السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
THE Tiger Of Dragon
Tampilkan postingan dengan label KEHUTANAN-PERTANIAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KEHUTANAN-PERTANIAN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Februari 2012

AGROFORESTRY



AGROFORESTRY


 








Oleh :
OKI MANTRA S,hut







JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
AGROFORESTRY
(Pengantar)

Pendahuluan
Sistem bertani secara tradisional pada umumnya menggunakan kombinasi antara pohon, tanaman pertanian dan ternak, dimana orientasi hasil adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Input dari luar sistem tersebut dapat dikatakan tidak ada, dengan kata lain bahwa input berasal dari sistem itu sendiri. Sistem yang demikian itu banyak dikenal dengan sistem pertanian subsisten. Penggunaan lahan dengan menggunakan kombinasi pohon dan tanaman pertanian (pertanian subsisten) telah banyak diusahakan sejak pada zaman dahulu baik di negara temperate maupun tropik.
Di Eropa bertani tradisional telah ditinggalkan sejak lama dan terakhir pada beberapa daerah di Jerman pada tahun 1920-an. Akan tetapi sistem tersebut masih berlangsung sampai saat ini terutama pada daerah tropik. Di daerah tropika baik di Amerika maupun Asia telah banyak dilakukan penanaman, dengan menggunakan berbagai jenis tanaman pada satu bidang lahan yang sama.
Berdasarkan konsep agroforestry  secara umum, dimana agroferstry merupakan pola penggunaan lahan dengan memakai kombinasi tanaman pohon, pertanian dan atau ternak. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa praktek dari pada agroforestry telah dilakukan sejak zaman dahulu di hampir seluruh dunia.
Penerapan agroforestry telah dilakukan pada bidang kehutanan, khususnya pada saat penanaman yaitu pada tahun 1806 di Myanmar dengan cara “Taungya” (cara tumpangsari). Di indonesia cara tumpangsari juga sudah diterapkan mulai tahun 1897. Philosopy dari sistem “Taungya” adalah membuat tanaman hutan jika mungkin dengan menggunakan tenaga kerja yang tidak punya lahan dan pengangguran.
Pertambahan penduduk merupakan hal yang tidak dapat dielakkan dan disisi lain keberadaan lahan tidak mengalami penambahan, sehingga tekanan terhadap lahan untuk mendukung keperluan manusia semakin tinggi. Kemajuan pada bidang industri sudah barang tentu akan mengurangi lahan-lahan pertanian yang relatif subur yaitu dengan mengubahnya untuk keperluan pendirian pabrik, sarana dan prasarananya. Oleh karena itu sasaran utama guna mendukung keperluan manusia, disamping intensifikasi lahan pertanian adalah penggunaan lahan hutan dan lahan marginal untuk menghasilkan produksi pertanian. Pada kondisi yang demikian itu penerapan sistem agroforestry tidak dapat dihindari. Menurut Nair (1992) banyak faktor yang mendorng tercapai kesepakatan untuk menerima agroforestry secara umum sebagai salah satu sistem pengelolaan lahan yang dapat digunakan pada usaha pertanian maupun kehutanan. Faktor-faktor tersebut adalah;
  • Peninjauan kembali kebijaksanaan Bank Dunia, dimana kebijaksanaan yang menyangkut kebutuhan dasar orang miskin, khususnya di pedesaan, tidak atau kurang diperhatikan sungguh-sungguh.
  • Meninjau kembali kebijaksanaan bidang kehutanan yang menitik beratkan pada orientasi eksternal atau industri kehutanan oleh FAO, PBB.
  • Situasi persediaan makan yang memburuk di banyak negara berkembang
  • Meningkatnya kerusakan ekologi dan hutan
  • Krisis energi pada tahun 1970-an dan meningkatnya harga pupuk serta terbatasnya pupuk
  • Terbentuknya suatu proyek untuk mengidentifikasi prioritas riset untuk kehutanan di daerah tropik oleh The International Development Research Center (IDRC). Penelitian-penelitian ini diarahkan pada:
    1. identifikasi kesenjangan yang ada antara research dan training
    2. menilai ketergantungan antara kehutanan dan pertanian di negara tropika yang mempunyai pendapatan rendah dan menyarankan research yang mengarah pada optimalisasi penggunaan lahan
    3. memformulasikan program research kehutanan yang menjanjikan hasil dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial pada negara berkembang
    4. merekomendasi penyusunan institusi untuk melakukan penelitian-penelitian secara efektif dan memberikan harapan
    5. menyiapkan suatu rencana pelaksanaan untuk mendapatkan sumbangan dana internasional
Sistem agroforestry semakin cepat berkembang dengan didukung adanya penelitian-penelitian yang dilakukan di banyak negara. Di indonesia telah berkembang sejak tahun 1960-an, agar supaya arah penelitian terarah dengan baik maka didirikanlah suatu organisasi internasional yang mendukung, merencanakan, mengkoordinasikan pada tingkat internasional tentang penelitian yang berhubungan sistem penggunaan lahan pertanian dan kehutanan. Organisasi itu adalah the International Council for Research in Agroforestry (ICRAF) yang didirikan pada tahun 1977 oleh IDRC. Sejak itu agroforestry telah menjadi mata kuliah di banyak universitas di negara berkembang maupun negara maju. Di indonesia telah banyak universitas yang menjadikan agroforestry menjadi salah satu mata kuliah, seperti UGM, UNIB, UNMUL, UNBRA, ULAM, IPB dan lainnya.

Konsep Agroforestry
Agroforestry secara praktis, telah dilakukan oleh petani dalam pengelolaan lahan sejak zaman dahulu di hampir seluruh dunia. Perjalanan agroforestry untuk menjadi suatu pola penggunaan lahan yang diterima oleh segala pihak memerlukan waktu yang cukup panjang. Pada awal perkembangannya masih banyak yang menanyakan tentang apa itu agroforestry?
Oleh karena itu muncul berbagai batasan atau definisi tentang agroforestry menurut kajian latar belakang ilmu yang dicermati. Beberapa definisi yang diberikan oleh banyak ahli diantaranya; menurut Bene et al. (1977), agroforestry adalah suatu sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan untuk meningkatkan produksi total dari kombinasi tanaman pertanian, tanaman pohon, dan tanaman kehutanan dan atau ternak secara simultan dan sequensial dan menerapkan teknik pengelolaan yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Menurut Nair (1984), agroforestry adalah suatu penggunaan lahan yang melibatkan secara sengaja“ retention”, pengenalan atau campuran pohon atau tanaman tahunan berkayu lain di lahan produksi pertanian atau ternak untuk mendapatkan keuntungan dan resultante interaksi ekologi dan ekonomi. Menurut Combe dan Budowski (1979), agroforestry adalah suatu kelompok teknik pengelolaan lahan yang menerapkan kombinasi pohon hutan dengan tanaman pertanian, atau ternak, atau keduanya. Kombinasi itu mungkin secara simultan atau staggered di dimensi waktu dan ruang. Tujuannya adalah untuk mengoptimalisasi per unit areal produksi yang mengacu terhadap prinsip dari hasil yang berkelanjutan. Menurut Wiersum (1990) agroforestry adalah suatu bentuk penggunaan lahan yang mengkombinasikan produksi pertanian dan atau produk peternakan dan tanaman pohon dan atau tanaman hutan secara simultan dan sequensial, yang ditujukan pada produksi yang multiguna, optimal dan berkelanjutan di bawah pengaruh positif dari peningkatan kondisi edhapik dan mikro klimat yang diciptakan dengan meniru kondisi hutan, dan dengan teknik pengelolaan yang sesuai dengan sikap budaya masyarakat lokal.
Pengertian agroforestry yang muncul beraneka ragam sehingga Lundgren (19   ) mengatakan bahwa definisi agroforestry harus mengandung dua sifat umum untuk semua bentuk agroforestry dan membedakan bentuk-bentuk tersebut dengan bentuk penggunaan lahan lain. Kedua sifat utama tersebut adalah:
  1. Tanaman berkayu ditanam dengan sengaja pada lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan atau peternakan, baik dalam bentuk campuran spasial atau sequensial
  2. Harus terjadi interaksi baik negatif maupun positif antara komponen sistem yang berkayu dan nir-berkayu, baik secara ekologis maupun ekonomis.
Berdasarkan pemikiran tersebut dilakukan diskusi yang mendalam pada lembaga internasional ICRAF dan dihasilkan suatu definisi agroforestry, yaitu: Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk teknologi dan sistem penggunaan lahan dimana tanaman berkayu (pohon, semak, palem, bambu dan lainnya) ditanam dengan sengaja pada unit pengelolaan lahan yang sama dimana tanaman pertanian dan peternakan berada, didalam bentuk susunan spasial atau sequence temporal. Di dalam sistem agroforestry terjadi interaksi ekologis dan ekonomis diantara penyusunannya. (Lundgren and Raintree,1982).
Mengingat sumber daya manusia dan alam berbeda untuk setiap daerah, maka bentuk agroforestry yang ada mempunyai karakteristik yang berbeda pula. Oleh karena itu perlu dicari parameter apa yang dapat digunakan untuk menilai sistem dari agroforestry. Raintree (1990) mengatakan bahwa paling tidak ada tiga kriteria yang digunakan untuk menilai sistem agroforestry. Ketiga kriteria adalah produktivitas, keberlanjutan dan adaptabilitas.
Sistem agroforestry dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas melalui berbagai cara baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dengan menyumbangkan makanan, makanan ternak, kayu bakar, serat, meningkatkan produksi total dan lain-lainnya. Sedangkan secara tidak langsung melalui perbaikan konservasi air dan tanah, memelihara kesuburan tanah, kondisi mikro klimate yang spesifik, memperkecil resiko kegagalan dan lainnya.
Keberlanjutan di dalam sistem agroforestry dapat dicapai dengan mengelola dan mempertahankan kemampuan sumberdaya alam yang tersedia untuk berproduksi secara optimal untuk jangka waktu yang tidak terbatas, yaitu dengan menggunakan kombinsi tanaman pohon, pertanian dan ternak. Kesesuaian pengelolaan dan manfaat terhadap masyarakat lokal merupakan sifat yang harus dimiliki dan melekat pada sistem agroforestry agar supaya dalam pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar. Menurut Hadipurnomo, (1981) agar sasaran agroforestry dapat dicapai maka pola agroforestry harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:
  1. Dapat memenuhi kebutuhan penduduk setempat
  2. Dapat memanfaatkan tenaga kerja yang tersedia secara intensif
  3. Pola usaha tani agroforestry lebih menguntungkan dari pada pola usaha tani tunggal, ditinjau dari segi produksi dan konservasi lahan
  4. Keuntungan yang diperoleh harus dapat dinikmati oleh penduduk setempat
  5. Mudah dilaksanakan berdasarkan kondisi faktor produksi yang ada

Keuntungan dan hambatan agroforestry
Penggunaan kombinasi pohon, tanaman pertanian dan atau ternak pada pengelolaan lahan akan memberikan kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, seperti cahaya, nutrisi, air dan lainnya, secara optimal dengan berbagai macam produk serta berkelanjutan. Apabila dibandingkan dengan sistem monokuture maka agroforestry akan memberikan beberapa keuntungan dari segi: ekologi, ekonomi, sosial-ekonomi, physkologi dan politik.
Keuntungan secara ekologi
  1. Lebih efisien dalam menggunakan sumberdaya alam: penggunaan tanaman berbeda sebagai penyusunan sistem agroforestry akan membentuk lapisan vegetasi yang akan memanfaatkan sinar matahari dan ruang dengan effisien, perbedaan sistem perakaran di setiap lapisan tanah dari vegatasi penyusun akan memberikan kesempatan yang baik untuk memanfaatkan nutrisi di dalam tanah. Tanaman pertanian akan mendapatkan keuntungan dari peningkatan kesuburan lapisan tanah bagian atas oleh karena hasil siklus nuturisi melalui tanaman pohon. Dengan melibatkan ternak dalam penerapan sistem agroforestry, produksi primer yang tidak termanfaatkan dapat digunakan untuk produksi sekunder.
  2. Fungsi proteksi dari pohon terhadap tanah, hidrologi dan tanaman dapat digunakan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan.

Keuntungan secara ekonomi
  1. Dengan tercapainya fungsi ekologi secara effisien maka total produksi per unit lahan dapat ditingkatkan meskipun produksi dari setiap jenis produk mungkin lebih sedikit.
  2. Komponen atau produk yang beraneka ragam dari sistem dapat digunakan sebagai input untuk memproduksi yang lain (peralatan kayu, pupuk organik dan lainnya) dan selanjutnya jumlah dari input secara komersial atau investasi dapat dikurangi.
  3. Di dalam hubungannya dengan penanaman hutan secara murni, pelibatan tanaman pertanian dengan pohon yang dikaitkan dengan pertanian secara intensif, sering menghasilkan produksi pohon yang meningkat dan biaya untuk pengelolaan rendah.

Keuntungan secara sosial-ekonomi
  1. Hasil-hasil dari pohon sering dapat dinikmati sepanjang tahun sehingga memberikan atau menyediakan kesempatan kerja dan income yang reguler.
  2. Berbagai hasil dari pohon dapat dipetik pada musim kering di saat mana jenis tanaman lain tidak berproduksi
  3. Berbagai hasil dari pohon dapat diambil tanpa memerlukan pengelolaan yang intensif, bagi petani berfungsi sebagai cadangan untuk suatu periode apabila terjadi kegagalan tanaman pertanian, atau keperluan sosial lain seperti keperluan untuk menikah
  4. Dengan menanam banyak produk maka resiko kegagalan akan menyebar, dimana setiap produk yang ada akan dipengaruhi secara berbeda oleh faktor lingkungan yang tidak sesuai
  5. Produksi  dari sistem agroforestry dapat diarahkan ke orientasi pasar maupun konsumsi sendiri. Ketergantungan terhadap pasar lokal dapat diatasi menurut keperluan petani. Jadi dapat saja produk yang  dihasilkan itu dikonsumsi sendiri atau dijual di pasar, ketika kondisi pasar baik.

Keuntungan physikologis
  1. Di banyak tempat agroforestry dapat berarti suatu perubahan yang relatif kecil dari metode produksi secara tradisional yang non- optimal atau non-substansial sehingga dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat lokal dari pada teknik bertani secara modern dan intensif yang mendasarkan pada pola satu jenis.



Keuntungan politis
  1. Sebagai suatu sistem pengelolaan lahan, agroforestry dapat digunakan sebagai alat untuk memungkinkan kembali peladang yaitu dengan memberikan pelayanan sosial dan kondisi kehidupan yang lebih baik.

Kendala-kendala penerapan agroforestry
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari penerapan sistem agroforestry akan sangat tergantung pada kondisi dimana sistem tersebut diterapkan; jadi mungkin tidak semua keuntungan akan dicapai dengan memuaskan. Pada perkembangan sistem pengelolaan lahan dengan agroforestry masih banyak mengalami hambatan-hambatan yang perlu diselesaikan agar supaya agroforestry dapat berhasil. Adapun hambatan-hambatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Kendala dari segi ekologi
Agroforestry adalah merupakan bentuk penggunaan lahan yang lebih intensif dari pada kehutanan tradisional dan produksi yang diambil lebih banyak. Kondisi yang demikian akan mempengaruhi siklus nutrisi dan penambahan pupuk harus dilakukan, khususnya di lahan marginal. Pada lahan marginal pemilihan jenis tanaman mungkin terbatas. Beragamnya vegetasi penyusun sistem agroforestry memungkinkan terjadinya kompetisi diantara spesies untuk sinar matahari, kelembaban atau nutrisi, atau pengaruh negatif dengan adanya allelopati (bahan kimia)

Kendala dari segi ekonomi
  1. Jika sistem agroforestry dikenalkan/diterapkan maka diperlukan adanya investasi pada awalnya, seperti: bahan tanaman, konservasi lahan, dan pupuk. Untuk meringankan petani investasi yang diperlukan guna memperlancar pelaksanaan sistem agroforestry perlu disediakan melalui kredit dengan tingkat bunga yang rendah.
  2. Meskipun hasil yang didapat lebih cepat dari pada tradisional kehutanan, tetapi pada beberapa sistem agrofoestry yang diterapkan petani harus menunggu beberapa tahun untuk mendapatkan hasil. Pada kondisi seperti itu alternatif pemecahan untuk mengatasi keuangan selama masa menunggu perlu dilakukan.
  3. Di daerah yang tekanan penduduknya berat dan tanahnya miskin, pemilikan lahan mungkin terlalu kecil sebagai suatu unit produksi yang layak. Pada kasus seperti ini maka usaha kerjasama sangat diperlukan guna memberikan kesempatan pekerjaan.

Kendala dari segi sosial
  1. Agroforestry adalah merupakan suatu sistem penggunaan lahan yang komplek dan untuk menerapkan dengan baik diperlukan pengetahuan bertani yang memadai. Meskipun pengetahuan dan pengalaman tentang kehutanan tradisional telah ada akan tetapi untuk mengembangkan dan menerapkan agroforestry sangat diperlukan pengetahuan tambahan
  2. Agroforestry merupakan pola penggunaan lahan yang membutuhkan tenaga kerja banyak dan karena beragamnya sifat-sifat dari jenis-jenis tanaman yang digunakan akan mengalami kesulitan di dalam menselaraskan tenaga kerja atau pengenalan mekanisme di daerah yang memiliki keterbatasan tenaga kerja. Namun demikian di daerah yang kepadatan penduduknya tinggi, teknik pengelolaan dengan menggunakan tenaga kerja banyak akan sangat menguntungkan. Lebih jauh tidak hanya tenaga kerja yang dipertimbangkan akan tetapi juga produktivitas tenaga kerja.
  3. Sebahagian hasil yang diperoleh dengan sistem agroforestry akan didapat beberapa tahun atau setelah masa tunggu. Oleh sebab itu petani atau pemrakarsa harus dapat meyakinkan untuk memperoleh hasil dalam jangka pendek jika ingin menanamkan investasi untuk jangka panjang.
  4. Khusus untuk sistem agroforestry yang baru diterapkan keterlibatan masyarakat sekitar menjadi sangat penting tidak hanya penyuluhan akan tetapi keterlibatan secara aktif dari petani di dalam perencanaan, organisasi dan pelaksanaan proyek

Kendala dari segi organisasi
  1. Apabila sebagian atau seluruh produksi yang dihasilkan oleh sistem agroforestry diarahkan ke pasar, maka lembaga yang baik harus didirikan untuk pengangkutan dan pemasaran.
  2. Beberapa fase dari persiapan dan pelaksanaan sistem egroforestry memerlukan pengelolaan yang baik dan harus dikombinasikan dengan penyuluhan yang cukup terhadap masyarakat sekitar dan bentuk keterlibatan yang tepat. Untuk mencapai semua itu diperlukan suatu organisasi yang mantap dan memiliki perangkat lunak dan keras yang memadai.

Kendala dari segi ilmu pengetahuan
  1. Beberapa prinsip sistem agroforestry telah diterima secara umum akan tetapi masih banyak kekurangan pada ilmu pengetahuan dan sedikitnya pengalaman untuk menerapkan dan mengelola sistem agroforestry yang spesifik pada berbagai kondisi yang berbeda.

Klasifikasi sistem agroforestry keberadaan sistem agroforestry sangat beragam baik penyusunannya dan pengelolaannya. Untuk memudahkan dan memahami secara mendalam tentang sistem agroforestry maka diperlukan pengelompokkan-pengelompokkan sistem yang ada. Menurut Nair (1990 dan 1993) tujuan dilakukan pengklasifikasian adalah secara mendasar untuk mendapatkan kerangka kerja. Akan tetapi tergantung pada arahan dan titik berat dari strategi dan kegiatan perencanaan, struktur dari kerangka kerja akan dapat bervariasi. Pada dasarnya suatu klasifikasi harus mencakup:
·         Cara yang logis dalam mengelompokkan faktor utama dimana produksi dari sistem bergantung.
·         Menunjukkan bagaimana sistem dikelola (menunjukkan kemungkinan intervensi pengelolaan untuk meningkatkan efisiensi sistem)
·         Menawarkan keluwesan di dalam pengelompokkan informasi
·         Mudah dimengerti dan dilakukan (secara praktis)
Berdasarkan keragaman dari persyaratan pengklasifikasian maka satu kerangka klasifikasi tidaklah memuaskan untuk semuanya. Sehingga beberapa klasifikasi perlu dilakukan dan setiap klasifikasi harus didasarkan pada kriteria yang jelas untuk mencapai berbagai tujuan. Kriteria yang paling umum digunakan adalah berdasarkan susunan spasial dan temporal dari komponen penyusunannya, tingkat kepentingan dan peranan komponennya, tujuan poduksi dan atau keluaran dari sistem, dan gambaran sosial dan ekonomi. Beberapa kerangka klasifikasi telah dibuat dengan berdasarkan pada satu kriteria saja, contohnya peranan dari komponen (King,1979), susunan temporal dari penyusunnya (vergara 1982) dan yang berdasarkan kriteria yang lebih komplek (Combe and Bodowski, 1979). Kriteria-kriteria yang dipakai untuk mengklasifikasikan agroforestry berkaitan erat dengan struktur, fungsi (keluaran) keadaan asli dari sosial-ekonomi sebaran ekologi. Sifat-sifat ini menunjukkan tujuan yang paling utama yang digunakan untuk membuat kerangka klasifikasi. Sehingga agroforestry dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: (Nair,1990)
Strktur : mencerminkan terhadap komposisi dari komponen, termasuk susunan spasial dari komponen tanaman berkayu, stratifikasi vertikal dari semua komponen, dan susunan temporal dari komponen yang berbeda (berbagai komponen)
Fungsi : mencerminkan fungsi utama atau peranan dari sistem terutama komponen tanaman berkayu (yang bersifat produktif seperti makanan, kayu bakar dan pertukangan, dan lain-lainnya; protektif seperti untuk konservasi tanah, penahan angin, sabuk pengaman, pagar dan lain-lainnya.
Sosial-ekonomi : mencerminkan tingkat masukan (input) pengelolaan (input rendah atau tingi), atau skala pengelolaan dan tujuan komersialnya (“subsisten, commercial, dan intermediate).
Ekologi : mencerminkan kondisi lingkungan dan stabilitas ekologi dari sistem, ada suatu anggapan bahwa tipe khusus dari sistem dapat lebih cocok untuk kondisi ekologi khusus  pula (contoh sistem agroforestry lahan kering dan setengah kering, agroforestry daerah tropika dataran tinggi, daerah tropika basah dataran rendah dan lain-lain).

Berdasarkan Struktur
Struktur dari system Agroforestry mencakup komponen dan fungsi dari setiap komponen, yang dicerminkan oleh keluaran. Telah diketahui bahwa tiga penyusun utama agroforestry yaitu tanaman berkayu, tanaman pertanian dan ternak. Berdasarkan penyusunnya agroforestry dapat diklasifikasikan menjadi (Gambar1);
  1. Agrisilviculture : dimana komponen penyusunnya adalah tanaman pertanian dan pohon (tanaman berkayu) termasuk semak.
  2. Silvopastural : dimana komponennya adalah ternak dan pohon.
  3. Agrosilvopastural : dimana penyusunnya adalah tanaman pertanian, pohon dan ternak.




Sistem-sistem
 Lain














System
Agrosilvopastural























































Ternak
Tanaman pertanian


Text Box: System agrisilvikuluturalText Box: System silvopastural
 


























                                                                                                   

Gambar 1 : Klasifikasi agroforestry berdasarkan jenis komponennya.


Pengelompokan agroforesty kedalam tiga tipe adalah sangat mendasar yang mana satu diantara dari tiga tipe dengan menyakinkan dapat digunakan mengkombinasikan dengan kerangka pengelompokan yang lain misalnya: sistem agrisilvikultur untuk produksi makanan di daerah tropika basah datar rendah pada tingkat subsisten, sistem silvopatur untuk produksi makann dan makanan ternak di daerah tropika subhumid  dataran rendah dan lain-lain.

Berdasarkan susunannya (pengaturanya )
Pengaturan komponan mengacu kepada komponen penyusun dari sistem agroforestry. Pengaturan komponen didalam kombinasi dari jenis yang banyak dapat melibatkan dimensi ruang dan waktu.
Pengaturan spasial dari penyusun didalam sistem agroforesty berpariasi mulai dari tegakan dengan campuran rapat (Pekarangan) sampai dengan tegakan kepadatan ringan (silvopastur) jenis-jenis penyusun dapat berada pada zonasi-zonasi atau baris-baris dengan berbagai macam dari zonasi atau baris. Pada contoh yang jelas sekali adalah penggunaan pohon pada pinggir  lahan (”trees along borders’’) sekaligus sebagai pembatas atau pagar yang berfungsi juga sebagai penghasil kayu bakar, buah,penahan angin, konservasi lahan dan lain-lain, selang seling (”alternate roes ”), sistem lorong (”alley cropping ”) dan campuran (”random mixture ” )









X

X

X

X


X
X
X
X
X


X
X

X

X

X


X
X
X
X
X



X

X

X

X


X
X
X
X
X



X

X

X

X


X
X
X
X
X



X

X

X

X










X

X

X

X


a) Trees along border                                                      b) Alternate rows



X
X
X


X
X
X



X

X
X
X
X
X
X

X
X
X
X


X
X
X


X
X
X



X

X
X
X


X
X
X
X

X


X
X
X


X
X
X



X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X

X


X
X
X


X
X
X



X
X
 X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X


X
X
X


X
X
X



X

X
X

X

X
X
X

X
X


X
X
X


X
X
X



X
X
X

X
X
X
X
X
X
X
X
X



































c) Alley Croping                                                            d) Random mixture

Gambar 2. Penyusunnan tanaman penyusun sistem agroforestry secara spasi (Keterangan   : pohon X = tanaman pertanian )
Pengaturan secara temporal dari berbagai jenis tanaman penyusun dapat berupa banyak bentuk. Sebagai contoh adalah peladangan, sistem bertani dengan mengunakan siklus 2 - 4 tahun sebagai lahan pertanian dan diikuti 10 - 20 tahun sebagai masa tunggu dinmana tanaman berkayu ditanam atau dibiarkan dengan sendirinya mengalami regenerasi. Beberapa bentuk sivopatur, campuran rumpun dengan pohon, dimana rumpun dibiarkan tumbuh beberapa tahun ditengah pohon dan pengembalaan diizinkan beberapa tahun dibawah tegakan pohon. Pengaturan secara temporan di dalam sistem agroforestry dikenal beberapa bentuk yaitu: Concident, concomitant, overlapping, separate interpolated dan lain lain ( Tabel 1)

Tabel 1 Penyusunan Tanaman Penyusun Sisitem Agroforestry Secara Temportal

Penyusunan Temporal 
Gambaran Skematik
Contoh

COINCIDENT

Kopi dengan tanaman lindung 

CONCOMITANT

Tumpangsari

INTERMITTENT
(Jarak Dominan)

Tanaman pertanian dibawah kelapa, pengembalaan berkala  pada tegakkan

INTERPOLATE
(Jarak dan Waktu Dominan)

Perkarangan

OVERLAPPING

Merica dan kayu manis

SEPARATE

Intensif perladangan

Keterangan                    :           Tanaman petani
                                      : Tanaman pohon

Klasifikasi Berdasarkan Fungsi
Dua dari tiga sifat dasar agroforestry adalah produktivitas dan keberlanjutan. Sehinga agroforesty disampingsebagai fungsi produksi juga juga berfungsi sebagai fungsi ekologi, yaitu memelihara dan melindungi lahan untuk mempertahankan kemampuan berprodiksi. Dipandang sebagai suatu sistem produksi maka sistem agroforesty dapat dievaluasi berdasarkan keluarga yang berkaitan dengan makanan, energy, bahan mentah dan lain lain. Meskipun fungsi produksi dari sistem agroforesty berbeda dengan sistem yang lain. Oleh karena itu sistem agroforestypasti mempunyai fungsi produksi dan perlindungan. Akan tetapi tingkat kepentingan dari dua fungsi tersebut berbeda dari satu daerah ke daerah lainya, pada daerah relatif datar fungsi produksi lebih menonjol dibanding dengan fungsi perlindungan sebaiknya pada daerah dengan kelerengan yang tinggi maka fungsi perlindungan akan mendapat prosi yang banyak.

Klasifikasi berdasarkan Ekologi
            Kebanyakan sistem agroforesty mencirikan keadaaan ekologi dari daerah geografis yang berbeda. Sehingga mudah mendapatkan beberapa gambaran tentang sisitem agroforesty tropika dataran tinggi, dan rendah. Kondisi akroekologi suatu daerah merupakan sifat yang penting dan mendasar guna merencang sistem agroforesty meningkat “ekological regio” dapat ditemui di beberapa wilayah giografi yang berbeda. Sistem agroforesty di zona ekologi di wilayah grafik yang berbeda mempunyai struktur yang hampir sama. Sehingga banyak ahli merekomendasikan  banyak teknologi agroforesty yang ditujukan terhadap daerah agroekologi secara specifik.

Klasifikasi berdasarkan sosio- ekonomi
            Kriteria sosio-ekonomi yang mendasarkan pada produksi dan tingkat teknologi masukan dan pengolahan telah digunakan utuk mengelompokan sistem agroforesty sistem. Lugdgren (1982) mengelompokan sistem agroforesty menjadi sistem subsisten intermediate,dan komersilal.
            Sistem agroforesty subsisten apabila sistem pengunaan lahan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari pengelolah (petani) dan pengelolanya dilakukan oleh pemilik atau pengarap dan keluarganya. Pada sistem ini apabila terjadi surplus produksi maka produksi tersebut dijual, akan tetapi keadaan separti ini hanta sebagaai suplemen. Sistem agroforesty subsisten kebanyakan dilakukan didaerah negara bekembang, misalnya peladang di daerah tropik.
            Sistem agroforesty komersial apabila sistem pengunaan lahan berorientasi pasar. Didalam sistem ini tingkat  oprasional berkisar dari medium sampai besar dan pemilik lahan dapat pemerintah, Koprasi, dan pribadi. Tenaga kerja pada umumnya di gaji atau dikontrakkan contohnya tanaman karet, kelapa sawit dan kelapa yang dikombinasi dengan tanaman pertanian penghasil makanan, tanaman kopi, itu dan coklat yang ditanam dengan pohon pelindung.
            Sistem agroforesty “ itermediate” adalah sistem pengunaan lahan yang berada pada tingkat antara sistem komersil dan subsisten mengenai skala produksi dan pengelolaannya. Tenaga kerja dipenuhi baik dari pemilik atau pengarap dan tenaga kerja bayaran. Luas pertanian kecil sampai menengah dimana ada orientasi pasar dan konsumsi sendiri bagi pemilik atau pengarap. Contoh, tanaman sengon ( Paraserianthes falcataria ) di Indonesia.
                       


































Hutan Tropika

Hutan tropika adalah merupakan suatu ekosistem yang paling effisien untuk mengkonversi sinar matahari menjadi vegetasi. Tidak seperti daerah temperate, daerah tropika mempunyai curah hujan yang tinggi dan musim basah yang panjang, sehingga sulit untuk ditemukan jenis tanaman yang menggugurkan daun. Meskipun daerah tropis mempunyai produktivitas tinggi, yang berarti seolah-olah kesuburan tanahnya tinggi, namun kalau dilihat dengan teliti kesuburan tanahnya sangat miskin. Keadaan tersebut menggambarkan dualisme disatu sisi kesuburan hutan dan kemiskinan organik didalam tanah cepat berkurang.

Sifat Hutan Tropika
Secara umum sifat hutan tropika adalah sebagai berikut
1.      selalu hijau
2.      Keanekaragaman spesies tinggi
3.      terjadi strata atau lapisan tajuk.

Nilai Ekonomi Hutan Tropika
Hutan adalah merupakan salah satu sumber daya alam yang mengandung banyak manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Dipandang dari sudut ekonomi hutan tropika memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah:
1.      sebagai sumber devisa, dengan nilai jual kayu yang tinggi, ekoturism
2.      Sebagai penopang kehidupan masyarakat pedesaan khususnya disekitar hutan.

Kerusakan Hutan Tropika
Perhatian dunia semakin tinggi terhadap kerusakan hutan tropika yang cenderung semakin meningkat. apabila kerusakan hutan tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan banyak kerugian. Dampak negatif dari kerusakan hutan adalah sebagai berikut
1.      Perubahan pola iklim baik secara global maupun regional
2.      Hilangnya plasma nutfah, khususnya yang telah langka dan hampir punah
3.      Terganggunya atau perubahan siklus karbon
4.      Terganggunya siklus air, terjadinya banjir dan tanah longsor
5.      Berkurangnya produktivitas tanah oleh karena erosi
6.      dll

Ekosistem
Tumbuh-tumbuhan dan hewan secara  keseluruhan merupakan komunitas biotik. Untuk melangsungkan kehidupannya komunitas biotik ini tidak terlepas dari lingkungannya (lingkungan abiotik). Secara menyeluruh kedua komponen tersebut menyusun suatu sistem ekologi atau ekosistem. Contoh ekosistem: hutan, danau, padang rumput, sawah dll.
Perbedaan dalam ekosistem dapat dilihat oleh karena adanya:
1.      Perbedaan yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan kondisi iklim (hutan hujan tropika, hutan semusim, hutan sabana)
2.      Perbedaan-perbedaan yang disebabkan karena perbedaan letak diatas permukaan laut (zonasi pada pegunungan, lembah sungai, formasi larva dll)
3.      Perbedaan yang disebabkan oleh kondisi tanah dan iar tanah (pasir, lempung, basah, kering)
Ekosistem tersusun dari banyak ragam jenis tanaman sudah barang tentu komponen-komponen penyusun tersebut akan membentuk struktur tersendiri. Kershaw (1973) mengatakan bahwa struktur vegetasi mempunyai komponen (a) kedudukan spesies menurut susunan vertikal, misalnya stratifikasi, (b) kedudukan spesies berdasarkan sebaran horizontalnya (acak, seragam dan kelompok) dan (c) banyaknya (jarang, banyak terdapat dll).

Diversitas
Keragaman dipandang sebagai hal yang sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat organisasi suatu komunitas. Pada umumnya dapat dikatakan semakin beraneka ragam suatu komunitas makin tinggilah organisasi dalam komunitas tersebut. Hutan tropik merupakan ekosistem hutan yang mempunyai banyak jenis. Kurang lebih 85 persen jenis yang terdapat dimuka bumi ini terdapat pada hutan tropis.
Tingginya keanekaragaman jenis di hutan tropik disebabkan kondisi lingkungan daerah tropik itu sendiri, terutama faktor iklim. Iklim merupakan faktor lingkungan yang sangat penting pengaruhnya terhadap vegetasi dan faktor iklim inilah yang membedakan dengan bagian dunia lainnya. Daerah tropik yang mempunyai curah hujan tinggi, rata-rata nilainya diatas 1500mm per tahun dengan bulan keringyang pendek akan memberikan faktor yang ideal untuk tumbuhnya beragam jenis tanaman. Tersedianya sinar matahari yang banyak dan merata sepanjang tahun juga merupakan faktor pendukung tumbuhnya berbagai jenis tanaman. faktor iklim lain yang mendukung tingginya diversifikasi tanaman adalah seragamnya distribusi temperatur dan angin.   

Konversi Hutan
Peningkatan penduduk merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan harus dipikirkan agar tidak merusak sumberdaya alam yang tersedia. Akan tetapi persebaran penduduk dunia tidak merata dimana pada negara berkembang mempunyai penduduk dan laju peningkatan yang tinggi. Disamping itu peradaban manusia berkembang dengan cepat sehingga kebutuhan barang dan jasa semakin tinggi. Kondisi tersebut juga akan menuntut banyak terhadap tersedianya pangan dan papan serta keperluan lainnya (kertas). Disisi lain lahan pertanian semakin hari semakin sempit sehingga tidak terelakan terjadi tarik menarik dalam peruntukan lahan antara kehutanan dan pertanian. Akibat dari keadaan yang demikian banyak terjadi konversi lahan hutan untuk keperluan lain terutama untuk lahan pertanian, seperti lahan perladangan, dan pemukiman seperti transmigrasi.
Pada akhir-akhir ini kebutuhan akan kayu dunia semakin meningkat sehingga hutan alam yang ada sekarang sudah tidak mampu diharapkan untuk memenuhi kebutuhan dunia akan kayu. Salah satu usaha untuk memenuhi konsumsi masyarakat dunia akan kayu adalah dengan mengkonversi hutan alam menjadi hutan tanaman dengan jenis tanaman cepat tumbuh dan atau jenis lokal.

Peladangan
Peladangan merupakan  salah satu bentuk penggunaan lahan yang masih tradisional, yaitu dengan menebang hutan dan membakar kemudian ditanami untuk sementara waktu (2-3 tahun ) dan ditinggalkan setelah tidak produktif untuk jangka waktu tertentu (10-20 tahun ), baru kemudian kembali untuk menanam lagi.
Sistem tersebut tidak membahyakan kondisi ekologi apabila masih menggunakan waktu tunggu yang relatif lama, yaitu 10-20 tahun. Dengan lamanya masa tunggu akan memberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan tanah melalui vegetasi yang tumbuh selama masa tunggu. Akan tetapi karena jumlah penduduk yang tinggal disekitar hutan makin tinggi maka tekanan penduduk terhadap hutan juga terus meningkat. Keadaan ini yang menyebabkan semakin pendeknya masa tunggu. Pendeknya masa tunggu dan ditambah teknik bercocoktanam yang masih sangat sederhana yaitu belum memperhatikan segi konservasi maka kerusakan lahan terjadi sangat cepat, erosi tinggi dan produktifitas menurun.
Daerah yang memiliki perladangan yang luas akan dapat berdampak secara luas yaitu tidak memberi kesempatan terjadinya infiltrasi dan memperbesar aliran permukaan sehingga penggunaan lahan dibawahnya akan ikut mengalami efek negatif. Pada kondisi yang ekstrem dapat menimbulkan bahaya banjir.
Penggunaan api pada saat pembakaran akan memberikan resiko yang cukup tinggi untuk terjadinya kebakaran. Apabila kebakaran ini betul-betul terjadi maka hutan termasuk flora dan fauna, akan terbakar dan mungkin barang lainnya ikut terbakar, sehingga kerugian akan cukup besar. Pemegang Peran Utama Konversi Hutan, yaitu:
1.      Petani (mengkonversi secara illegal kewasan hutan menjadi ladang)
2.      Pengusaha (Eksploitasi yang berlebihan dengan tidak memperhatikan segi konservasi dan keberlanjutan akan meninggalkan hutan yang tidak produktif atau rusak)
3.      Pemerintah (pembuatan kebijakan yang tidak tepat)
















Sistem Produksi Agroforestry

Produktivitas Tanaman
Komponen utama dari pada sistem agroforestry sebagai penggunaan lahan secara optimal adalah tanaman. Sehingga pembahasan produktivitas sistem agroforetry tidak terlepas dari pada produksi tanaman. Produksi tanaman dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengkonversi energi matahari menjadi energi kimia yang dapat dirubah dan disimpan. Konversi energi matahari emnjadi energi kimia melalui suatu reaksi yang dinamakan fotosintesis. Prinsip umum dari reaksi fotosintesis sudah diketahui dengan baik. Oleh karena prinsip fotosintesis adalah penting didalam pengelola sistem produksi dan mengekploitasi produksi potensial tanaman-tanaman, maka diharapkan pembaca/mahasiswa untuk mempelajari kembali secara mendalam pada buku fisiologi pohon. Pada kesempatan ini hanya diuraikan fotosintesis secara garis besar.
Produktivitas tanaman secara umum, dapat dimengerti sebagai sejumlah pertumbuhan yang dicapai oleh tanaman dalam waktu tertentu. Produktivitas tanaman merupakan fungsi dari kecepatan bersih dari fotosintesis (Pn), yang merupakan pengurangan fotosintesis kotor (Pg) dengan respirasi (R) :
Pn        = Pg - R
Fotosintesis adalah merupakan fiksasi carbon didalan jaring hijau dari tanaman dengan sumber energi dari sinar matahari. Secara umum reaksi fotosintesis dapat ditulis sebagai berikut :
                                   
                                                cahaya
CO2 + 2H2O                          (CH2O) + H2O + 02
                                    Kloroplas

Fotosintesis terdiri dari dua reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Fotosintesis terang disebut dengan ”photophosphorylation” dan fotosintesis gelap disebut fiksasi CO2. Reaksi terang terjadi di lamella dan terjadi oksidasi air dan produksi energi kimia ATP dan NADPH. ATP dan NADPH akan digunakan sebagai energi untuk mengkonversi korbondioksida menjadi molekul organik yang stabil. Reaksi gelap terjadi juga kerena adanya aktivitas enzim. Sinar matahari yang berguna dalam proses fotosintesis adalah cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang 400-700 nm yang kurang lebih 44-50% dari total sinar matahari yang masuk ke atmospher bumi. Cahaya tampak yang digunakan  oleh tanaman disebut dengan ”photosynthetically active rediation” (PAR).
Respirasi melibatkan oksidasi atau penguraian bahan-bahan komplek seperti gula dan lemak. Respirasi juga dapat merupakan reaksi balik dari fotosintesis, sebagai berikut:

C6H12O6 + 6O2                6CO2 + 6H2O + Energi
             (glukosa)

Energi yang dipakai dalam proses respirasi adalah energi dari hasil proses fotosintesis. Fotosintesis menghasilkan peningkatan berat kering karena pengambilan CO2, sedangkan respirasi menghasilkan pelepasan CO2 sebagai konsekuensi terjadi penurunan berat kering. Dua proses tersebut adalah sangat penting bagi tanaman. Karbohidrat yang sederhana dihasilkan oleh proses fotosintesis ditransformasi oleh proses respirasi ke bahan-bahan struktural, penyimpanan dan metabolisme yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pada kondisi optimal respirasi dapat mengurangi kurang lebih 33% dari hasil fotosintesis.
Didalam fisiologi konsep LAI (“Leaf Area Index”) digunakan secara luas sebagai analisis pertumbuhan.  LAI adalah perbandingan luas daun (pada satu sisi) dari tanaman terhadap luas lahan.  Produktivitas dari tajuk tanaman biasanya dilukiskan dengan istilah CGR (“Crop Growth Rate”) yaitu akumulasi bahan kering per unit lahan per unit waktu. Satuan yang digunakan adalah g m2 hari. Permukaan daun merupakan organ utama fotosintesis, oleh karena itu pertumbuhan tanaman sering juga dilukiskan oleh NAR (“Net Assimilation Rate”) yaitu akumulasi berat kering per unit daur per unit waktu g m2 (luas daun) hari1. NAR adalah suatu pengukuran untuk rata-rata bersih pertukaran per unit luas daun di dalam tajuk maka:

CGR =NAR  X  LAI.

Di dalam system pertanian, efisiensi fotosintesis hanya terjadi sebesar 2 - 2,5%. Secara umum efisiensi fotosintesis kurang dari 15. Pada sistem multiple cropping yang sangat intensip di India Utara (29oN,79oE dan ketinggian 240 m dpl) sebesar 1,7 – 2,38 %. Produktivitas ekosistem padang rumput selama musim basah di ekosistem Serengeti Tanzania pada waktu yang pendek, produksi primer bersih di atas tanah sebesar 40 g/m2/hari (146 ton/ha/tahun). Sedangkan di daerah tropika sebesar 10 – 35 ton/ha/tahun di hutan tropika basah dan 10 – 25 ton/ha/tahun di hutan tropika semusim. Pada sistem agroforestry masih belum dilakukan perhitungan terhadap produktivitas akan tetapi Young( 1989) nencoba untuk menghitung efisiensi fotosintesis atau produktivitasnya terhadap sistem agroforestry dataran rendah basah didepat perkiraan sebesar 20 ton berat kering /ha/tahun. Dengan asumsi bahwa akar menyumbangkan 33% dari total fotosintesis diperkirakan total produktivitasnya sebesar 30 ton/ha/tahun. Agar supaya pengelolaan agroforestry untuk mencapai produksi per unit lahannya tinggi harus memperhatikan bagaimana tanaman itu melakukan proses metabolisme yang efisien. Pada prinsipnya bagaimana menigkatkan efisiensi fotosintesis untuk semua komponen agroforestry, khususnya tanaman.

Pola Pokok Agroforestry
Ada tiga pola pokok agroforestry yang sering dijumpai dilapangan yaitu: Agrosilvopasture, Agrosilviculture dan Silvopasture. Agrosilvopasture adalah merupakan pola penggunaan lahan dengan menggunakan jenis pohon, tanaman pertanian dan ternak.   Agrosilvikulture adalah pola penggunaan lahan dengan menggunakan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian. Silvopasture adalah pola penggunaan lahan dengan menggunakan tanaman kehutanan dan hijauan makanan ternak serta ternak.

Agroforestry di dalam kawasan Hutan Jati
Jumlah luas kawasan hutan di pulau Jawa dan Madura kurang lebih tiga juta Ha, sekitar 22% dari jumlah luas daratan pulau-pulau ini. Menurut fungsinya kawasan hutan dibagi menjadi 420.000 ha hutan lindung, 731.000 ha hutan suaka alam, dan 847.000 ha hutan produksi. Hutan-hutan tersebut tersebar di pegunungan sampai rawa-rawa di Jawa, dan sebagian kecil di Madura. Kawasan hutan di Jawa dan Madura dikelilingi oleh desa-desa. Jumlahnya tidak kurang dari 6.170 buah desa, dengan jumlah penduduk pada tahun 1988 kurang lebih tiga juta orang dan kepadatan penduduk sebesar 775/Km2 (Bratamiharja,1990). Lebih dari 60% dari penduduk sekitar hutan hidup dari pertanian. Lahan yang dimiliki hanyalah sepertiga sampai setengah ha per rumah tangga. Banyak juga penduduk yang tidak memiliki lahan. Tingkat pendapatan masyarakat disekitar hutan umumnya rendah dan luas lahan yang sempit akan menimbulkan tekanan yang cukup berat terhadap kawasan hutan, keadaan ini akan semakin meningkat apabila tidak ditangani dengan sunggh-sungguh. Sebagai akibat tahun 1990 terdapat tidak kurang dari 230.000 ha lahan hutan yang kurang produktif karena penggunaan lahan tanpa ijin, penggembalaan liar dan lain-lain. Intensitas pencurian kayu jati yang semakin tinggi juga turut memberikan gambaran yang jelas tentang rendahnya pendapatan masyarakat sekitar hutan. Meskipun beberapa kasus pencurian mempunyai motif yang lain. Sistem peremajaan hutan yang dikembangkan di Indonesia (jawa) pada tahun 1870-an yaitu dengan cara tumpangsari mempunyai prospek untuk meringankan tekanan kawasan hutan dari penduduk. Pada awalnya sistem tumpangsari dikembangkan untuk tujuan pembuatan tanaman hutan dengan biaya yang rendah dengan melibatkan masyarakat yang tidak memiliki lahan. Dengan berkembangnya usaha untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang optimal maka sistem tumpangsari dikembangkan menjadi sistem peremajaan hutan yang memberikan nilai atau hasil sampingan dari kawasan hutan yaitu: produk pertanian, peternakan dan penyediaan lapangan pekerjaan.
Tumpangsari
Teknologi tumpangsari merupakan cara pembuatan hutan atau peremajaan hutan di Jawa  yang telah berkembang sejak tahun 1873, dimana setiap tahun luasnya meliputi 30.000-40.000 ha. Kerangka teknologi tumpangsari adalah melibatkan petani sekitar kawasan hutan untuk memanfaatkan lahan hutan dalam jangka waktu tertentu, kira-kira 2-3 tahun. Sistem tumpangsari yang diterapkan di hutan Jawa dapat disebut sebagai agroforestry.
Sistem tumpangsari pertama dilakukan di KPH Pemalang oleh Buurman dalam tahun 1873, dan kemudian berkembang secara pesat sebagai sistem penanaman hutan di Jawa. Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) diperkenalkan sebagai tanaman sela oleh Jaski pada tahun 1906. Dibanding dengan cara lain, seperti banjar harian dan trubusan, sistem tumpangsari jauh lebih baik  Keuntungan yang diperoleh adalah terpeliharanya tanaman pokok dari kompetisi dengan gulma, memberi hasil pertanian, dan memberi kasempatan kerja.
Berdasarkan petunjuk teknis pembuatan tanaman jati Perum Perhutani tahun 1974 dan 1977, pada dasarnya kegiatan tumpangsari terdiri dari empat kegiatan, yaitu : (1) persiapan lahan, (2) persiapan benih, (3) pelaksanaan tanaman, dan (4) pemeliharaan. Jarak tanam tanaman pokok umumnya 3x1m dan tanaman sela ditanam di tengah-tengah antara larikan tanaman jati. Tanaman pertanian ditanam diantara  tanaman sela dan tanaman jati.


Inmas tumpangsari 
Pertambahan penduduk yang tidak dapat dielakkan akan menuntut adanya kesediaan pangan yang mencukupi. Salah satu usaha Perum Perhutani untuk membantu menyediakan pangan adalah dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
  1. Penggunaan bibit tanaman pertanian yang unggul
  2. Perbaikan pengelolaan dan konservasi
  3. Penggunaan pupuk
  4. Penggunaan pestisida, jika perlu
  5. Pemilihan waktu yang tepat untuk penanaman dan pemberian pupuk, sehubungan dengan waktu turunnnya hujan.
Sejak tahun 1972 pelaksanaan inmas tumpangsari telah banyak memberikan hasil yang cukup memuaskan, sehingga luas arealnya diperluas. Dengan menggunakan padi gogo unggul, pemupukan 90-100 kg urea, dan 60-150 kg TSP hasil padi gogo meningkat dari 700 kg menjadi 2.000-3.000 kg tiap hektarnya. Gambar sistem tumpangsari dapat dilihat sebagai berikut :
               S       S       S       S       S       S       S     Tanaman pokok
                                                                              Tanaman pertanian

                XXXXXXXXXXXXXXXXXXXX    Tanaman sela
                                                                              
                                                                              Tanaman pertanian
                S       S       S       S       S       S      S      Tanaman pokok

Tumpangsari Selama Daur dalam Program Perhutanan Sosial.
Teknologi ini disebut demikian karena dapat dilakukan selama daur tanaman pokok, umpamanya 25-30 tahunpada pinus dan 60-80 pada jati. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah pesanggem harus memelihara tanaman pokok secara baik. Penilaian pelaksanaan, baik tidaknya tanaman pokok dilakukan setiap tahun. Program ini dimulai tahun 1984 atas kerja sama antara Perum Perhutani dengan Yayasan Ford,dengan tujuan:  
  1. Pembangunan hutan di lahan kritis kawasan hutan dapat berhasil
  2. Peran serta masyarakat secara akitf dalam pembangunan hutan dapat terselenggara
  3. Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan meningkat
  4. Kualitas lingkungan pendukung kebutuhan masyarakat terbina
  5. Tekanan masalah sosial ekonomi terhadap hutan tertanggulangi
Ada dua kegiatan pokok yang harus dilakukan dalam program Perhutanan Sosial,yaitu :
  1. Pembentukan dan pembinaan kelompok-kelompok tani hutan (KTH)
  2. Pelaksanaan agroforestry selama daur
Pembentukan kelompok tani hutan (KTH) dimaksudkan sebagai wadah untuk melancarkan penyaluran informasi, baik instansi kehutanan maupun yang terkait, serta diantara petani berupa usulan-usulan untuk memperlancar pekerjaan. KTH adalah sebagai wahana untuk memadukan perencanaan “Top-down” dan “Bottom-up”. Garis besar pelaksanaan tumpangsari selama daur adalah mencakup kegiatan:
Pembuatan Pola Agroforestry :
                  Pemilihan jenis pohon dan palawija
                  Penentuan pola Agroforestry
Petunjuk pelaksanaan agrofoerstry :
                  Persiapan pembuatan tanaman
                  Persiapan benih dan bibit
                  Pelaksanaan penanaman
                  Pemeliharaan
                  Perjanjian kerja sama atau kontrak
Monitoring
                  Pengertian-pengertian dasar
                  Monitoring pola Agroforestry
                  Evaluasi pola Agroforestry
Perbedaan-perbedaan yang penting dengan tumpangsari biasa, selain jangka waktu kontrak, juga sebagai berikut :
  1. Jarak tanam tanaman pokok lebih lebar.
a)      6x2 m dan 6x3 m untuk jenis-jenis rindang, seperti Gmelina
b)      5x2 m dan 5x3 m untuk jenis-jenis setengah rindang, seperti jati
c)      4x2 m dan 4x3 m untuk jenis-jenis tidak rindang, seperti sengon


  1. Selain tanaman pokok dapat ditanam :
a)      Tanaman pertanian semusim selama kurang dari empat tahun, untuk tahun ke 4 dan selanjutnya, diperkirakan tajuk tanaman pokok sudah menutup, disarankan ditanam tanaman yang tahan naungan tetapi  yang memiliki ekonomi yang tinggi seperti kapulaga dan empon-empon.
b)      Tanaman pengisi berupa tanaman keras yang ditanam dilarikan tanaman pokok bermanfaat bagi pesanggem dan jumlahnya sebanyak 20% dari jumlah tanaman pokok pada akhir rotasi.
c)      Tanaman sisipan berupa tanaman pertanian /perkebunan yang ditanam dikiri-kanan tanaman sela yang bermanfaat bagi pesanggem dan jumlahnya sebanyak 20% dari jumlah tanaman pokok pada akhir rotasi. Bila tanaman pengisi berupa tanaman pertanian/perkebunan, maka tanaman pengisi harus merupakan tanaman kehutanan dan sebaliknya.
d)     Tanaman tepi yang ditanam di sekeliling tanaman di tepi alur dan di jalan pemeriksaan, berupa pohon buah-buahan, seperti durian, petai, picung dll
e)      Tanaman pagar dibuat di sekeliling tanaman di tepi alur dan jalan pemeriksaan, biasanya tanaman secang
f)       Tanaman sela di antara tanaman pokok untuk mencegah erosi dan meningkatkan kesuburan tanah, seperti lamtoro (tahan kutu loncat), kaliandra, gamal, flemingia, akan tetapi juga rumput-rumputan seperti sataria, Hamilton dan juga nenas.











Beberapa pola Agroforestry dapat dilihat pada gambar :

                                                           Jalan  tanaman
P       P       P       P       P       P       P       P       P       P       P       P       P        P
    P       P       P       P       P       P       P       P       P        P      P       P        P
P       P       P       P       P       P       P       P       P       P       P       P       P        P
A     B     C     A      B      C      A      B     C     A     B      C    A     B     C     A
T         T         T          O           T           T         T         O         T        T          T
           Tanaman pertanian                 
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx       5 m    xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
T         T         T          O           T           T         T         O         T        T          T
              Tanaman pertanian                 
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx        5 m   xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
T         T         T          O           T           T         T         O         T        T          T

Keterangan :
P : tanaman secang ( Caesalpinia bonducella) sebagai tanaman pagar
A : Srikaya (Annona squamosa) sebagai tanaman tepi
C : Randu (Ceiba petandra) sebagai tanaman tepi
T : sebagai tanaman pokok jati (Tectona Grandis)
O : Jambu biji (Psidium gujava) sebagai tanaman sisipan
X : Lamtoro sebagai tanaman sela

Multicropping
Multicropping adalah menanam dua atau lebih tanaman di lahan yang sama. Di daerah tropika budidaya tanaman pertanian dengan multiplecropping merupakan sistem pertanian (farming system) dengan menanam 2 atau lebih tanaman dalam waktu satu tahun. Ada dua tipe Multiplecropping (Andrew and Kassam 1978) :
1.      Penanaman sequensial, dimana dua lebih tanaman ditanam bergantian dilahan yang sama
2.      Intercropping/campuran, dimana dua atau lebih tanaman ditanam pada lahan yang sama dan waktu yang sama.
Penanaman dengan sistem campuran secara intensif mempunyai dua dimensi, yaitu waktu dan tempat,sedangkan penanaman atau “intercropping” secara sequensial hanya memiliki dimensi waktu.
            Penanaman campuran dan sequensial dilakukan sebagai cara mengkombinasi tanaman pangan dan kayu pada lahan yang sama. Tumpangsari merupakan sistem penanaman di hutan jati yang melibatkan baik sistem campuran dan penanaman sequensial. Multiplecropping di kehutanan agak sedikit berbeda dengan dibidang pertanian; oleh karena itu dua tanaman yang ditanam mempunyai umur yang tidak sama. “Multiple cropping” di laksanakan pada saat tanaman pohon masih muda dan sebelum kanopi menutup.

Penanaman Sequensial di dalam Penanaman
            Areal untuk tanaman pohon digunakan untuk ditanami tanaman pertanian selama 1-2 tahun (musim) segera setelah pohon ditebang sampai sebelum tanaman pohon mulai ditanam. Kondisi ini akan memberikan keuntungan diantaranya: persiapan lahan yang baik, mengurangi keberadaan gulma, adanya sisa pupuk yang digunakan untuk tanaman semusim dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman pohon. Tanaman pangan masih diperbolehkan untuk ditanam hingga dua tahun setelah tanaman pohon (kehutanan) ditanam.

Penanaman Intercropping di dalam Penanaman    
            Pelaksanaan intercropping di bidang kehutanan adalah dengan menanam tanaman pangan disela-sela tanaman pohon. Sistam ini lebih banyak digunakan. Di Perhutani juga mengembangkan sistem ini. Bentuk intercropping tergantung pada luasnya penanaman, apabila luasannya kecil dapat diterapkan dengan sistem tumpangsari (padat karya) dan apabila areal penanamannya luas maka dapat digunakan dengan mekanisasi.

Pola Agroforestry di daerah iklim lembab
            Tiga aspek yang perlu mendapat perhatian agar supaya penerapan teknologi agroforestry dapat berhasil dengan baik. Penekanan tiga aspek; produktivitas,keberlanjutan, dan kesesuaian akan berbeda dari melihat kondisi. Pada daerah tropika basah, yang memiliki curah hujan tinggi ( 1500 mm) dengn bulan kering pendek ( 4 bulan),temperatur ( 22OC) dan tingkat kesuburan lahan yang rendah, maka penekanannya pada aspek keberlanjutan (sustainability) dari sistem agroforestry.

Sustainability
            Prinsip keberlanjutan harus mendapat prioritas yang tinggi dalam aplikasi, peningkatan dan pengelolaan sistem agroforestry secara efektif diperlukan agar supaya berhasil dalam membantu petani untuk mempertahankan produksi dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Keberlanjutan dalam sistem agroforestry akan menjadi lebih penting dari monokultur oleh karena beberapa hal, diantaranya: 1) bahan kimia dan input lain seperti pupuk tidak atau sedikit digunakan, 2) Agroforestry sering diterapkan pada lahan yang marginal dan miring sehingga pengendalian erosi menjadi penting
            Bruning da Coworkers (1975) di dalam McDiken (1990) mengatakan beberapa aspek pengelolaan secara umum yang diperlukan agar supaya produksi pertanian di daerah tropik basah berhasil, yaitu :
1.      Penutupan tanaman dipertahankan untuk mengurangi resiko erosi tanah
2.      Siklus nutrisi harus dipelihara sehingga kehilangan nutrisi dapat diseimbangkan dengan tambahan nutrisi
3.      Sifat siklus nutrisi tanaman diatur terhadap tingkat masukan nutrisi melalui hujan, debu, fiksasi nitrogen, dan “weathering”
4.      Diversitas biotik di dalam komposisi spesies, penyebaran umur, ”tropic level”, dan lain-lain harus dipertahankan di atas tingkat yang mana aktivitas penyakit dan serangga menjadi penghambat secara ekonomi dan ekologi.                                                                                                                                            
            Meskipun daerah tropik basah dipandang sebagai daerah yang produktivitasnya tinggi akan tetapi produksi pada daerah tropik basah dihambat oleh keadaan lahan yang rendah kandungan nutrisinya (nutrient reserve), aluminium toxicity, tingginya fiksasi phosphorus dll. tingginya curah hujan lebih dari 1500mm/thn akan mendorong terjadinya kerusakan lahan dan pencucian nutrisi yang besar. Keadaan tersebut akan memberikan gambaran informasi kepada pengelola lahan dan peneliti untuk menitik beratkan pada prinsip keberlanjutan (sustainability) dalam arti konservasi tempt tumbuh dalam mengembangkan agroforestry di daerah tropika basah.

Produktivitas dan Kesesuaian
            Teknologi agroforestry yang diterapkan atau peningkatan terhadap sistem agroforestry yang telah ada disamping berorientasi pada “sustainability” harus juga berorientasi pada aspek produktivitas dan kesesuaian. Agroforestry di daerah tropik basah harus bersifat menguntungkan, ditinjau dari segi ekonomi, bagi pengelolanya dan paket teknologi serta pengelolaan yang digunakan harus disesuaikan dengan masyarakat setempat.

Pola Agroforestry di Daerah Kering dan Rusak
Pengembangan pola agroforestry di daerah kering dan rusak ditujukan untuk memperbaiki kondisi tempat tumbuh agar supaya dapat lebih produktif. Identifikasi yang rinci terhadap tempat tumbuh, geographic maupun sebaran tanah, merupakan factor yang penting untuk dapat digunakan dalam menerapkan sistem agroforestry agar lebih bermanfaat. Kemasaman, “waterlogging”, kekeringan, salinitas, alkalinitas, dan keberadaan debu, pasir, dan kerikil adalah merupakan hambatan utama dalam memperbaiki kondisi tempat tumbuh. Menurut King dan Chandler (1978) diperkirakan 4.900 juta ha di daerah tropik atau kurang lebih 65% dari daerah tropik dikategorikan sebagai tanah tidak bermanfaat. Program penggunaan lahan dengan sistem agroforestry harus mengacu pada tiga kriteria dasar yaitu sustainabilitas, produksi, dan kesesuaian.

Sustainability
            Faktor yang paling tidak menguntungkan dari daerah yang kering dan rusak adalah faktor lingkungan, sehingga penerapan agroforestry da daerah ini diusahakan untuk menciptakan mikroklimat dan memperbaiki tanah agar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup, tanaman dan ternak dan akhirnya manusia. Untuk mencapai fungsi tersebut penggunaan jenis pioneer, yaitu spesies yang mampu tumbuh dan bertahan pada kondisi yang minim, menjadi tahap awal yang akan menentukan guna mendukung keberhasilan agroforestry. Sudah barang tentu penentuan jenis yang akan digunakan harus mempertimbangkan faktor lingkungan apa yang menjadi pembatas dalam menumbuhkan tanama. Misalnya tanaman yang tahan terhadap kekeringan akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan nutrisi. Tanaman Gmelina arborea merupakan jenis yang tahan terhadap kemasaman yang dapat digunakan sebagai jenis dalam sistem agroforestry. Penanamn pohon pada daerah ini dapat dikatakan merupakan strategi investasi secara ekologi, karena akan dapat memperbaiki daya dukung lahan untuk tanaman pertanian dan menciptakan iklim mikro yang sesuai untuk perkembangan sistem penggunaan lahan lebih lanjut. Perbaikan daya dukung lahan akan lebih cepat apabila digunakan jenis pioner yang mampu melakukan fiksasi nitrogen atau jenis yang mempunyai asosiasi dengan mycorizha.
            Pilihan pengelolaan yang melibatkan penerapan sistem agroforestry adalah :
1.      Menanam dan memelihara pohon-pohon dengan jangka waktu tertentu kemudian menanam tanaman herba atau pertanian.
2.      Menanam pohon-pohon yang diasosiasikan dengan tanaman pertanian di dalam sistem lorong.
Penanaman pohon cepat tumbuh yang rapat dan membiarkan terbentuknya kanopi yang tebal untuk menghalangi gulma merupakan alternatif pemanfaatan lahan kritis yang ditumbuhi alang-alang. Penanaman MPTs pada lahan yang ditujukan untuk mendapatkan hasil tambahan berupa makanan ternak dan kayu.

Produktivitas dan Kesesuaian
            Perbaikan tempat tumbuh oleh pohon-pohon yang telah ditanam dengan melalui penambahan bahan oeganik dan kemampuan untuk melakukan fiksasi nitrogen dan ditambahkannya input pupuk pada daerah yang betul-betul memerlukan akan memberikan kesempatan tanaman pertanian untuk tumbuh lebih baik. Keberadaan rayap dan mikroorganisme akan sangat berperan dalam proses dekomposisi sehingga terbentuk unsur hara dan siap untuk diserap oleh tanamn pertanian maupun pohon. Penerapan teknologi agroforestry yang menggunakan komponen pohon dan tanamn pertanian dan tau peternakan akan memungkinkan memberikan hasil yang bervariasi dan peningkatan produktivitas lahan.
            Agar supaya hasil yang dikeluarkan teknologi agroforestry dapat termanfaatkan dengan baik maka jenis –jenis tanaman yang digunakan harus yang diminati oleh masyarakat dalam proses perencanaan sampai evaluasi menjadi penting.

Fungsi Pohon dalam Agroforestry
            Sistem agroforestry akan berfungsi dengan baik apabila dilakukan pengelolaan yang benar terhadap komponen penyusunan sistam tersebut guna memanfaatkan faktor lingkungan yang tersedia. Agar supaya pengelolaan komponen sistem agroforestry dilakuakan dengan benar maka diperlukan adanya pemahaman yang mendalam tentang fungsui masing-masing penyusun di dalam sistem agroforestry. Perlu ditegaskan bahwa tujuan dari agroforestry berbeda dengan bercocok tanam monokultur dan kehutanan tradisional dimana kedua sistem tersebut hanya berorientasi terhadap produksi dan fungsi kayu. Berdasarkan definisi agroforestry yang diterima secara umum maka tujuan dari pada penggunaan pohon mempunyai tujuan yang banyak. Oleh karena itu aspek tentang pemilihan pohon,sifat-sifatnya, dan pengelolaannya perlu dipelajari dan diteliti lebih mendalam. Manab dan Abood (1990) mengatakan bahwa fungsi utama pohon-pohon dan tanaman-tanaman keras lainnya adalah untuk memberikan jasa dan juga untuk memberikan penghasilan secara langsung dalam bentuk buah-buahan, biji-bijan, buah-buahan berkulit keras, rebung, kulit dan akar. Menurut Boerboom (1981) fungsi pohon dalam sistem agroforestry adalah :
1.      Menghasilkan produksi untuk dikonsumsi secara lokal maupun pasar
2.      Untuk memperbaiki atau menstabilkan pengaruh lingkungan, lokal dan atau daerah sekitar (“site improvement”)
3.      Untuk menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan (selain) tanaman pertanian (peningkatan habitat).
            Melihat fungsi dari pada pohon di dalam sistem agroforestry  ditujukan untuk memenuhi beberapa fungsi maka dapat dikatakan pohon yang digunakan diseut pohon multi guna atau “multipurpose tree species” (MPTS) (Wood, 1990). Menurut MacDicken dan Khemnark, (1991) “multipurpose tree species” merupakan komponen yang penting di dalam sistem agroforestry. MPTS didifinisikan sebagai tanaman yang memiliki lebih dari satu  hasil dan atau fungsi di dalam sistem penggunaan lahan. Dalam arti yang sempit, MPTS diartikan sebagai produksi kayu dan hijauan makanan ternak yang berasal dari pohon yang sama. Semua pohon dapat dikatakan MPTS jika dikelola untuk tujuan atau servis ganda. Secara umum keuntungan dari MPTS sebagai komponen agroforestry adalah beragam. Secara garis besar MPTS dapat menguntungkan pada aspek produksi dan peningkatan tempat tumbuh (“site improvement”). Suatu spesies dikatakanmultiguna di dalam produk dan pelayanan (service) maka spesies tersebut harus memiliki lebih dari satu produk, seperti : produk kayu, makanan ternak, makanan, naungan dan lainnya. MPTS mempunyai multiguna dalam peningkatan tempat tumbuh, seperti : kemampuan memegang tanah di tempat, potensial terhadap peningkatan tanah, kemampuan untuk membawa nutrisi dari zone tanah lapisan bawah ke lapisan atas untuk digunakan oleh tanaman semusim, kemapuan untuk merubah mikro-klimat.
            Pengaruh pohon secara umum terhadap tanah, dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Sehingga pengelolaan pohon di dalam sistem agroforestry harus dapat memperhatikan sifat-sifat pohon yang akan digunakan.
            Pengaruh pohon yang bersifat menguntungkan terhadap tanah dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu pengaruhnya terhadap penambahan tanah, pengurangan kehilangan lahan dan pengaruhnya terhadap kandungan fisik dan kimia tanah.

Pengaruh Pohon Terhadap Penambahan Tanah
a)      Memelihara atau meningkatkan bahan organic tanah, bagian-bagian vegetatif pohon yang mati baik di atas dan di bawah permukaan tanah akan menambah kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik ini akan dapat mempengaruhi positif terhadap temperature, kelembaban, mikroorganisme, dan pH tanah.
b)      Fiksasi Nitrogen : dengan melakukan simbiose dengan jamur tertentu, contohnya Rhyzobium sp. Pohon khususnya jenis legum dapat melakukan fiksasi nitrogen langsung dari atmosfer sehingga dapat menembah nutrisi di tanah.
c)      Masukan dari atmosfer ; dengan bantuan hujan, kandungan nutrisi dan debu di atmosfer dapat tercuci dan menambah siklus nutrisi.
d)     Dapat memanfaatkan nutrisi yang berada pada lapisan tanah yang dalam dan dikembalikan ke permukaan tanah sebagai bahan organik.

Pengaruh Pohon Terhadap Pengurangan Hilangnya Tanah
a)      Perlindungan terhadap erosi : masalah yang serius dari erosi adalah hilangnya bahan organik dan nutrisi dari tanah yang pada akhirnya akan mengurangi produksi tanaman. Kombinasi keberadaan pohon dan bahan organic akan dapat mengurangi “splash errosion” dan aliran permukaan sehingga dapat mengurangi hilangnya tanah dan nutrisi.
b)      Meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi : dengan sistem perakaran poohon yang dalam dimungkinkn akan memanfaatkan nutrisi yang tercuci masuk ke lapisan lahan yang dalam dimana tanaman pertanian tidak mampu memanfaatkan. Pohon yang berasosiasi dengan jamur mikorisa akan mampu memanfaatkan nutrisi tanah dengan optimal.

Pengaruh Pohon Terhadap Sifat Fisik Tanah
a)      Memelihara atau meningkatkan kandungan fisik tanah : keberadaan pohon mampu meningkatkan struktur, porositas, kelembaban tanah, dan ketahanan terhadap erosi.
b)      Memodifikasi temperatur yang ekstrem : temperatur yang tinggi pada lahan yang terbuka akan mempengaruhi terhadap populasi mikroorganisma dan pertumbuhan tanaman. Dengan adanya bahan organic yang menutupi tanah akan mampu mencegah temperatur yang tinggi. Pohon dengan sersahnya maupun dengan tajuknya dapat memenuhi fungsi tersebut. 

Peranan Pohon Terhadap Kandungan Kimia Tanah
a)      Pengurangan tingkat kemasaman tanah
b)        pengurngan terhadap tingkat kegaraman: “afforestation” telah berhasil dilakukan pada lahan alkali dan saline. Contoh di Karnal India di bawah tegakan Acacia nilotica dan Eucalyptus tereticornis mengurangi pH tanah dari 10.5 menjadi 9.5 lebih dari 5 tahun dan menurunkan konduktivitas elektrik sebesar 4 menjadi 2 dSm-1.

Adapun pengaruh negatif keberadaan pohon di dalam sistem agroforestry diantaranya adalah:
a)      Kehilangan bahan organik dan nutrisi pada saat terjadi pemanenan kayu : perhatian yang paling utama adalah rusaknya kemampuan tanah oleh penggunaan pohon yang cepat tumbuh, oleh karena banyaknya akumulasi nutrisi di bagian vegetatif pohon. Kerusakan akan lebih serius apabila petani juga mengambil tajuk dan daun ke luar sistem agroforestry. Sehingga di dalam pengelolaan sistem agroforestry hendaknya pengambilan bagian vegetatif pohon yang dipanen perlu diatur agar dapat mengurangi efek negatif.
b)      Kompetisi nutrisi antara tanaman pohon dengan tanaman pangan : hal ini akan terjadi apabila sistem perakaran pohon tidak dalam sehingga terjadi persaingan pengambilan nutrisi di lapisan bagian atas tanah. Penggunaan pohon atau tanaman berkayu yang mempunyai perakaran dalam sangat berguna dalam mengurangi kompetisi nutrisi.
c)      Kompetisi terhadap kelembaban antara pohon dengan tanaman pertanian: keadaan ini akan sangat berpengaruh pada daerah kering. Secara umum pertumbuhan dan orientasi mengarah ke tempat yang mempunyai kelembaban tinggi. Pada daerah yang kering tidak menutup kemungkinan sistem perakaran pohon dan tanaman lain akan terakumulasi pada tempat yang relatif lembab, sehingga kompetisi tinggi.
d)     Adanya zat kemikalia yang dikeluarkan oleh pohon yang bersifat penghambat : beberapa jenis Eucalyptus mengeluarkan toxin yang menghambat perkecambahan dan pertumbuhan tanaman obat-obatan. Sehingga “ allelopathic substances” yang dikeluarkan oleh akar pohon merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan yang perlu diperhatikan di dalam pengelolaan agroforestry.
            Lahirnya konsep baru tentang penggunaan lahan dengan sistem agroforestry maka muncul isu penting yang berhubungan dengan jenis-jenis yng digunakan dalam sistem agroforestry. Berdasarkan pada sistem agroforestry yang ada maka terlihat bahwa jenis tanaman khususnya kayu masih belum mendapatkan prioritas yang tinggi. Hal ini terlihat dari jenis yang digunakan hanya berorientasi untuk produksi kayu dan mendapatkan perlakuan yang kurang intensif. Berkembangnya agroforestry akan membawa perbedaan perspektif ke dalam pemikiran yang mendalam tentang penggunaan jenis-jenis tanaman yang sesuai dengan sistem-sistem penggunaan lahan yang ada. Pemilihan pohon dalam penerapan teknologi agroforestry merupakan titik yang penting guna menunjang keberhasilan sistem agroforestry yang diperkenalkan atau peningkatan sistem yang sudah ada. Sifat yang paling penting dari pemilihan spesies di dalam sistem agroforestry adalh kemampuannya untuk di budidaya secara campuran yang terintegrasi, tidak melihat apakah tanaman pertanian, kehutanan dan atau yang lainnya.
            Pohon-pohon tanaman berkayu yang digunakan di dalam penerapan teknologi agroforestry harus memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah (Rachie,1983 dan Redhead,1983):
1.      Mudah ditanam dengan biji maupun bibit.
2.      Cepat tumbuh dan mempunyai produksi tinggi baik daun maupun kayu.
3.      Mempunyai kemampuan untuk tumbuh setelah ditebang (Good coppicing ability).
4.      Kemapuan tinggi untuk melakukan siklus nutrisi.
5.      Mempunyai manfaat ganda : kayu baker, makanan, makanan ternak, konstruksi, perlindungan dan manfaat lainnya.
6.      Perakaran dalam, sehingga tidak memberikan kompetisi dengan tanaman semusim.
7.      Mempunyai kualitas daun, buah, dan biji yang baik.
8.      Mudah mengalami pruning alami dan mudah terdekomposisi.
9.      Mempunyai perbandingan yang tinggi antara daun terhadap cabang sekunder.
10.  Bebas dari hama dan penyakit.
11.  Mudah untuk dilakukan pengendalian.
12.  Spinelessness ( tidak memutar)

Prinsip Untuk Pemilihan Jenis Agroforestry
            Kehidupan suatu pohon dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu: factor genetik (“genotype”) dan faktor lingkungan. Kedua factor tersebut saling kait-mengait dalam memepengaruhi pertumbuhan tanaman seperti dilihat, sering disebut dengan “phenotype” .  Jadi secara singkat dapat ditulis demikian : P = G + E (phenotype = genotype + lingkungan).
            Genotype adalah genetik yang potensial dari pohon, yang tidak dapat kita lihat secara langsung. Genotype dicirikan oleh gen-gen yang berada di kromosom di dalam nukleus setiap sel tanaman. Lingkungan adalah fator non-genetik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Gen dan faktor lingkungan berinteraksi mempengaruhi proses biologis di dalam sel yang kemudian akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan jaringan dan akhirnya phenotype dari tanaman. Sehingga dasar di dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan produksi yang tinggi atau yang diinginkan adalah dengan cara mendapatkan gen yang baik atau yang dikehendaki dan memanipulasi lingkungan agar supaya genotype dapat diekpresikan untuk mendapatkan phenotype yang diinginkan.
            Untuk mengetahui apakah suatu phenotype pohon betul-betul dikendalikan oleh faktor genotype maka perlu dilakukan penelitian terhadap spesies yang diuji pada kondisi lingkungan yang seragam atau dikendalikan.



Nitrogen Fixation Trees
            Jenis pohon yang diketahui mampu melakukan fiksasi nitrogen sebanyak 650 jenis dan beberapa ribu diduga mempunyai kemampuan melakukan fiksasi nitrogen. Kebanyakan pohon yang mempunyai sifat mampu melakukan fiksasi nitrogen adalah famili Leguminoseae, kebanyakan berada pada daerah subtropik dan tropik (Brewbaker, 1987).
            Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari jenis-jenis legume dapat membantu didalam perputaran nutrisi tanaman dan air lapisan tanah bagian dalam, melakukan fiksasi nitrogen dari air. “intercept fog drip”, mengurangi penguapan air dari tanah, mengurangi temperatur permukaan tanah, menyediakan naungan bagi tanaman semusim dan ternak, makanan ternak, makanan manusia dan lainnya.
            Brewbaker,(1987) menambahkan bahwa peranan penting jenis pohon yang mempunyai kemampuan fiksasi nitrogen karena nitrogen itu sendiri. Kandungan protein di daun untuk jenis legume di daerah tropik sebesar 16% dan di daerah subtropik sebesar 9%. Sebagai gambaran nutrisi yang diberikan oleh Leucaena leucocephala yang ditanam campur dengan jgung, kerapatan L. Leucocephala 40.000, 20.000, 13.000 tanaman  per ha dengan kerapatan jagung 60.000 tanaman per ha di the Centro International de Agricultura Tropica (CIAT) di Cauca Valley, Colombia dapat di lihat pada Tabel 1.
            Berdasarkan “the acetylene reduction methode”dan metode lain memberikan gambaran behwa produksi nitrogen yang dilakuakan L. Leucocephala adalah berkisar antara 100-500 kg N/ha/tahun. Di Nigeria L. Leucocephala yang tumbuh pada lahan Alfisol dengan ph 6,1 produksi nitrogen sebesar 98-134 kg/ha/6 bulan. Tingginya produksi nitrogen yang dihasilkan oleh jenis ini dikarenakan kemampuan untuk membentuk nodul di sistem perakarannya di bawah kondisi yang spesifik. Berat kering nodul yang dibentuk dilaporkan mencapai 51 kg/ha dengan kerapatan 830 pohon/ha dan 63 kg/ha pada kerapatan 2500 pohon. jenis ini pada umumnya berasosiasi dengan jamur Rhizobium.





Tabel 1. Berat basah dab kandungan nitrogen, phosporus dan potassium daun dan cabang untuk Leucaena Leucocephala umur 4 bulan di CAT Colombia.
Tanaman per ha
Berat basah ton/ha
Nutrisi yang dilepaskan (kg/ha)
Produksi jagung ton/ha


N
P
K



d
b
t
d
b
t
d
b
t

40.000       17.8       
20.000         9.3      
127
  66                                                                                                                                               
45
25
22
172
  91
  81
7         6         
13       53       46      99        4.9
 8        28       24      52        5.5
4         4       
13.000         8.2         59
3         3          6       24       21      45        6.0
0                                                                                                                                  5.4












Ket : d : daun, b ; batang, t : total

Acacia mangium dan Acacia auriculiformis juga mempunyai kapasitas untuk melakukan fiksasi nitrogen yang baik. Di samping itu juga Albizia lebbeck dan Paraserienthes falcataria mempunyai untuk memperbaiki lahan karena kemampuannya untuk melakukan fiksasi nitrogen.
            Pada sistem tumpang sari jenis tanaman yang digunakan untuk tanaman sela adalah Lamtoro atau Kemlandingan. Jenis tanaman Kemlandingan dipilih untuk digunakan sebagai tanaman sela dikarenakan sifat yang dimiliki yaitu mampu melakukan fiksasi nitrogen dari udara sehingga menjadi nitrogen yang tersedia bagi tanaman semusim, memompa nutrisi di lapisan tanah yang dalam dan berguna untuk tanaman yang mempunyai sistem perakaran yang dangkal, menyediakan makanan ternak bagi penggrap dean lainnya.

Cara Inokulasi Rhizobium
            Inokulasi tanaman dapat dilakukan dengan tanah atau dengan bintil akar yang telah dicacah adalah merupakan teknik yang paling umum dilakukan dan direkomendasikan. Kehati-hatian perlu dilakukan dimanan ada resiko yang tinggi terhadap kontaminasi bibit dan stek dengan patogen, seperti Rhizoctonia solani dan Pseudomonas solanacearum pada kasus Casuarina equisetifolia atau Nematoda pada kasus Acacia yang dikenalkan di Afrika Barat dari Australia.
            Pada jenis yang disemaikan pada container inokulasi dapat dilakukan dengan Rhizobium adalah merupakan cra yang umum dilakukan. Cara yang paling baik dengan penyemprotan atau drilling inokulasi secara ke dalam polybag pada saat waktu tanam, atau mencampur biji dan inokulum sebelum penanaman. Pada kasus yang berkaitan dengan frankia maka inokulasi dapat dilakukan dengan mencampur dengan inokulum.

Sumber Pustaka
Nair, P.K.Z. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publisher.                                                                                                      
       Dordrbcit, Boston, London.

Huxley, P.A. 1983. The role of Tree in Agroforestry: Some comments. In Plant Research                               
       and Agroforestry. Ed. P. A. Huxley.

Oldeman, R.A.A. 1981. The design of ecologically sound agroforests. In Viewpoints of               
       Agroforestry. Ed. K. F. Wiersum.

Raintree, J. B. 1990. Theory and Practice of Agroforestry Diagnosis and Design. In                                                                                                       
Agroforestry Classifikation and Management. Ed. MacDicken and                                                                         Napoleon T. Vergara.

MacDicken, K. G.  Agroforestry Management in the Humid Tropics. In Agroforestry
         Classification and Management. Ed. Kenneth G. MacDicken Napoleon T. Vergara.         
           
                
  
   

  

   
               
Pertumbuhan Tanaman
(Pohon)

            Pertumbuhan merupakan hasil akhir dari interaksi dari berbagai proses fisiologi. Keberhasilan pertumbuhan suatu pohon adalah bergantung pada efisiensi proses fisiologinya, terutama proses fotosintesis, dalam memproduksi karbohidrat dan kemampuannya untuk merubahnya menjadi jaringan-jaringan tanaman. Kegiatan ini meliputi juga proses translokasi hasil fotosintesis keberbagai bagian tanaman, perubahannya menjadi substansi lain seperti protein, lemak, dan juga penggunaannya dalam proses asimilasi dan respirasi.
            Efisiensi proses fisiologis sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana pohon itu tumbuh. Sehingga untuk mengetahui respon pohon terhadap lingkungan maka perlu diketahui tentang prinsip-prinsip proses fisilogis yang mengatur pertumbuhan itu dipengaruhi.
            Hubungan antara organisme dan lingkungannya dijelaskan oleh Klebs sebagai berikut :
             Potensi Genetis                                                   Lingkungan
             - genetika                                                            - ekologi, ilmu tanah                                                         
             - pemuliaan pohon                                              - meteorologi, entomologi, dll
                                      
                                 Proses dan Kondisi Physiologi
                                           - bidang fisiologi pohon


                                          Pertumbuhan Pohon
                                           - kehutanan, pertanian, dll
            Pada diagram di atas ditunjukkan bagaimana peran factor lingkungan dan genetik berinteraksi untuk mempengaruhi proses fisiologis yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan pohon beik secara kualitas maupun kuantitas. Konsep ini didasarkan pada konsep biologi, yaitu bahwa sifat keturunan dan faktor lingkungan baru dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme tanaman hanya apabila keduanya dapat mempengaruhi proses dan kondisi fisiologi dalam tanaman itu sendiri.

Tree improvement
            Usaha pemuliaan untuk agroforestry akan sangat tergantung pada informasi yang ada pada program Pemuliaan Pohon. Tujuan dari pemuliaan adalah untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan lahan dan hutan untuk produktivitas, stabilitas dan keberlanjutan. Program Pemuliaan Pohon di Asia masih difokuskan terhadap pohon yang mempunyai nilai industri tinggi seperti : Tectona grandis, Pinus caribea, Pinus merkusii, Eucalyptus spp, Paraserianthes falcataria dan Leucaena leucocephala sudah banyak digunakan di dalam sistem agroforestry. Leucaena varietas K8 mempunyai produksi kayu yang tinggi 40 – 900 % dan daun yang tinggi 100 – 300 %.
            Tree Improvement (pemuliaan pohon) adalah usaha untuk mempertahankan “parentage” yang dikombinasikan dengan aktivitas pengelolaan hutan seperti pemupukan, persiapan lahan untuk meningkatkan hasil. Kegiatan :tree improvement” kadang-kadang berjalan tanpa pengetahuan genetika yang baik. Oleh karena dalam penggunaan lahan dituntut adanya optimalisasi, salah satunya dengan menggunakan jenis yang berkualitas baik, maka “tree improvement” sangat diperlukan didalam pengelolaan kehutanan, maupun agroforestry.
Untuk melakukan pemuliaan pohon ada lima tahap yang ditekankan oleh Zobel dan Talbert (1984) :
1.      Pemilihan spesias, atau “geographyc sources within species”, yang harus digunakan pada daerah yang terpilih.
2.      Penentuan jumlah, macam dan sebab variabilitas dalam species.
3.      Menentukan kualitas yang diinginkan dari individu yang ditingkatkan, seperti mengembangkan pohon dengan kombinasi sifat –sifat yang diinginkan .
4.      Produksi secara masal individu yang telah ditingkatkan untuk tujuan penghutanan kembali.
5.      Mengembangkan dan memelihara “genetic base population” yang cukup luas untuk keperluan generasi berikutnya.
            Ada dua faktor penting yang membedakan pemuliaan pohon ( tree improvement ) untuk agroforestry dengan teknik yang tradisional. Pertama, seleksi pohon harus berada pada kondisi agroforestry, contoh apabila pohon diduga mempunyai readsi negative terhadap tanaman semusim atau ternak maka seleksi pohon harus dilakukan pada kondisi yang diinginkan. Misalnya seleksi pohon untuk mendapatkan pohon yang tumbuhnya cepat pada lahan padi maka sekesi pohon harus dilakukan pada lahan padi. Kedua, pohon yang potensial untuk diseleksi sudah digunakan oleh petani dan petani secara tidak sengaja telah melakukan seleksi pohon yang biasanya dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan, khususnya untuk pohon penghasil buah dan makanan. Sehingga pemuliaan pohon harus menggunakan jenis yang telah dimuliakan petani.
            Pemuliaan pohon untuk agroforestry menghadapi tiga permasalahan yaitu :
1)      Intensitas seleksi yang dilakukan, kecepatan peningkatan suatu sifat akan menurun apabila sifat yang lain diikut sertakan
2)      “Derivation of selection is complex mathematically”, terbatasnya cara yang tersedia untuk melakukan penilaian pada waktu yang pendek dan screening dalam skala yang luas untuk beberapa sifat ( traits)
3)      Pohon harus dimuliakan pada kisaran kondisi lingkungan dan pengelolaan yang berbeda.  
Sertakan; 1) "Derivation of selection is Complex mathematically", terbatasnya cara yang tersedia untuk melakukan penilaian pada waktu yang pendek dan screening dalam skala yang luas untuk beberapa sifat {trait.);  2) pohon harus di muliakan pada kisaran kondisi lingkungan dan pengelolaan, yang berbeda.

Peningkatan Produksi Usaha Tani
Jumlah penduduk yang mendiami dunia selalu bertambah yang pada akhirnya tuntutan akan pangan juga semakin meningkat. Pada sisi lain areal pertanian cenderung menurun dengan sema berkembang nya tingkat peradapan manusia, khususnya di negara berkembang. Lahan pertanian yang subur banyak dikonversi menjadi kawasan industri  perumahan dan transportasi. Salah satu usaha yang dillakukan dalam bidang pertanian adalah melalui intensifikasi pertanian. Usaha intensifikasi pertanian diantaranya :
1.      Penggunaan jenis yang unggul
2.      Waktu tanam yang benar
3.  Pemupukan
4.   Pengarian
5.   Pengendalian hama dan penyakit

Penggunaan jenis yang unggul dimaksudkan jenis Yang dapat menghasilkan produksi yang tinggi dengan kualitas yang tinggi Diharapkan jenis yang digunakan tidak saja mempunyai kuantitas dan kualitas yang baik tetapi juga mempunyai ketahanan terhadap kondisi lingkungan tertentu yang tidak menguntungkan, seperti tahan hama dan penyakit, tahan naungan, tahan kekeringan dan lain lainnya.
Penanaman pada waktu yang benar merupakan salah satu usaha untuk menghindari keadaan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Pemilihan waktu. tanam dapat menghindari musim kering atau menghindari serangan hama dan penyakit, sehingga tidak saja mengurangi input yang masuk tetapi juga dimaksudkan akan menigkatkan produksi pangan dengan menumbuhkan tanaman pangan Pada kondisi yang paling sesuai.
Ketersediaan akan nutrisi didalam tanah untuk pertumbuhan tanaman adalah faktor yang sangat pokok dalam suatu sistem produksi pertanian Oleh karena banyaknya nutrisi yang dibawa keluar dari sistem pertanian, yaitu berupa produksi pangan, maka agar supaya daya dukung lahan tidak berkurang perlu dilakukan penambahan unsur hara atau nutrisi kedalam. sistem. pertanian. Penambahan nutrisi berupa pupuk diharapkan akan memberikan ketersediaan nutrisi bagi tanaman untuk dikonversi menjadi produk pertanian, seperti beras, jagung, kedelai dan lain-lain
Ketersediaan air untuk budidaya pertanian adalah sangat penting agar supaya keberlangsungan hidup tanaman pertanian tidak terganggu. Ketersediaan air pada tanah yang merupakan pelarut utama unsur hara harus dicukupi agar supaya tidak menjadi faktor pembatas didalam proses fisiologis tanaman untuk mengkonversi nutrisi menjadi produk pertanian. Usaha ini dilakukan dengan melakukan pengairan.
Selama pertumbuhan tanaman selalu menghadapi faktor lingkungan yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan. Agar supaya produksi tanaman tinggi maka usaha untuk memperkecil pengaruh faktor yang merugikan menjadi sangat berarti. Pengendalian hama dan penyakit merupakan usaha yang mendapat prioritas dalam rangka meningkatkan hasil pertanian. Hal ini didasarkan bahwa kehilangan produksi pertanian  akibat hama dan penyakit cukup nyata. Adanya effek yang negatif dari penerapan pestisida pada sistem pertanian dan kehutanan berhadap "non-target species" maka diharapkan pembrantasan hama dan penyakit menggunakan sistem pemberantasan hama atau penyakit secara terpadu. Pestisida hanya digunakan apabila hama dan penyakit betul-betul sudah menimbulkan kerugian atau menjadi pilihan terakhir.Teknik penerapan pestisida juga harus dilakukan dengan benar.Hal yang tidak kalah penting adalah penggunaan dosis yang sesuai dengan anjuran.

Silvikulture Intensif
Tuntutan akan hasil hutan yang cenderung meningkat dan semakin terdesaknya areal hutan ke daerah yang kurang produktip akan memberikan permasalahan yang perlu dihadapi dan dijawab dengan baik. Seperti halnya dibidang pertanian, dikehutanan pengelolaan hutan perlu ditinjau kembah agar supaya dapat menjawab tantangan yang terns berkembang, seperti kebutuhan kayu, kertas, pangan dan lain-lainnya. Salah sate aspek yang perlu dibenahi adalah pengembangan silvikultur tradisionil menjadi silvikulture intensif. Silvikulture intensif pads dasarnya usaha budidaya tanaman hutan dengan :
1.   Menggunakan jenis, unggul sesuai dengan tujuan pengelolaan hutan
2    Penggunaan biji dan bibit yang berkualitas tinggi
3.      Penggunaan pupuk
4.      Mengelola sesuai dengan sifat pohon, penjarangan, wiwilan dan lain-lain
5.      Mengendalikan hama dan penyakit Berta gangguan lainnya
6.      Memanfaatkan microorganisms untuk kepentingan pengelolaan
7.      Pengarian

Uji Species.
Dalam rangka untuk meningkatkan produksi sistem agroforestry maka perlu dilakukan pemilihan jenis yang tepat Untuk mendapatkan jenis yang sesuai dengan keingginan terlebih dahulu dilakukan seleksii terhadap beberapa jenis tanaman (pohon). Menurut Chuntanaparb (1991) untuk mendapatkan peningkatan genetik untuk agroforestry terdiri dari : 1) menetapkan dan menggunakan spesies yang tepat, 2) mengunakan kisaran sebaran geografi yang balk untuk species yang terbaik, dan 3) memilih dan memuliakan individu terbaik dalam cumber-cumber yang terbaik dari species yang dipilih.
Pemilihan jenis berdasarkan pada prinsip terhadap rata-rata nilai genotype dari species yang telah dipilih lebih disukal dari pada rata-rata nilai dan' semua individu di populasi. Pemilihan species untuk tujuan industri atau pemuliaan pohon tradisional (traditional tree improvement) adalah sangat sederhana dan telah ditentukan. Pada sistem agroforestry kriteria pemilihan species akan lebih komplek sebab pohon diharapkan memiliki multiguna (Wood, 1991). Pohon harus memdil<d sifat-sifat yang tertentu agar supaya memenuhi fungsi ganda, seperti kecepatan tumbuh, tingkat survival, ukuran, bentuk tajuk, sistem perakaranya dan lain-lain.
Pemilihan jenis yang tepat barn merupakan salah sate tahap dalam manajemen tanaman untuk menopang keberhasilan sistem agroforestry. Setalah pemilihan jenis tecapai maka yang perlu dipikirkan adalah berapa banyak yang harus ditanam, bagaimana menyusunnya, dan teknik pengelolaan yang baigamana yang tepat

Hubungan Antara Tujuan Pemanfaatan Dengan Uji Species
Prioritas yang tinggi dari produk untuk MPTS di dalam sistem agroforestry adalah untuk kayu bakar, makanan ternak, kayu perkakas, dan makanan. Prioritas tinggi terhadap fungsi MPTS adalah untuk mempertahankan kesuburan lahan dan mikrokLimat yang sesuai.
Pemilihan jenis, untuk tujuan utama penghasil kayu bakar maka jenis pohon (tanaman) harus memenuhi tiga kriteria yaitu dapat diterima masyarakat kandungan kayu dan produksi tinggi serta berkualitas. Agar supaya jenis tanaman dapat diterima masyarakat maka jenis kayu bakar harus mempunyai kombinasi yang baik dalam hal asap, abu, dan kandungan kalorinya serta mudah untuk di belah dan dipotong. Kayu yang lurus dan kecil-kecil mudah ditangani dari pada jenis asli. Kandungan kayu bakar yang dimaksud mempunyai nilai kalori yang tinggi, kerapatan, tidak berasap bila dibakar, ukuran kayu, kemudahan untuk dikelola dan lake dipasarkan (harga tinggi).
Untuk menghitung produksi kayu bakar pada sistem, agroforestry adalah sangat komplek dibanding dengan tanaman monokulture sebab pohon ditanam di situasi yang beragam dan dipanen pada waktu yang tidak sama dengan ukuran dan klualitas yang berbeda, seperti apabila pohon ditanan secara individu, sepanjang baris, sebagai pagar atau disusun seperti alley cropping. Sering kali kayu bakar yang diambil untuk keperluan domestik diambil dari ranting atau pemangkasan.

Effective of canopy
Sebelum tahun 1960 perombakan CO2 berlangsung berdasarkan pada lintasan yang dikenal dengan siklus Calvin. Di dalam proses ini CO2 bereaksi dengan "the pentose agar ribulose diphosphate" untuk menghasilkan 2 molekul 3-phosphoglyceric Acid (3-PGA) dan akhirnya hexose. Produk awal yang dapat diukur dengan menambahkan radioaktif CO2 adalah 3 molekul 3-PGA. Lintasan ini disebut dengan lintasan C 3. Tanaman yang memfiksasi Canbon melewati lintasan ini disebut dengan tanaman C 3.
Pada tahun 1960-an Hatch and Slack memperkenalkan lintasan lain untuk memfiksasi Carbon. Kombinasi CO2 dengan phosphoenal pyruvat (PEP) untuk menghasilkan 4 Carbon Oxaloacetate, Molate dan Aspartate yang kemudian di translokasi ke jaringan vaskuler dimana bahan-bahan tersebut di konversi menjadi pyruvate. Sejak produk yang dikenali dari fotosintesis di lintasan ini adalah 4 molekul C maka lintasan ini disebut lintasan C 4 dan tanaman yang melakukan fiksasi Carbon melalui lintasan ini disebut tanaman C 4. Berdasarkan pada Crop Growth Rate (CGR) selama periode perturnbuhan dapat dikatakan bahwa tanaman C 4 lebih produktif dari pada tanaman C 3. Murata (1975) di dalam Kira dan Kumara (1990) mendapatkan bahwa jagung (tanaman C 4) selalu menunjukkar, CGR lebih tinggi dan effisien penggunaan energi sinar matahari dari pada tanaman padi pada beberapa kondisi. Maksimum rata-rata produksi bersih untuk kanopi C 3 adalah 40 - 50 ton/ha/th, yang biasanya dicapai oleh jenis-jenis cepat tumbuh, di daerah tropik. Sedangkan kanopi C 4 hampir dua kalinya, contoh 96 ton/ha/th untuk Pennisetum purpureum dan 78 ton/ ha/th untuk tebu (sugar cane). Namun ada tanaman C 3 tertentu yang dapat juga berproduksi seperti tanaman C 4, seperti bunga matahari.
Pohon besar yang berada pada lapisan atas seperti Dipterocarpus spp. Dan Shorea spp mempunyai kecepatan fotosintesis sebesar 10 - 15 mm CO2 per dm2 (lugs daun) per hari yang hampir sama dengan pohon daerah temperate (Larchea , 1980 di Kira and Kumura, 1990). Daun Shorea kprosula inempunyai kecepatan fotosintesis tertinggi yaitu 25 - 30 mg CO2 per dm2 (lugs daun) per hari.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tajuk
Jenis tanaman sendiri merupakan faktor yang penting dalam menentukan efisiensi atau produktivitas tajuk. Secara umum di daerah tropik dan sub-tropik tanaman C4 yang ditanam dengan monokukultur akan lebih produktif dari pada tanaman monokultur C3. Karena perbedaan prinsip dalam proses fotosintesis dari kedua group tanaman tersebut maka dalam aplikasi sistem agroforestry dapat menggunakan sifat-sifat untuk memanfaatkan ketersediaan cahaya dan mengoptimalkan produktivitas tanaman.
Terjadinya peningkatan konsentrasi CO2 di udara oleh aktivitas pembakaran bahan bakar minyak, kebakaran hutan telah dilaporkan oleh para ahli. Crutzen and Adreae (1990) mencatat terjadi peningkatan 0,03 % dari tahun 1960-an 1980-an (300 ppm - 340 ppm). Apabila terjadi peningkatan konsentrasi CO2 diudara maka secara otomatis akan terjadi peningkatan kecepatan fotosintesis. Akan tetapi terjadinya peningkatan konsentrasi CO2 diudara mungkin akan menyumbangkan terjadinya. peningkatan suhu udara secara global dan akan merubah iklim. Perubahan iklim sudah barang tentu akan mempengaruhi tedadinya produktivitas tajuk atau tanaman dan pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas sistem usaha tarsi termasuk agroforestry yang menitik beratkan pada tanaman sebagai sumber produksi.
Faktor lain yang mempengaruhi terhadap fot6sintesis adalah temperatur dan keberadaan kelembaban dan unsur hara. Tanama akan memberikan respon yang berbeda terhadap pengaruh penutupan dan nutrisi, penutupan dan temperatur serta penutupan dan kesuburan tanah.
Pilihan utama dalam pengelolaan untuk memanipulasi fotosintesis dari suatu komunitas tanaman didalam sistem agroforestry adalah berdasarkan pada manipuilasi profil cahaya. Agar supaya tanaman dapat menggunakan dengan merata cahaya yang tersedia dan memanfaatkan dengan efektif, maka sebagian besar sinar matahari yang ada hares diserap oleh jaringan tanaman yang berkloroplas. Sudut kedudukan, jumlah, ukuran dan susunan dawn adalah faktor penting yang mencirikan Was areal fotosintesis dan kemampuannya setiap individu tanaman dalam menggunakan sinar matahari. Komunitas tanaman dengan berbagai jenis tanaman akan membentuk beberapa strata kanopi yang pada akhirnya akan mempunya-i nilai LAI lebih tinggi dibanding dengan monokultur sehingga rata-rata kecepatan fotosintesis tinggi. Pemahaman terhadap mekanisme komponen komunitas tanaman campuran dalam menggunakan sinar matahari adalah suatu faktor yang penting dalam penilaian dan pengelolaan sistem penggunaan lahan.


PHENOLOGI
Phenologi adalah study tentang diskripsi dari karakteristik tingkah laku suatu organisms didalam hubungannya dengan lingkungannya. . Phenometri merupakan pengukuran secara kuantitatif dari siklus hidup atau phenofase yang spesifik Dengan mengetahui tingkah laku suatu binatang atau tanaman maka kita akan mudah menentukan suatu kegiatan yang menyangkut jenis yang kita ketahui. Kalau kita hendak berburu maka kijang maka harus mengetahui tingkah lakunya agar supaya mudah dalam penangkapan. Pengarap tanah yang dibekali dengan pengetahuan tentang phenologi berusaha memanfaatkan untuk memilih genotif suatu tanaman dan mengelolanya sedemikian rupa sehingga akan dicapai produktivitas tanaman secara optimal dan atau untuk mencapai produk tertentu dari suatu lahan pada musim tertentu.
Pada waktu tanaman ditanam secara bersamaan maka efektifitas penggunaan sumber lingkungnya tergantung sekali pada kegiatan dan distribusi secara spasial maupun temporal. Setup tanaman mempunyai kemampuan yang bervariasi untuk merespon terhadap hngkungannya sehingga memungkinkan untuk menempati dan berhasil hidup pada berbagai kondisi ekologi dengan kondisi iklim yang beragam. Ada pohon yang menggugurkan daun pada saat musim kerng, seperti Tektona grandis, ada jenis yang menggugurkan daun sebelum berbunga, dan ada yang mempunyai sifat selalu hijau. Startegi dari tanaman bersifat fleksibel untuk menghadapi kondisi lingkungan yang tidak seragam selama hidupnya.
Pemahaman dengan defail karakteristik setup individu di tempat asal dan ditempat yang baru, khususnya penyusun agroforestry, akan menjadi informasi yang berguna dalam memilih dan mengelola penyusun sistem agroforestry meskipun perlu waktu yang tidak singkat Kebanyakan pohon tropika dan subtropik pada cousin keng atau sedikit hujan mengalami musim buah, setelah itu diikuti dengan pertumbuhan vegetatif yang mempunyai jaringan yang aktif untuk melakukan fotosintesis. Pengurangan secara besar terhadap karbohidrat dan cadangan nutrisi pada pemasakan buah akan menyebabkan banyaknya daun yang gugur.
Pada waktu dimana terjadi perubahan lingkungan adalah merupakan hal yang penting apabila dikaitkan dengan fase pertumbuhan tanaman secara spesifik. Interaksi komplek dari faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap phenologi jenis pohon dan herba didalam sistem agroforestry tidak selalu mudah untuk diidentifikasi atau dikuandfi-kasi. Pengetahuan tentang inberaksi dari komponen sistem akan sangat membantu dalam memahami persoalan tersebut Keberhasilan untuk pemilihan jenis tidak saja didasarkan pada kemampuan untuk tumbuh, berbunga dan berbuah pada suatu iklim tertentu akan tetapi juga kemampuan untuk menghadapi stress lingkungan.

Manfaat Tentang Pemahaman Phenologi Alam

Belajar tentang phenologi tanaman dapat dikatakan merupakan pekerjaan yang mudah yaitu melibatkan pengamatan tanaman yang berkelanjutan dibarengi dengan pencatatan data meteorologi dan tanah (status air tanah dan temperatur tanah). Pencatatan yang lebih cermat dapat membantu dalam mengetahui respon tanaman secara spesifik Phenologi yang dilakukan pada agroforestry, misalnya pengamatan terhadap petambahan tunas atau bagian vegetatif, gugurnya dawn, pembungaan, pembuahan dan keadaan perakaran dipermukaan mungkin sudah cukup. Jika phenologi suatu pohon telah dipelajari dengan baik didaerah sebarannya maka beberapa keuntungan telah didapatkan untuk mengelola jenis tersebut pada tempat lain.

Phenologi dan Pengelolawnrya di Dalant Sistent Agroforestry.
Pohon merupakan komponen utama dan berperan amat penting dalam pengembangan sistem agroforestry sehingga pemilihan genotif pohon yang sesuai adalah merupakan suatu keputusan yang sangat menentukan dalam keberhasilan program agroforestry. Pemilihan jenis tanaman yang tepat sebagai penyusun sistem agroforestry memungkinkan tanaman untuk dapat mempergunakan sumber yang ada secara bersamaan dan memperkaya tempat tumbuh.
Penetapan tujuan pengusahaan lahan adalah merupakan suatu langkah yang memfokuskan terhadap pemilihan jenis tanaman. Tana-man yang secara genetik baik untuk memanfaatkan sumber yang ada, mampu memperbaiki kualitas tempat tumbuh dan memperbaiki lingkungan.
Pemilihan jenis pertanian dititik beratkan pada jenis-jenis yang disukai oleh petani dan pasar. Akan tetapi dalam keberbatasan tersebut sudah barang tentu aspek phenologi tanaman perlu dipertimbangan agar terjadi kesesuaian tidak saja bagi petani akan tetapi bagi keberlanjutan sistem. Variabel yang penting adalah lama musim tanam, waktu penyebaran dalam kaitannya dengan sumber daya yang tersedia dan phenofase alam dan atau penerapan pengelolaan yang potensial dari pada pohon.
Beberapa pohon, misalnya: Acacia albidatrubus pada tajuknya sebelum, musim hujan dan kehilangan daunnya pada awal musim hujan. Keadaan ini memungkinkan tanaman pertanian (seperti kacang tanah) ditanam, dibawah pohon yang mans dapat memanfaatkan atau mendapatkan keuntungan dari pengkayaan lapisan tanah. Pemanfaatan sumber yang ada jugs dapat dipilahkan menurut waktu. Pengaturan pemisahan waktu pertumbuhan dari penyusun sistem secara menyeluruh atau utuh'merupakan suatu pengelolaan yang baik untuk mendapatkan manfaat yang maksimum. Akan tetapi ada keterbatasan dalam memodifikasi phenologi alami dari kebanyakan pohon dengan menggunakan teknik pengelolaan.
Optimalisasi bagian vegetatif dari tanaman dapat dicapai dengan menghindari terjadinya pembungaan dan pembuahan. sebagai contoh Leucaena leucocephala diperkiranan terjadi peningkatan produksi bagian vegetatifnya sebesar 20 - 30 % bila pembungaan dan pembuahan dapat dihindari. Hasil maksimal secara keseluruhan dapat ditingkatka-n dengan mengoptimalkan pertumbuhan awal dan menyelaraskan waktu dimana terdapat banyak nutrisi dan hormon dengan hubungannya dengan perkembangan sumber yang tersedia. Beberapa yang perlu mendapat pertimbangan dalam optimalisasi produksi diantaranya adalah ;
1.      Penghargaan terhadap phenologi alami dari berbagai tanaman sebagi komponen penyusun sistem
2.      Analisa stokastik terhadap variabel iklim
3.      Memahami sejauh mana teknik pengelolaan berpengaruh terhadap phenofase khusus dari jenis yang terlibat atau yang digunakan
4.      Pengetahuan tentang dasar-dasar interaksi tanaman
Pada pengelolaan sistem agroforestry secara umum harus dipelihara keseimbangan antar produksi kayu dan produksi lainnya; oleh sebab itu jumlah dan penyusunan komponen kayu harus ditentukan dengan benar. Ketahanan pohon terhadap pruning, lopping, polarding dan browsing adalah faktor yang sangat mendasar untuk diperhatikan.
Pemotongan pohon yang menggugurkan daun (desidious) akan mempengaruhi pertumbuhan secara alami, karena bagian apikal merupakan titik tumbuh dimana hormon tumbuh dibentuk. Sedangkan penghilangan pucuk pada pohon yang selalu hijau akan terjadi pertumbuhan kembali meskipun pemotongan pucuk pada musim keying akan menghasilkan kematian pucuk. Perbedaan respon akan terjadi pada setiap )ends terhadap perlakuan sama pada lingkungan yang berbeda.
Pengurangan atau pemotongan terhadap pucuk dan daun khususnya yang sudah tea w1ama periode pertumbuhan vegetatif mungkin akan memperlama waktu perpanjangan pucuk atau tunas, yang pada akhirnya akan memperluas perbandingan kanopi yang aktif melakukan fotosintesis. Kondisi demikian akan memungkinkan terjadinya peningkatan produksi suatu tanaman. Irigasi dilakukan untuk menghindari stress dan pemupukan khususnya nitrogen juga memberikan pengaruh yang sama.
Tanaman berkayu akan mengalami perubahan morfologi dan fisiologi pada setiap fase pertumbuhan (biji, anakan, tian& dan pohon ) selama watu yang panajang. Perubahan bersebut hares dipahami dalam sistem agroforestry, dimana fase muda dapat diperpanjang dengan pemangkasan dan pemupukan nitrogen secara berlebihan. Perlakuan strees juga akan merubah proscs, fifsologis tanaman, misalnya perlakuan strees akan merangsang terjadinya pembungaan dengan jalan merubah perbandingan C/N. Karakteristik pohon pada fase muda hares dipahami dengan seksama dalam penerapan sistem agroforestry karena pada periode ini terjadi interaksi dengan tanaman pertanian. Pemahaman karakteristik   pohon   pada   fase   muda akan memudahkan dalam menerapkan apek phenologi dan pengaturan secara spasial yang sesuai.
Campur tangan terhadap pengelolaan system produksi lahan berakibat meluasnya inputs, akan tetapi pengaruh dari omputs yang dimaukan baik dalam bentuk ketrampilan atau teknis dan material akan sangat tergantung pada waktu penerapan Teknik pengelolaan yang tepat akan memungkinkan pohon dapat tumbuh baik diluar kisaran iklim secara normal.

Phenologi  Bawah Tanah
            Mekanisme pertumbuhan akar untuk di daerah tropis perlu diamati dan diteliti yang intensif terutama pohon.  Disamping itu sistem perakaran dari jenis tersedia untuk agroforestry perlu dkaji secara mendalam. Informasi yang didapatkan dari kegiatan diatas akan memudakan dalam mengelolan komponen penyusun sistem agroforestry sehingga  terjadi effisien pemanfaatan terhadap input yang dimasukan dan sumber yang telah tersedia. Pengaturan perakaran secar vertikal  dan horisontal merupakan salah satu teknik pengelolaan yang dapat diterapkan. Karakteristik simbiose akar dengan microorganisme untuk melakukan fiksasi nitrogen perlu juga mendapat petrhatian yang besar, misalnya kapan dan lamanya terjadi bintil akar; demikian juga pada tanaman yang bermikoriza.

Peran lingkungan terkontrol di dalam penelitian agroforestry (Di artikel The role of controlled environments in Agroforestry Research, In Plant Research and Agroforestry. Ed. P.A. Huxley)

Sumber Bacaan

Nair, P.K.Z. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Acadermic Publisher. Dordrbcit, Boston, London.

Huxley, P.A. 1983. Phenology of tropical woody perennials and sessonal crop plants with reference to their management in agroforestry. In Plant Research and agroforestry. Ed. P.A. Huxley

Zobel. B dan Talbert, J. 1984. applied Forestr Tree Improvement John Wiley & Son New York, Ghichester, Brisbane, Toronto, Singapore.

Evan, 19…. Forest Plantation in Tropical Forest






















KONSERVASI TANAH

Konsep Tanah
            Pengertian tanah adalah bahan kineral yang tidak pepat pada permukaan tanah yang telah dan akan selalu digunakan untuk percobaan serta dipengaruhi oleh factor-faktor genetic dan lingkungan: bahan induk, iklim, makro dan mikro organisme serta tofografi, yang semuanya berlangsung  pada  suatu periode waktu tertentu dan menghasilkan produk tanah yang berbeda dari bahan asalnya pada banyak sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi serta ciri-cirinya (menurut Dokuchaev).
            Tanah adalah suatu factor yang mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia dimana barang yang kita perlukan hamper semuanya berasal dari tanah. Smapai saat ini orang sangat tergantung pada tanah, seperti petani sangat tergantung pada tanah untuk memproduksi hasil pertanian.
            Ditinjau dari kacamata pertanian dan kehutanan, maka konsep tanah  adalah  merupakan  suatu  media dimana atau  pohon dapat tumbuh. Tanah bagi tanaman merupakan tempat berkembangnya sistem  perakaran sehingga dapat berdiri tegak, tempat dimana tanamaan dapat mengambil unsur hara dan air yang diperlukan dan temat dimana tanaman didekomposisi.
Tanah merupakan suatu sistem yang ada di dalam suatu keseimbangan dinamis dan lingkungannya. Tanah tersusun atas 5 komponen :
1.       partikel mineral, berupa praksi anorganik, hasil perombakan bahan-bahan batuan dan anorganik yang terdapat di permukaan bumi,
2.       bahan oraganik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan binatang dan  berbagai hasil kotoran binatang,
3.       air,
4.       udara, tanah dan
5.       kehidupan jasad renik.
Perbedaan komponen diatas akan membedakan antara tanah yang satu dengan yang lainnya. Secara umum komposisi tanah atas bertekstur lempung berdebu yang optimal bagi tanaman adalah udara 20-30%, mineral 45%, Air 20-30%, Bahan organik 5%.



Proses Terbentuknya Tanah
            Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horison-hortison yang berkembang secara generik. Proses-proses pembentukan tanah atau perkembangan horison dapat dilihat sebagai penambahan, pengurangan, perubahan atau translokasi.  Tanaman dan hewan memperoleh lingkungan pada semua jenis tanah, menjadi bagian dari bahan organik. Karbon dalam bahan organik hilang dari tanah sebagai karbon dioksida akibat perombakan (dekomposisi) oleh mikrobia. Nitrogen diubah dari bentuk organik menjadi bentuk an-organik. Lebih lanjut lagi bahan organik merupakan bahan yng digunakan untuk translokasi dari satu tempat ke tempat yang lain dalam tanah. Tanah dengan perantraan air dan aktivitas hewan.
            Bahan penyusun mineral mengalami perubahan yang dapat dipertimbangkan kesamaannya.  Dalam semua jenis tanah mineral-mineral menehan mineral-mineral sekunder dan campuran melewati tanah dan memindahkan bahan-bahan yang dapat larut.  Kebanyakan jenis tanah mendapat tambahan debu,  abu vulkanik atau sedimen-sedimen hasil kikisan tanah-tanah dibagian yang lebih tinggi. Ringkasan dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 6.1 dibawah :
Penambahan ke dalam tanah
Air dalam bentuk presipitasi, kondensasi atau aliran permukaan
O dan CO2 dari Atmosfer dan presipitasi Bahan organik dari aktivitas biotik
Bahan dalam bentuk sedimen
Energi matahari

Hilang dari tanah
Air oleh evapotranspirasi
N oleh dinitrifikasi
C sebagai CO2 dari oksidasi
bahan organik
Masa tanah oleh erosi
Energi oleh radiasi
Horison A






Horison B

Horison C

Translokasi dalam liat, bahan
organik dan sesquioksida2
oleh air. Sirkulasi unsur-
unsur hara  tanaman. Garam-
garam yang larut dalam air
massa tanah oelh hewan
Translokasi dalam humifikasi bahan organik. Redukasi ukuran partikel oleh pengaruh cuaca. Struktur dan penge-rasan. Transformasi mineral oleh
pengaruh cuaca. Reaksi liat dan bahan-bahan organik.




Hilang dari tanah
                                                                    Air dalam mineral-mineral dalam larutan
        Atau suspensi
Gambar 6.1. Diagram penambahan, pengurangan, translokasi dan transformasi yang terlihat dalam diferensiasi horison
Produktivitas Tanah
            Produktivitas tanah dapat didefinisikan kemempuan tanah untuk memproduksi suatu spesies tanaman tertentu atau kelompok tanaman dibawah suatu sistem manajemen yang khusus. Sebagai contoh produktivitas tanah untuk tanaman jati pada umumnya dapat dihitung berapa m3 yang dihasilkan setiap hectar, bila menggunakan suatu sisitem manajemen tertentu, yang menyangkut tanggal penanaman, pemupukan, pengolahan tanah dan pengendalian hama. Para ahli Ilmu Tanah menentukan penggolongan produktivitas tanah untuk berbagai jenis tanaman dengan menghitung produksinya dalam suatu periode waktu, dengan sistem manajemen yang pada umumnya ada hubungannya. Termasuk dalm pengukuran produktivitas adalah pengaruh iklim dan keadaan alam serta aspek kemiringan. Jadi produktivitas tanah merupakan suatu pernyataan dari semua faktor, tanah dan bukan tanah yang mempengaruhi hasil tanaman.
            Produktivitas tanah pada dasarnya merupakan suatu konsep ekonomi dan bukannya suatu sifat tanah. Tiga hal yang terlibat adalah : (1) masukan (sistem manajemen tertentu), (2) keluaran (hasil) dari tanaman tertentu, (3) tipe tanah. Dengan menetapkan biaya dan tenaga, keuntungan bersih dapat dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan nilai lahan, yang berguna untuk mengevaluasi suatu permintaan kredit dan menetapkan pajak. Untuk merencanakan program manajemen, dua aspek penting dari produktivitas tanah. Pertama, tanah yang berbeda mempunyai kapasitas yang berbeda untuk menarik masukan (input) guna mendapatkan keuntungan maksimum. Kedua, tanaman yang berbeda mempuanyai kapasitas yang berbeda untuk menarik input guna mendapatkan keuntungan maksimum pada suatu   tipe tanah tertentu.

Kesuburan Tanah
            Kesuburan tanah didefinisikan sebagai kualitas yang memungkinkan suatu tanah untuk menyediakan unsur-unsur hara yang memadai baik dalam jumlah maupun imbangannya untuk pertumbuhan spesies tanaman bila temperature dan faktor lain mendukungnya. Seperti diketahui bahwa produktivitas tanah merupakan kemampuan tanah   untuk memproduksi suatu spesies tanaman tertentu atau sekelompok tanaman di bawah suatu sisitem manajemen yang khusus. Agar tanah itu produktiv maka tanah itu harus subur. Tetapi tidak harus berarti bahwa tanah yang subur selalu produktiv. Banyak tanah subur yang berada pada daerah kering akan tetapi dengan sistem manajemen yang tidak menggunakan irigasi, tanah itu tidak akan produktiv untuk tanaman jagung maupun padi.

Tekstur Tanah
            Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Khususnya tekstur merupakn perbandingan relatif pasir, debu dan liat  atau kelompok partikel dengan ukuran lebih kecil dari kerikil (diameter Kurang dari 2 millimeter). Pada beberapa tanah, kerikil, batu dan batu induk dari lapisan-lapisan tanah yang ada juga mempengaruhi tekstur dan mempengaruhi penggunaan tanah.

Mineral Liat
Berdasarkan teori pembentukan mineral liat yang dikembangkan oleh noll, pada dasarnya mengenai perbedaan hasil pembentukkannya adalah ditentukan oleh reaksi lingkungan pembentukannya, pada lingkungan yang bereaksi masam akan terbentuk mineral liat koalinit,sedngkan pada lingkungan yang bereaksi netral dan basa dan banyak mengandung mangnesium akan terbentuk mineral liat montmorillonit.selanjutnya dalam memperhatikan liat sebagai komponen tanah, kita harus memperhatikan pula perbedaan antara bahan berukuran liat dan mineral liat.
  1. bahan berukuran liat meliputi semua bahan penyusun tanah berukuran 2 mikron
  2. mineral liat merupakan sekumpulan mineral berbentuk kistal, yang tersusun atas alumanium silikat dengan beberapa logam tertentu sebagai bahan pendukukng atau penggantinya.
Dengan demikian maka bahan yang berukuran liat meliputi mineral liat dan bahan-bahan lain yang mendukung atau menggantinya seperti bahan-bahan hasil pelapukan (perombakan), oksida besi, oksida alumunium dan bahan organik.

Montmorillonit
Termasuk kelompok mineral liat tipe 2 :1, tersusun atas lapisan oktaeder dngan AL, Fe, Mg atau Ni dan 2 lapisan asm silikat berkonfigurasi tetraeder. Mineral ini lazimnya berukuran kecil bersifat hidrofil dan mempunyai daya pertukaran basah yang tinggi maka mineral ini berkemampuan mengembang dan mengerut yang besar, seperti halnya tanah-tanah yang mengandung mineral montmorillonit di daerah panas dngan musim kering dan basah yang bergantian. Selama berlangsungnya musim kering dan tak ada aliran air, tanah-tanah ini akan kering dan mengalami pengkerutan sehingga tampak retak-retak. Pada tanah kolompok vertisol biasanya lebar retak-retak dpat mencapai 10 cm dngan kedalaman 1 meter. Terjadinya retakan (lama berlangsungnya, lebar dan dalam tertakan tersebut) biasanya dijadikan penilaian bagi pengklasifikasikan vertisol pada tingkat yang lebih tinggi.

Koalinit
Tersusun atas 1 lapisan hidroksida alumina dan 1 lapisan tetrahedralsilika. Dengan terdapatnya ikatan hidrogen yang kuat antara lapisan-lapisan dapat menyebabkan koalinit tidak mengembang.kemampuannya dalam menyerap basa akan sangat tergantung oleh keadaan diatas, yang akibatnya daya pertukaran kation rendah. Koalinit, haloisit, anauxit, dickite termasuk dalam kelopok mineral liat tipe 1 : 1, artinya silikanya berbanding aluminia adalah 1 : 1.

Tekstur Dan Penggunaan Tanah
Secara pasti nama kelas hanya menguraikan penyebaran ukuran partikel. Plastisitas, rigiditas, permeabilitas, kemudahan mengolah tanah, kekeringan, kesuburan, dan produktivitas mungkin berkaitan dengan kelas-kelas tekstur dalam sebuah wilayah geografis tertentu, tetapi karena banyaknya variasi yang ada dalam pemisahan komposisi mineral, tanah-tanah di dunia tidak dibedakan secara umum dan luas. Bagaimanapun hubungan hasil tanaman yang berguna dan tekstur tanah telah ditetapkan pada wilayah geografis tertentu. Produksi relatif atau pertumbuhan dari red pine dan jagung pada suatu wilayah dapat diperhatikan dalam gambar 6.2

Gambar 6.2 Estimasi pertumbuhan relatip dari red pine dan jagung pada tanah dengan bermcam-macam tekstur di Michigan.

Produksi tertinggi dari red pine terjadi pada tanah lempung berpasir. Hal ini menunjukkan bahwa efek integrasi merupakan kombinasi unsur-unsur hara,air dan aerasi yang sebagian besar sesuai pada lempung berpasir. Produksi jagung tertinggi pada tanah bertekstur lempung. Dengan irigasi dan pemupukan, jagung tumbuh paling baik pada tanah berpasir.
Kemampuan tanah mendukung kenderaan berat dan injakan sapi yang sedng merumput berkaitan erat dengan tekstur maupun kandungan air. Tanah dengan kandungan bahan organik dan liat yang tinggi, mempunyai kapasitas penyangga yang rendah apabila basah.
Tanah berpengaruh penting pada tanaman melalui hubungannya dengan udara dan air. Kemampuan tanah untuk menyimpan air diantara hujan yang terjadi menentukan pemberian musiman kelembaban tanah dan biasanya menentukan spesies apa yang tumbuh dalam hutan dan kecepatan pertumbuhannya. Pada daerah pegunungan yang tinggi yang dilapisi es di daerah pusat amerika serikat bagian utara Oak biasanya tumbuh pada pasir, hickory dan Oak pada lempung berpasir, maple dan beech pada lempung dan lempung liat.
Tanah mempengaruhi pertumbuhan pohon dan sebaliknya keberadaan hutan berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon tersebut. Keberadaan pohon-pohonan mengubah keadaan sinar matahari dan angin, yang mengubah pengaruh tanah terhadap pertumbuhan pohon. Dimana penghutanan kembali terjadi sesudah pembakaran, keadaan membahayakan untuk keberhasilan pembibitan biji. Keberhasilan pembibitan biji sangat tergantung pada penyediaan air dan berkaitan erat dengan tekstur tanah.

Struktur Tanah
Istilah tekstur untuk menunjukkan ukuran partikel-partikel tanah. Tetapi ukuran partikel tanah sudah diketahui digunakan istilah struktur. Struktur menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah primer (pasir, debu, dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder atau (ped) disebut juga agregate. Struktur suatu horison yang berbeda pada satu profil tanah merupakan satu ciri penting tanah, seperti : warna, tekstur atau komposisi kimia.

Peranan Struktur
Struktur mengubah pengaruh tektur dengan memperhatikan hubungan kelembaban dan udara. Ukuran makroskopis dari sebagian besar berakibat terhadap ruang-ruang antara ped yang lebih besar dari pada ruang-ruang yang sama yang ada diantara partikel-paritkel pasir, debu dan liat yang berdekatan di dalam ped. Hal ini merupakan akibat struktural pada hubungan ruang pori yang membuat struktur menjadi penting; gerakan air dan udara di permudah. Satu contoh perihal tersebut diatas terjadi pada tanah vertisol dari priari BlaCklanddi Texas dimana kandungan dari liat yang sangat plastis dan meluas sebesar 60 persen. Tanah ini akan mempunyai nilai batas untuk memproduksi tanaman jika mereka tidak mempunyai struktur granular yang berkembang dengan baik yang akan memungkinkan tersedaianya aerasi dan pergerakan air. Suatu ruang antar ped juga menyediakan tempat seperti lorong untuk perluasan akar dan sebagai lintasan bagi hewan-hewan yang kecil.
Klasifikasi struktur tanah sangat berkaitan dengan klasifikasi lapangan yang digunakan bagi penelaahan morfologi tanah. Komponennya meliputi : (1) tipe struktur (bentuk dan susunan agregat), (2) kelas struktur (ukuran ) dan (3) derajat struktur (kemantapan atau kekuatan agregat).
Istilah untuk derajat struktur adalah:
  1. tidak mempunyai struktur atau tidak beragregate, agregasi tidak dapat dilihat, pejal jika menggumpal, berbutir tunggal jika tidak menggumpal.
  2. derajat strukturnya lemah, dapat dilihat dengan mata dan jiak tersentu akan mudah hancur
  3. derajat strukturnya sedang, agregatnya sudah jelas terbentuk tahan lama dan masih dapat dipecah-pecahkan.
  4. derajat strukturnya kuat, agregatnya mantap dn jika dipecahkan agak liat (terasa ada ketahanannya)

Pengolahan Tanah
pengolahan tanah sudah dimulai sejak tanah digunakan sebagai usaha tani yaitu dengan alat yang sederhana. Dengan semakin berkembangnya peradapan manusia maka intensita pengolahan tanah semakin meningkat dan juga ditandai dengan alat yang digunakan juga semakin modren. Penggunaan ternak, tenaga manusia dan bahkan mesin sudah tidak dapat dihindari untuk pengolahan lahan guna meningkatkan hasil pertanian.

Definisi Dan Tujuan Pengolahan Tanah
Pengolahan merupakan manipulasi mekanis dari tanah untuk berbagai tujuan tetapi pada pertanian dan kehutanan hal ini biasanya terbatas pada modifikasi tanah untuk memproduksi tanaman
Tiga tujuan pengolahan tanah yanag dapat diterima adalah:
  1. memberantas gulma
  2. mengelola sias-sisa tanaman
  3. mengubah struktur tanah terutama menyiapkan untuk menanam benih atau bibit.

Pengolahan Dan Pengendalian Gulma
Gulma dan tanaman bersaing dalam hal kebutuhan akan unsur hara, air dan cahaya. Biala gulma dibatasi tanpa pengolahan, dapatkah perbaikan tanah pada tanaman-tanaman berbaris dibatasi? Data dari kebayakan peneliti mendukung kesimpulan bahwa keuntungan utama dalam budidaya jagung karena pengendalian gulma. Pengerjaan tanah yang terlambat pada musim tanam akan dapat mengganggu akar dan mengurangi hasil. Pada kebanyakan tanah, herbisida tetap digunakan untuk pengendalian gulma dengan hasil yang bail  Pengerjaan tanah selama musim tanam sangatlah mendesak untuk dilakukan barangkali dimaksudkan untuk memperbaiki aerasi tanah atau untuk menaikan infiltrasi air dengan memecahkan permukaan kulit yang keras.

Pengolahan dan Pengelolaan Sisa-sisa Tanaman
Tanaman pada umumnya tumbuh pada tanah yang mengandung sisa-sisa tanaman dari tanaman sebelumnya. Bajak "Model board" merupakan bajak yang lebar yang digunakan secara luas untuk mengubur sisa-sisa tanaman di daerah humid. Lapang yang bebas memungkinkan penempatan benih lebih tepat dan pupuk pada saat tanam dan pemeliharaan tanaman yang mudah selama musim. tanam. Pada daerah sub humid dan semi arid, sebaliknya, kebutuhan pengendalian erosi oleh angin dan konservasi kelembaban di utamakan untuk mengembangkan mesin-mesin yang dapat berhasil dengan baik menumbuhkan tanaman tanpa pembajakan
Tajuk-tajuk tanaman tetap berada pada permukaan dan memberikan perlindungan terhadap air dan erosi angin. Sisa-sisa tanaman yang tertinggal pada lahan setelah musim. dingin mungkin juga mernyebabkan salju menjadi tertimbun dan akhirnya cair dan menaikkan kandungan air tanah.



Pengaruh Pengolahan pada Struktur Tanah
Semua kegiatan pengolahan mengubah struktur tanah. Gerakan mengangkat, membelok dan memutar piringan bajak membuat tanah dalam kondisi suatu ped dan kondisi yang gembur. Stabilitas ped, bagaimanpun tetap tidak berubah. Alat untuk pengerjaan, piringan dan. "packer" menghancurkan sebagian besar agregat tanah. Perbaikan lapangan untuk mematikan gulma dapat mempunyai pengaruh yang tiba-­tiba pada penggemburan tanah, memperbaiki aerasi tanah dan infiltrasi air. Waktu yang lama (beberapa minggu atau bulan) pengaruh perbaikan tanah yang berasal dari penghancuran ped tanah adalah tanah dengan stnAtur tidak begitu baik dan lebih padat. Lahan yang dikerjakan juga menderita dari gangguan pemecahan ped oleh hujan yang jatuh pada tanah yang tidak tertutup oleh tanaman. Sistem penanaman dengan frekuensi pengolah air rendah dikaitkan dengan persentase agregate tanah yang tinggi.

Konsep Pengolahan minimum

Tanaman mampu tumbuh pada tanah yang tidak diolah. Cepat atau lambat, hal ini tidak dapat dielakkan bahwa secara luas pengolahan perlu dipertanyakan dalam rangka untuk mempertahankan tanah dalam kondisi fisik yang baik dan Memberikan hasil yang tinggi dengan biaya minimum. Akan tetapi secara umum tanaman menghendaki pengolahan tanah meskipun sedikit.
Pengolahan tanah yang seminimal mungkin akan mengurangi bahaya erosi terutama pada daerah yang berlereng, mengurangi kepadatan tanah akibat mesin atau ternak untuk pengolahan tanah dan menjaga agar tanah top soil tidak menghalami kerusakan. Dan pada akhir-akhir ini telah dikembangkan usaha tarsi dengan tanpa olah tanah, dimana persiapan lahan dibantu dengan menggunakan herbisida yang ramah lingkungan. Hasil dari sistem ini cukup menggembirakan.

PH Tanah
Kemasaman tanah merupakan salah sate sifat yang penting, sebab terdapat hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat hubungan antara pH dengan semua pembentukan Berta sifat-sifat tanah.
Air dikatakan netral atau pH 7 maka keberadaan konsentrasi H+ dan OH- sama. Skala pH telah dipergunakan untuk menunjukkan dengan baik konsentrasi H+ yang sangat kecil ditemukan dalam air dalam banyak sistem biologi yang penting. PH didefinisikan sebagai berilkut:
1
PH = Log______________ (Dimarw H* sama dengan mol H* per Liter)
(H+ )

pH air murni adalah
1
PH = Log________________ = Log 10.000.000 = 7
0.000.000.1

Nilai pH tanah tertentu cenderung dikaitkan dengan suatu kumpulan bagian kondisi tanah. Tanah dengan pH 8 dan diatasnya biasanya didominasi oleh Mdroksida karbonat dan mereka terutama dikembangkan dari bahan induk yang berkapur. Pelapukan dan pencucian berlangsung minimal.
Sejumlah organisms/tanaman mempunyai toleransi agak kecil terhadap pH, tetapi ada organisms/tanaman dapat toleran terhdap kisaran pH yang lebar. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa. konsentrasi H+ dan OH- tidak begitu penting, kecuali pada kondisi yang ekstrim

Hubungan Ketersediaan Unsur Hara dan pH
            Pengaruh yang terbesar dari pH terhadap pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara (lihat gambar 1) pH tanah dihubungkan dengan persentase kejenuhan basa.








Keasaman
Kebasaan
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi























         Besi



   Mangan







 Tembaga




























   Boron



   dan

































Seng

Nitrogen




              


                         Kalium


              


                         Sulfur


           


                       Kalsium


                


                  Magnesium
















Moly




































bdenum







    Fosfor









Gambar 1. Hubungan yang umum antara pH tanah dan ketersediaan nutrisi tanaman, semakin lebar kolomnya, semakin tersedia (diambil dari Foth, 1984)
Jika kejenuhan basa kurang dari 100 persen, maka suatu peningkatan pH dikaitkan dengan suatu peningkatan jumlah kalsium dan magnesium didalam larutan tanah, sebab mereka merupakan basa dapat ditukar yang dominan.
Ketersediaaan kalium biasanya baik pada tanah netral maupun tanah basa yang menunjukkan pencucian kalium dan ditukar terbatas. Ketersediaan atau kelarutan sejumlah nutrien tanaman menurun dengan meningkatnya pH, seperti mangan dan besi. Sedangkan posfor dan boron cenderung tidak tersedia dalam tanah yang sangat masam. Secara keseluruhan unsur hara tanaman, ketersediaannya dalam kedaan baik ditemukan sekitar pH 6,5 pada tanah-tanah bersetatus basa tinggi. Ada dua pendekatan untuk menjamin tanaman akan tumbuh tampa hambatan yang berarti dari tanah yang tidak sesuai yaitu: dengan memilih jenis tanaman yang mampu tumbuh pada tanah dengan pH yang sudah ada dan mengubah pH tanah sesuai dengan keperluan tanaman.

Pengapuran
Kapur ( CaCO3) umumnya digunakan untuk meningkatkan derajat kebasahan dan sering disebut dengan pengapuran. Keuntungan pengapuran akan sangat tergantung pada kondisi tanah dan tanaman. Pada tanah Mollisol, kejenuhan alumunium kecil atau sama sekali tidak jenuh dan tidak ada bahaya keracunan alumunium. Karena itu, pengapuran tidak akan menghasilkan keuntungan dengan mengurangi jumlah alumunium dalam larutan, tetapi sejumlah tanaman dapat memperoleh keuntungan yang berasal dari meningkatnya fikson nitrogen sebagai akibat pH dan ketersediaan kalsium. Pada tanah oxisol penambahan kapur berarti ketersediaan kalsium bila diberikan dalam waktu singkat. Jadi pengapuran tidak saja akan mempengaruhi pH tanah akan tetapi juga akan memperbaiki status unsur hara didalam tanah sebagai akibat perubahan pH. Dengan perbaikan unsur hara yang berada didalam tanah dimungkinkan akan dapatmeningkatkan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan meningkatkan hasilnya.

Erosi
Erosi tanah merupakan maslah yang paling umum yang dapat menyebabkan kerusakan tanah. Erosi berlangsung secara alami akan tetapi seringkali faktor tindakan manusia terhdap tanah dan tanaman akan mempercepat terjadinya erosi permukaan (sheet erosion), dan erosi parit ( Gully erosion).
Erosi tanah tidak terkendali akan menimbulkan banyak kerugian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh erosi adalah :
  1. Menghanyutkan partikel tanah, tanah-tanah yang dibawa oleh air akan diendapkan sesuai dengan ukuran partikel tanah. Partikel yang ukurannya besar akan diendapkan dekat dari asal pelepasannya, sedangkan partikel halus akan diendapkan lebih jauh. Tanah yang tertinggal akan mengalami penurunan terhadap partikel tanah yang tertinggal akan mengalami penurunan terhadap partikel tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga apabila erosi terjadi dalam jangka yang panjang maka tidak menutup kemungkinan terjadi penurunan produktifitas.
  2. Rusaknya struktur tanah, pada proses erosi tidak saja terjadi perpindahan partikel tanah akan tetapi juga bahan organik dan koloid tanah. Koloid tanah penting sebagai perekat partikel-partikel tanah yang mendorong kearah peningkatan peningkatan stabilitas struktur tanah, sedangkan bahan organik tanah menignkatkan biota tanah, yang menyebabkan pula terbentuknya struktur tanah yang remah. Dengan berlangsungnya penghanyutan sehubungan dengan terjadinya erosi akan menyebabkan terbentuknya struktur tanah yang jelek dan kemampuan untuk mendukung pertumbuhan tanaman menurun.
  3. Penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, rusaknya struktur tanah oleh erosi, demikina pula perubahan-perubahan yang terjadi pada susunan tanah, akan meyebabkan rusaknya pori-pori tanah yang berukuran besar atau terjadinya perubahan dari pori yang besar kepori yang kecil, sehingga kapasitas infiltrasi tanah menurun, dengan demikian aliran air permukaan menjadi lebih lancar. Kapasitas penampungan air yaitu kemampuan tanah untuk mengabsorbsi dan menahan air secara kapiler. Pada tanah liat dan galur pori-pori halusnya banyak, kapasistas penampungan airnya dapat dikatakan paling besar. Oleh karena itu dengan hanyutnya partikel-partikel halus, maka kapasitas penampungan air akan menurun
  4. perubahan profil tanah, pada tanah-tanah yang mempunyai kemiringan, berlangsungnya erosi akan menghanyutkan partikel-partikel tanah dari bagian tengah tanah yang berlereng. Kejadian ini karena bagian tengah lereng biasanya diusahakan sebagai lahan pertanian dan daya alianair dari bagian atas kebagian tengah telah menjadi lebih kuat. Karena erosi berlangsung sangat hebat dibagian ini, lapisan olah dan lapisan bawah tanah akan terkikis dan aterhanyutkan, yang selanjutnya akan muncul kepermukaan yaitu bahan induk tanah, yang mungkin akan tertutup, oleh lapisan olah yang tipis yang terendapkan dai bagian atasnya; sehingga produktifitasnya sangat menurun.
  5. penurunan kesuburan kimia tanah, erosi akan menghanyutkan sejumlah unsur hara tanaman, baik terbawa dalam aliran permukaan atau terhanyutnya bersama-sama massa tanah yang erosi. Dengan terangkutnya unsur hara serta bahan organik lainnya dari lapisan olah tanah, aktivitas biota tanahnya akan sangat menurun, dan dengan demikaian terjadilah lahan kritis, yang kemingkinan karena sukar dipulihkan akan menjadi tanah mati. Oleh karena itu usaha pemeliharaan dan pengolahan tanah yang hati-hati dan perlakuan yang baik pada tanah yang belum parah mengalami erosi perlu mendapat perhatian. Pemupukan dan pemberian mulsa perlu dilakukan pada tanah-tanah yang mengalami erosi yang agak parah.

Faktor yang mempengaruhi laju erosi
Banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi laju erosi diantaranya adalah faktor: curah hujan, erodibilitas tanah, panjang lereng, gradien lereng, tanaman penutup dan pengendali erosi. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut dapat dikatakan terjadinya erosi dikarenakan saling berpengaruhnyaberbagai faktor tindakan faktor lingkungan, seperti tanah, iklim, topografi tanaman seta manusia sebagai pengelolaan. Laju erosi dapat dengan persamaan berikut. (The Universal Soil Loss Equation, (USLE).
A = f (R K L S C P)
Dimana :
A: jumlah tanah yang hilang terhitung tiap satuan luas
R: Faktor curah hujan
K: factor erodibilitas tanah
L: factor panjang lereng
S: factor gradient lereng
C: factor tanaman penutup
P: factor pengendali erosi


Erosivisitas
Erosivisitas adalah kemampuan air hujan untuk mengancurkan dan menghanyutkan partikel tanah. Jadi merupakan fungsi sifat fisik curah hujan (jumlah ujan, lama hujan, ukuran butir serta kecepatan jatuhnya butiran hujan) yang menentukan kemampuanya dalam menghancurkan dan menghanyutkan partikel tanah (erosi). Disini energi kinetiknya yang terpenting merupakan kekuatan utama penghancur agregat-agregat tanah. Jadi butir hujan yang besar kan memiliki daya rusak terhadap tanah yang besar dibanding dengan butir hujan yagn kecil. Butir hujan dengan diameter 5 mm mempunyai kecepatan kurang lebih 32 km/jam 9 m/detik.

Topografi
Faktor topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang lereng dan derajat kelerengan. Semakin panjang lereng maka laju erosi semakin panjang oleh karena kecepatan lairan permukaan semakin tinggi dan kuat sehingga penggerusan tanah atau daya kikisnya terhadap tanah semakin tinggi pula.
Kemiringan lahan akan mempengaruhi perbandingan infiltrasi dan aliran permukaan dan pada sisi lain kemiringan berpengaruh pula terhadap kecepatan aliran permukaan.
  1. pada kemiringan tanah yang begitu curam mengalirnya air hujan dipermukaan tidak akan secepat pada kemiringan yang curam, apalagi kalau permukaan tanahnya bergelombang, aliran air permukaan akan berkurang, sehingga kesempatan air merembes kedalam tanah akan lebih besar. Pengikisan dan pengahanyutan partikel-partikel tanah permukaan hanya sedikit saja.
  2. Pada kemiringan tanah yang curam tidak bergelombang atau tidak bertanggul-tanggul, mengalirnya air kebagian bawah akan berlangsung sangat cepat. Daya kikis atau daya tumbuk arus air terhadap tanah akan makin kaut sehingga banyak bagian tanah permukaan cerai berai dan terangkut kebagian bawah. Jadi makin besar kemiringan lereng makin besar pulah tanah yang tererosi.

Erodibilitas
Erodibilitas menunjukkan nilai kepekan suatu jenis tanah terhadap daya penghancur dan penghanyutkan terhadap air hujan. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepekaan tanah yaitu: (a) sifat fisik tanah, dan (b) pengelolaan tanah. Tanah dengan indek erodibilitas tanah tinggi adalah tanah yang peka atau mudah tererosi, sedangkan tanah dengan indek erodibilitas tanah rendah selalu diartikan bahwa tanah itu resisten atau tahan terhadap erosi.
Ada bebrapa cara untuk mengukur nilai erodibilitas, disini diberikan cara utnuk menggukur erodibilitas menurut (Bouyoucos (1935), dimana :

     

Vegetasi
Vegetasi penutup tanah akan mempengaruhi juga terhadap laju erosi. Pada tanah yang tidak memiliki penutupan tanah akan terjadi erosi dengan kecepatan yang tinggi sedangkan pada hutan-hutan yang lebat (klimak) boleh dikatakan tidak terjadi erosi kalaupun terjadi sangat kecil sekali. Peranan vegetasi dalam proses terjadinya erosi adalah :
  1. mengurangi atau menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan dan mendistribusikannya secara spasial yaitu dengan ”stemflow” and ”troughfall”.
  2. Mengurangi kecepatan run-off atau aliran permukaan, yaitu dengan adanya seresah akan mampu melindungi tanah dari hantaman langsung air hujan sehingga menghindari terjadinya erosi percikan dan akhirnya akan mengurangi aliran permukaan
  3. Mengurangi daya pengikisan tanah oleh air hujan
  4. Mendorong perkembangan biota tanah yang dapt memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dan dengan adanya pula pengaruh akar-akar tanaman, maka kapasitas infiltrasi tanah jadi meningkat, aliran permukaan pun menjadi berkurang.

Pengaruh Agroforestry Terhadap Faktor Erosi  
Secara umum dapat dikatakan sistem agroforestri dapat mengurangi erosivisitas. Tetapi tidak semua bentuk agroforestri. Energi kinetik dari air hujan dapat diperbesar dengan adanya pohon yang tinggi dan berdaun lebar. Butiran air hujan akan berkumpul dan akan jatuh dalam bentuk butiran yagn lebih besar sehingga mempunyai kemampuan untuk menyebabkan terjadinya erosi percikan, seperti yang terjadi dihutan jati dijawa. Akan tetapi tajuk yang rapat dan rendah akan dapat mengurangi erosivitas.
Pengaruh pelaksanaan agroforestri terhadap erodibilitas adalah melewati kandungan fisiktanah dengan keberadaan bahan organik. Besarnya pengaruh agroforsetry terhadap erodibilitas bervariasi pada pengelolaan unsur-unsur penyusunnya. Misalnya pada tumpang sari kandungan bahan organik dan infiltrasi menurun, dan erosi tinggi selama priode tumpang sari dibandingkan dengan tegakan muda dengan tampa tumpang sari.
Pengurangan aliran permukaan. Penanaman kontur dengan tanam pagar adalah merupakan teknik yang baik untuk mengurangi konservasi lahan lewat pengurangan laju aliran permukaan. Penanaman lamtoro dan kontur dengan jarak 2 meter dilaporkan dapt mengontrok aliran permukaan dan erosi. Jadi dapt dikatakan bahwa pengaturan tanaman penyusunan agroforstry dengan benar dapat merupakan barier atau penghalang untuk mengurangi laju aliran permukaan.
Penutupan permukaan lahan. Penutupan lahan dengan tanaman hidup maupun mati yang meliputi tanaman semak, pohon, pertanian, sisa tanaman, dan sersah dapat secara efektif menghalangi jatuhnya air hujan dan aliran permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan pendekatan penghalang yang didiskusikan ditas. Agroforstry yang memberikan terhadap pemeliharaan penutupan lahan selama mungkin, meyediakan seresah dan dan lapisan tajuk akan menghalangi tanah dari timbpaan air hujan secara langsung dan mengurangi aliran permukaan sehingga pada akhirnya mampu mengontrol erosi.

Laju Erosi Dibawah Agroforesrty
Kita perlu mempertimbangkan ”tolarable rate” sebelum membicarakan masalah laju erosi di agroforstry. Apabila kita memperhatikan pada semua bentuk pengusahaan lahan maka akan selalu terjadi erosi meski laju erosi tersebut akan berbeda pada setiap bentuk pengusahaan lahan.sehingga dalam melakukan evaluasi tehadap laju erosi dan sistem penggunaan lahan harus bersifat realistik. Menurut US Soil Conservation Service batas erosi yang dapat diterima adalah 2,2-11,2 ton/ha/th. Batasan tersebut berdasarkian anggapan bahwa pertama, erosi dapat diterima pada tingkat dimana tanah dpat dikembalikan lagi oleh proses alam. Dan kedua, batas tersebut dianggap sangat umum terjadi pada kondisi pertanian. Namun demikian Young (1989) dalam Nair (1993) membantah bahwa batas yang diterima dari erosi adalah harus didasarkan pada hasil tanaman yang berkelanjutan, yang terjemahkan terpeliharanya bahan organik dan nutrisi. Khususnya agroforsetry kemampuan untuk mengembalikan bahan organik dan perputaran nutrisi perlu di integarsikan terhadap kehilangan bahan-bahan tersebut lewat erosi untuk mengatakan apakah sistem tersebut stabil.
Penelitaian yang dilakukan terhadap tinggkat erosi pada sistem agroforestry masih sangat kurang. Hasilnya bebrapa penelitian yang telah dilakukan terhadap erosi disajikan pada tabel dibawah ini Wiersum (1984) yang dikutip Nair (1993):


Sistem penggunaan lahan
Erosi (ton/ha/th)
Minimum
Median
maximum
Multistory tree garden
Natural rain forest
Shiting Cultivation, follow period
Forest plantation, undisturbed
Tree crops with cover crops or mulch
Shifting cultivation, cropping period
Toungya, cultivation period
Tree crops, clean weedid
Forest plantation, litter removed or burned
0.01
0.03
0.05
0.02
0.10
0.40
0.63
1.20
5.92

0.06
0.30
0.15
0.58
0.75
2.78
5.23
47.60
53.40
0.14
6.16
7.40
6.20
5.60
70.05
17.37
182.90
104.80
Keberadaan pohon dalam system agroforstry tidak dapat menjamin untuk mengendalikan erosi. Pengendalian erosi hanya dapat dikendalikan dengan menciptakan penutupan lahan sebanyak mungkin dengan bahan organik. Oleh karena itu pengelolahan sistem agroforsetry harus mendapt perhatian yang serius agar supaya dpat mengurangi erosi yang terjadi.

Pengendalian erosi dengan Agroforestry
Pengendalian lahan dengan sistem agroforestry adalah merupakan slah satu bentuk penanggulangan erosi dengan cara vegetatif. Sebagian besar ptani didunia sejak lama telah membudidayakan pohon dan semak pada lahan mereka untk mengendalikan erosi. Penggunaan pohon utnk pengendalian erosi dapat dilakukans ecara langsung yaitu ”suplementary” untuk menstabilkan struktur fisik yang ditunjukkan untuk mengedalikan erosi, kombinasi antara pohon dan semak diatur untuk meningkatkan penutupan lahan, memberikan penghalang (tanaman pinggir) dan meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi dengan cara pempertahankan atau meningkatkan bahan orgaik dan kandungan fisik tanah.
Didaerah tropis, pelaksanaan agroforstry yang umumnya digunakan untuk mengendalikan erosi adalah kombinasi tanaman, ”Multilayer tree gradens” dan pekarangan, alley cropping, dan penghalang angin dan sabuk hijau. Pengendalian erosi bukan merupakan satu-satunya tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan teknologi agroforstry, sehingga tujuan lain perlu mendpat perhatian dalam melakukan evaluasi.
Pemilihan teknologi agroforstry yang tepat untuk mengendalikan erosi didalam kondisi spesifik adalah merupakan faktor yang penting didlam membut design suatu proyek. Pada kasus penerapan dasar faktor kunci yang perlu dipertimbangkan. Lebih jauh tujuan produksi atau perlindungan lain dari pelaksanaan perlu mendapat perhatian. Pada lokasi yang mempunyai kelerengan tinggi tanaman pagar perlu ditanam dengan jarak yang lebih rapat untk mendapat keuntungan dalam mengendalikan erosi dengan memperpendek panjang kelerengan. Akan tetapi tanaman pagar (hedgerows)tidak efektif pada kelerengan yang lebih besar dari 30%. Pengendalian erosi pada kondisi lahan yang mempunyai kelerengan yang tajam perlu dikombinasikan dengan bebrapa usaha yang bertujuan untuk mengendalikan erosi, yaitu gabunggan antara bangunan vegetatif teknis dan bagunan fisik teknis

Pengendalian erosi dengan mekanik
Disamping metode vegetatif ada cara lain utnk mengedalikan erosi yaitu dengan metode mekanik. Usaha pengawetan tanah terutamapencegahan erosi dapat dilakukand dengan pembutan kostruksi yang harus didukung dengan perencanaan pertanamannya. Dengan demikian maka usaha itu meliputi:
  1. pembuatan-pembuatan komponen pengendalian aliran permukaan, seperti pembuatan saluran pelimpas banjir, teras berlereng, saluran pembautan berumput.
  2. pengolahan lahan menurut garis kontur
  3. pembutan tanggul penghubung (tanggul-tanggul dibuat berdekatan sehingga tampak petak-petak. Dengan demikian akan memberikan kesempatan proses infiltrasi)
  4. pentyerasan (teras bangku dan teras berdasar lebar) dan
  5. pembautan rorak (parit yang digali dengan ukuran panjang 3-4 m dan lebar 20-50 cm serta dam penghambat.
Siklus nutrisi
Didalam sistem produksi, keberadaan unsur hara secara terus menerus dalam jