangan untuk mengeksport log. Hingga akhirnya keluar keputusan direksi th 2006 tentang sistem kelola, ada 2 fokus yaitu pengelolaan dan pemasaran produk.
Pengelolaan SDH dipegang oleh Perhutani sedang pemasaran produk oleh KBM (Kesatuan Bisnis Mandiri), sehingga KBM terfokus terhadap profit dan harus secara mandiri mengelola perusahaan agar berjalan. Dari pemisahan ini terdapat efek positif terhadap prestasi perusahaan. Setelah terjadi perubahan sistem, KBM mulai berbenah dari cara promosi, penentuan harga, dan negosiasi secara mandiri, efesiensi proses produksi serta pencapaian target produksi dan penumbuhan budaya yang memacu perkembangan industri.
Proses produksi disana masih tergantung pada suply bahan baku kayu yang berasal dari  KPH diantaranya : Cepu, Randublatung, Matingan, dan Bendoharjo. Salah satunya telah dipisahkan karena telah tersertifikasi. Diketahui bahwa pasar akan lebih memilih produk kayu dari hutan yang telah bersertifikat oleh lembaga terpercaya. Selanjutnya dari TPK di KBMIK masuk ke PGM untuk dijadikan bahan oleh pabrik seperti papan, blambangan dan lainnya, kemudian dikeringkan dengan drying secara oven. Setelah kering dengan KA 10 – 12% masuk ke pabrik Garden Furniture dan kayu sortimen yang tidak masuk ke GF akan digunakan untuk FJL / finger join laminating sementara log yang bagus masuk ke pabrik veneer. Veneer dilakukan dengan cara slices untuk dijadikan plywood. Dalam pabrik GF dibagi menjadi 3 terminal, pembahanan, penamaan dan perakitan.





Pembahanan adalah pembuatan bahan sortimen yang meliputi proses planner, cres cut, selanjutnya ke terminal 2. Disini dilakukan pengujian dan penamaan terhadap pola yang di tentukan meliputi spindle, mortis dan kron. Dari sini masuk ke terminal 3 untuk dirakit menjadi furniture dan dilakukan pembungkusan produk. Jenis produk kayu yang dihasilkan dibagi menjadi 3 pabrik yaitu GF 1 untuk kusen, lemari dan buffet. GF 2 untuk kursi dan meja. GF 3 untuk komponen housing. Jika telah selesai masuk ke warehouse untuk di packing.
Tenaga kerja di tempat ini ada +500 karyawan meliputi PWS, pegawai pabrik, kontrak, harian / borongan. Untuk standard keamanan sudah ada kebijakan namun untuk tiap karyawan masih ada yang tidak menepatinya. Sedang untuk semua jaminan mutu telah tersertifikasi denga ISO 9001 : 2000.
Untuk limbah yang belum dapat ditangani adalah limbah dari perebusan kayu di pabrik veneer, sementara ini limbah langsung dibuang ke selokan dan terserap oleh tanah, sementara untuk limbah padat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan oleh pabrik sendiri.
2.     INDUSRTI PENGOLAHAN HASIL HUTAN NON KAYU
A.                PENGOLAHAN MADU
1.    Cara Pengambilan Sarang Lebah
Koloni lebah madu yang akan diambil sarangnya biasanya diasapi dahulu agar lebah-lebah menyingkir dan setelah bersih lebahnya kemudian sarang diambil.
Di dalam SNI, dijelaskan bahwa madu dari stup bias dipanen yaitu bila sisirannya yang berisi madu telah tertutup lilin, sedangkan berdasarkan bagian sarang dan sisirannya yang diambil dan hasil madu yang diperoleh, dibedakan atas:
a.       Diambil seluruh sarangnya.
Hanya dilakukan pada sarang Apis cerana yang sisiran tidak beraturan, karena sarangnya memang sukar bila hanya diambil sebagian saja. Sarang yang masih mengandung telur, larva dan tepungsari ini akan menghasilkan madu yang kotor dengn kandungan air tinggi, sehingga akan mudah meragi.

b.      Diambil sebagian sarangnya.
             Pada koloni Apis cerana yang letak sisirannya teratur. Meskipun tercampurnya larva dapat dihindari tetapi madu masih akan tercampur tepungsari karena sel tepungsari sukar untuk dipisahkan pada saat pengambilan sarangnya.
c.       Hanya diambil sisiran sarangnya.
              Biasanya dilakukan pada koloni yang memakai bingkai sarang pondasi sarang seperti Apis mellifera dan Apis cerana yang dipelihara dalam kotak lebah dengan metoda yang benar. Tiap sisirannya dapat diangkat untuk diperiksa, sehingga dapat dilihat apakah sisiran iti berisi madu dan madunya sudah matang dan sebagainaya. Cara ini biasanya menghasilkan madu murni yang bersih,  sedangkan untuk kontinuitas koloni bjangan memanen madu semuanya, tinggalkan sebagian sisiran yang masih ada madunya. Setelah sarang diperoleh, maka proses berikutnya adalah pengambilan madunya. Kedua proses ini kadng-kadang tidak berlanjut seperti misalnya madu dijual dalm bentuk sisiran (honey comb).

2.    Cara Pengambilan Madu
Pengambilan madu dapat dibedakan atas tiga cara, yaitu:
v  Seluruh sarang ditim untuk memisahkan madu dari lilin, telur serta larva, setelah agak dingin madu disaring sehungga lilin, telur dan larva akan tertinggal disaringan. Dengan cara ini dapat diperoleh madu yang berwarna gelap (karena tena panas), bersih dari kotoran, kadar airnya tinggi, aromanya berubah dan keaktifan diastasenya sangat menurun atau bahkan hilang.
v  Dengan memeras sarang yang mungkin masih mengandung telur dan tepungsari, sehingga madunya kurang bersih, tetapi masih mempunyai sifat-sifat alami yang menguntungkan, seperti aktivitas enzim, vitamin dan sebagainya. Biasanya sarang yang diperas tidak dapat bersih dari madu dan sarang sisa perasan tidak dapat dikembalikan ke sarangnya lagi.
v  Sisiran madu dibuka tutup selnya dengan pisau madu yang hangat, kemudian sisiran dimasukkan ke dalam ekstraktor. Oleh gaya sentrifugal madu akan terpental keluar, sedangkan larva yang merupakan benda padat didalam sel tidak terlempar ke luar. Madu yang dihasilkan akan bersih tidak tercampur tepungsari dan masih mempunyai sifat-sifat alami. Kekurangannya adalah dalam penentuan saat panen.
Ø  Standar Kualitas Madu
              Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 01-3545-1994 kualitas/mutu madu harus memenuhi persyaratan mutu sebagai berikut:
1.        Aktifitas enzim diastase minimal 3 DN
2.        Hydroksimetulfurfural (HMF) maksimal 40 mg/kg
3.        Kadar air maksimum 22%
4.        Gula pereduksi (glikosa dan fruktosa) minimal 60%
5.        Sukrosa maksimum 10%
6.        Keasaman maksimum 40 ml NaOH 1 N/Kg madu
7.        Padatan yang tak larut dalam air maksimum 0,5%
8.        Kadar abu maksimum 0,5%
9.        Cemaran logam timbal (Pb) maksimum 1,0% mg/kg
10.    Cemaran logam Tembaga (Cu) maksimum 5,0% mg/kg
11.    Cemaran logam Arsen (As) maksimum 0,5% mg/kg

a.    Musim dan Produksi Madu
    Apabila lebah madu datang membuat sarang di pohon, maka dalam kurun waktu seminggu lebah tersebut akan berkembang biak. Minggu kedua hingga sekitar dua bulan, koloni lebah telah mulai memproduksi madu untuk cadangan makanan anak-anaknya, dan pada bulan berikutnya (bulan ketiga) madu sudah siap panen.
     Siklus atau jarak antara panen madu pertama dengan panen berikutnya umumnya berkisar enam bulan. Pada saat tidak berkembang biak atau membuat madu, biasanya lebah mengembara ke lain tempat untuk mencari makan atau menghisap bunga selama sekitar 4 bulan. Sisanya yang dua bulan adalah untuk bersarang, berkembang biak dan memproduksi madu. Jadi dalam satu tahun umumnya masyarakat dapat memanen madu hutan dua kali.
            Bulan produksi madu hutan untuk panen pertama biasanya jatuh pada sekitar bulan Mei, Juni, atau Juli. Panen berikutnya sekitar bulan November, Desember, atau Januari.
            Pada tiap-tiap pohon terdapat sarang lebah madu 20-50 buah. Masing-masing sarang yang siap panen biasanya mencapai ukuran 1-2,5m dengan hasil madu 20-25 kg per sarang. Dari satu pohon akan dapat dihasilkan 400-1250 kg madu sekali panen atau dalam satu tahun (dua kali panen) mencapai 800-2500 kg madu per pohon. Setiap saranga lebah madu dapat menghasilkan 20-30 liter madu.























SKEMA BUDIDAYA LEBAH MADU

Lebah Madu
Pemindahan
Kotak Lebah Madu (Stup)
Perawatan dan Pemeriksaan
Pemanenan dan Penanganan Madu
Pembotolan Madu
Pelepasan Madu
Sumber Paken
Pembuatan Madu Agar
Di Jual
 






























B.       PERSUTERAAN ALAM
Pengusahaan sutera alam Perum Perhutani terdiri dari 2 (dua) unit kerja, yaitu : Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto, dan Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh.
            PSA Regaloh terletak 7 Km sebelah utara Pati kurang lebih sekitar 75 Km dari Semarang. Berlokasi di sebelah Timur Lereng Gunung Muria. Dengan ketinggian tempat 85-155 m dpl.
ü  Kegiatan
1.      Pemeliharaan kebun murbei.
2.      Produksi kokon ulat sutera.
3.      Produksi benang sutera.
ü  Sarana dan Prasarana
1.      Kebun murbei seluas  327 Ha.
2.      5 (lima) brak/ gedung pemeliharan ulat kecil.
3.      32 brak/ gedung pemeliharaan ulat besar
4.      1 (satu) unit mesin reeling automatis
5.      1 (satu) unit mesin reeling semi automatis
6.      Mesin twist

1.    Serikultur (Pemeliharaan Ulat Sutera)
Pada umumnya pemeliharaan ulat sutera itu bertujuan untuk produksi benang sutera dan bibit yang kehidupannya melalui siklus sebagai berikut:

Telur
           
Kupu-Kupu                                         Larva/ulat Sutera
                       

Kepompong/Kokon                           

Karena dari masing-masing tujuan tersebut, maka mengerjakannnya pun tetap dibagi, tujuan produksi sendiri, tujuan bibit sendiri. Untuk mencapai tujuan secara optimal tentu saja perlu adanya teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang memadai, sehingga faktor-faktor penghambat yang sering terjadi baik dari manusia maupun lingkungan dapat teratasi.
a.    Tujuan Produksi
Tujuan produksi ini pemeliharaannya terbatas pada sampai kokon saja, karena kokonnya inilah yang dapat diolah menjadi benang sutera. Sampai kokon ini yang dimulai dari telur dalam pelaksanaannya perlu perlakuan-perlakuan sebagai berikut:
1.      Telur-Larva
Telur ditempatkan pada rumah penetasan dengan tempat tertentu (bak penetasan) yang steril dengan suhu ± 250C dan kelembaban 85% dalam waktu tiga hari akan menetas. Untuk mengetahui dan menciptakan kondisi-kondisi yang demikian itu pun tidak mudah, perlu juga tenaga-tenaga yang harus dididik dan pengalaman-pengalaman yang memadai, apalagi mengingat perlengkapan yang mungkin dirasa kurang.

2.      Larva-Kokon
Proses hidup dari larva sampai mengkokon pada ulat sutera mengalami perubahan-perubahan kondisinya mengenai besar, keakuran makanannya yang disebut Stadia. Yang mana dari larva sampai mengkokon lewat sampai 5 stadia. Pada pemeliharaannya ulat-kokon secara garis besar dibagi dua pekerjaan secara terpisah, yaitu:
·  Untuk Stadia I-III
·  Untuk Stadia IV-V (mengkokon)





A.    Untuk Stadia I-III
Untuk stadia I-III lamanya (±12 hari). Ulat-ulat ini dikelolah oleh petugas Perhutanan yang ditunjuk sesuai dengan bidangnya, dirumah/tempat pemeliharaan khusus artinya khusus pada pemeliharaan ulat kecil.
Pada kondisi ulat-ulat yang masih kecil ini sangat sensitif terhadap penyakit. Pemberian makannnya tidak mudah, yaitu perlu daun murbai yang masih muda dan dirajang kecil-kecil. Karena sensitifnya terhadap penyakit, maka faktor lingkungannnya harus steril, termasuk faktor kebersuhan manusia pun sangat berpengaruh, hinggga pekerja/orang yang masuk juga harus bersih. Demikian juga mengenai suhu dan kelembaban tempatnya harus terjaga secara ideal, yang akhirnya resiko kematian dapat dihindarkan.

B.     Untuk Stadia IV-V / Mengkokom
Lamanya ±7 hari pada hari pertama stadia IV, ulat-ulat dipindahkan ke barak-barak pemeliharaan ulat besar. Disinilah pemeliharaan ulatnya yang sudah mulai besar dapat dilakukan oleh penduduk sekitarnya.
Karena masing-masing Stadi (I, II, III, IV, V) ini perlu perlakuan yang berbeda, sebaiknya secara terinci akan dijelaskan sebagai berikut:
a.    Ulat Stadia I
·      Hari pertama telur seetelah menetas, dari ruang penetasan dipindahkan ke tempat pemeliharaan ulat kecil bersama kotak penetasannya.
·      Kemudian diberi makan dengan daun murbai yang masih muda yang segar dan dirajang kecil-kecil, disesuaikan besar kecilnya ulat. Maksud dirajang agar ulat dapat langsung makan, sebab ulat makan daun ini pasti dari arah tepi.
·      Untuk ulat stadia ini diperlukan jumlah makanan ±3 kg hari pertama, ±4 kg hari kedua, ±6 kg hari ketiga, jadi sifatnya agak relatif antara 10-15 kg pada setiap bak. Pemberian makan 4 kali setiap hari (± jam 06.00, 09.00, 13.00, 21.00).


·      Suhu udaranya tempat yang ideal 280C dan kelembaban 90%.
·      Pemberian obat untuk pencegahan penyakit (disinfektan) dengan campuran formalin 20% dan kapur dengan cara menaburkan pada ulat setiap akan diberi makan yang pertama.
·      Perlakuan dalam pemisahan antara ulat dengan sisa kotoran, sisa makanan tidak boleh dengan tangan langsung pakai sapit (maksudnya lebih Streril).
·      Tenaga/pekerja otomatis harus steril, maka sebelumnya tangan harus dicuci (bias dengan air yang telah diberi obat pensteril), memakai baju khusus, alas kaki khusus serta tidak boleh merokok dan sebagainya.
·      Pada hari ke 4 ulat-ulat tersebut mengalami tidur (puasa) untuk ganti kulit. Dan pada saat tidur ini juga diberi kapur, dengan maksud:
-          Untuk mengeringkan daun-daun sisa makanan serta kulit ulat dari kelembaban
-          Dengan keadaan-keadaan yang kering akan dapat mencegah timbulnya bakteri maupun jamur.

b.    Ulat Stadia II
·      Pada stadia ini tempat masih tetap, ulat sudah agak mulai membesar, hingga jumlah makanan perlu mulai ditambah yaitu ±15-20 kg/bak untuk tiga hari dengan jumlah pemberian dari hari pertama, kedua, ketiga yang selalu bertambah, dengan tata waktu yang sama dengan stadia I, 4 kali sehari.
·      Suhu tempat masih tetap 280C dengan kelembaban agak turun ±85%.
·      Kebersihan tenaga masih tetap harus steril, dan pemberian desinfektan seperti pada stadia I.
·      Pada hari ke 4 ulat tidur lagi (puasa) akan mengalami ganti kulit yang kedua.




c.    Ulat Stadia III
·      Pada stadia III ini perlakuannya juga masih sama hanya makananya perlu ditambah menjadi ±20-25 kg/bak dengan prinsip dari hari pertama-ketiga, selalu bertambah, daun bisa lembar ke 4-5 dari ujung.
·      Suhu tempat yang ideal 270C dan kelembaban 75-80%.
·      Pemberian desinfektan tetap seperti stadia II.
·      Pada hari ke 4 ulaut mengalami tidur (puasa) akan ganti kulit lagi.
Perlu diingat bahwa dari stadia I-III ini karena ulat semakin besar tempatnya tidak selalu tetap tetapi harus harus dipindah-pindahkan dari tempat yang kecil ke tempat yang lebih besar agar ruang gerak lebih bebas/tidak berdesakan.
·      Pada hari ke 4 ulat tidur lagi (tidak makan) dengan ganti kulit untuk memasuki stadia IV.

d.   Ulat Stadia IV
·      Ulat pada stadia ini sudah kelihatan besar, maka untuk tempat pemeliharaannya sudah dipindahkan pada barak/rumah pemeliharaan ulat besar yang telah disediakan dan ditempatkan pada bak-bak pemeliharaan (± luas 15-18 m2) dengan kapasitas menampung ulat sejumlah presentase dari penetasan per bak.
(Contoh: dari 20.000 telur/bak, menetas 90% ulatnya ± 18.000 ekor)
·      Disinilah pemeliharaannya melibatkan/dilakukan oleh penduduk sekitarnya, dengan kemampuan rata-rata 1 orang memelihara, 8 bedengan pengawasan dari para mandor.
·      Untuk makanan yang diberikan daun muda/tua (dari ujung sampai bawah) bisa bersama rantingnya dalam satu bak ± 50-60 kg yang diberikan dari 4-5 kali sehari.
·      Suhu tempat 250C dengan kelembaban 65-70%
·      Desinfektan prinsipnya sama dengan ulat kecil hanya konsentrasinya agak lebih banyak.
·      Pada hari ke 5 ulat tidur dan ganti kulit akan memasuki stadia V.

e.    Ulat Stadia V
·      Perlakuan untuk stadia V ini pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan stadia IV, hanya jumlah makanan cenderung lebih banyak. Dalam satu bak mencapai 400-600 kg daun dengan ranting.
·      Suhu pada tempat yang ideal 240C dengan kelembaban 65-70%.
·      Pada hari ke 7 ulat-ulat mulai membuat kokon dengan tanda-tanda:
-          Sudah tidak mau makan
-          Aktif bergerak
-          Tubuhnya berwarna bening
Dalam dua hari pembuatan kokon selesai (mengkokon). Ditunggu 6 hari kokon-kokon dipanen dan disetorkan ke pabrik untuk diolah menjadi benang.

2. Pemintalan Benang Sutera
PROSES PENGOPENAN:
Kokon basah yang diterima dari pemeliharaan ulat sutera, yang telah diseleksi terlebih dahulu, kemidian kokon basah tersebut diopen dengan tujuan untuk mematikan pupa dan untuk memperoleh kadar kekeringan kokon 40% pada temperature 60-800C.
Agar mendapatkan kekeringan kokon yang merata, maka diadakan pembalikan kokon yang teratur.

PROSES SELEKSI KOKON:
Setelah kokon kering diadakan penyeleksian kokon yang akan dipintal antara lain sebagai berikut:
1.    Kokon kembar
2.    Kokon kotor dalam
3.    Kokon ujung tipis
4.    Kokon berkulit tipis
5.    Kokon berlobang
6.    Kokon kotor dalam (dari pupanya)
7.    Kokon berbulu
8.    Kokon berlekuk
9.    Kokon berbentuk aneh
10.     Kokon kotor luar
Sehingga memperoleh kokon siap pintal yang seragam, dan baik. Sedangakan kokon yang afal masih dapat dipasarkan untuk kebutuhan karpet dan lain-lain sesuai dengan keinginan pembeli.

PROSES PEREBUSAN:
1.      Kokon ditimbang atau diukur volume untuk diketahui jumlah asalnya sebelum menjadi benang sutera,
2.      Tiap basket/keranjang diisi dengan kokon yang sama.
3.      Kran air dibuka sampai terisi cukup dan uap juga dibuka sampai suhu air mencapai 750C.
4.      Basket yang telah berisi kokon dimasukkan ke dalam mesin pemasak dan ditutup rapat.
5.      Mengatur aliran uap sehingga suhu bagian atas mesin menjadi 800C yang berarti kokon dipanasi dengan uap panas 800C.
6.      Basket ditenggelamkan dalam air panas 750C selama 30 detik.
7.      Basket diangkat diatas permukaan air suhu uap dinaikkan menjadi 950C, selama 2 menit.
8.      Panas air dinakkan menjadi 900C kemudian basket ditenggelamkan selama 1 menit.
9.      Proses terakhir ialah membuka aliran air dingin secara perlahan-lahan sekama 3 menit sehingga suhu kokon dalam air menjadi kira-kira 70-750C.
10.  Selama proses, basket harus diputar pelan-pelan untuk menghasilkan suhu pemasakan kokon yang merata.
11.  Proses pemasakan selesai, tutup mesin dibuka, basket dipindah kealamat pemindahan. Selanjutnya kokon tersebut siap untuk dipindahkan ke mesin, mencari ujung.




BAB V
KESIMPULAN
A. PEMANENAN HASIL HUTAN
1.      Faktor dalam menentukan petak tebangan adalah :
a.       Dari penaksiran potensi tebangan setelah dilakukan klemstaat yang dilakukan  2 tahun sebelum penebangan.
b.      Pemilihan metode pemanenan dan teknik penebangan meliputi pembersihan sekitar tonggak, penentuan arah rebah, pembuatan takik rebah dan takik balas, penandaan status sortimen dan pembagian batang / bucking.
c.       Pembukuan Dk 316, penyaradan, pemuatan ke dalam truk beserta balngko Dk 304 sebagai evaluasi kayu hasil penebangan.
2.      Pada metode penebangan secara manual/ konvensional yang dilakukan, faktor–faktor keselamatan kerja kurang diperhatikan dan banyaknya tenaga kerja lebih sulit dalam memanajemen dari pada metode mekanis.
3.      Prestasi kerja penebangan adalah 0,1067  m3/jam dan 0,7472 m3/jam.
4.      Penebangan pohon dilakukan sampai banir dan dibawah teresan.

B. TEMPAT PENIMBUNAN DAN PENGUJIAN KAYU
1)      Syarat dari sebuah TPK : letak dan lokasi dekat dengan petak tambangan, dekat dengan jalan angkut,lahan cukup luas dengan topografi yang mendatar, tenaga kerja mudah diperoleh dan keamanan harus terjamin.
2)      Proses kayu masuk ke TPK harus disertai dengan surat 304/A kemudian dilakukan pengujian dan ditumpuk sesuai dengan kapling dan dibukukan ke 309  dan bila laku, daftar dicoret dari buku.
3)      Sistem pengujian kayu adalah status (Vi, hara, lokal), kelas (A1, A2, A3) dan mutu (P, D, T, M, U) dan terkahir cacat (DR, L dll)
4)      Pengelolaan TPK langsung di bawah pengawasan General Manager dari KBM Pemasaran I Madiun.
5)      Luas TPK Banjarejo adalah 12 Ha, yang dipilih dengan alasan transportasi atau jalan angkutan lancar.
6)      Kayu yang berada di TPK dilakukan pengujian, pemasaran, dan pengarahan kayu.

C. KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
1)      Jenis  tumbuhan yang mendominasi untuk tingkat tiang dan pancang adalah jenis Tectona grandish.
2)      Kondisi dilapangan menunjukan bahwa kurangnya penggelolahan konsesvasi sumber daya hutan
3)      Untuk tingkat semai yang mendominasi adalah jenis ilalang.
4)      Lokasi pengamatan dikatakan memiliki keanekaragaman yang rendah.
5)      Debit air sungai sangat kecil karena disebkan adanya erosi dan kemarau.

D. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DAN NON KAYU
v  Pengamatan hasil hutan kayu dilakukan kunjungan pada Perum Perhutani Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBMIK) Cepu dan untuk hasil hutan non kayu, pengamatan tentang peternakan madu dan pesuteraan yang dilakukan pada Perum Perhutani Kesatuan Bisnis Agroforestri yang termasuk dalam KPH Pati BKPH Renggaloh.
v   Kegiatan pada pesuteraan alam adalah pemeliharaan kebun murbei, produksi kokon ulat sutera dan produksi benang sutera.






DAFTAR PUSTAKA
Ø  Anonim. Petunjuk Praketk Umum Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari. 2007. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta
Ø  Tim dosen, Materi PU GETAS. 2007. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta


















































DOKUMENTASI  KEGIATAN

                                                      







                                                                            






                

1 komentar: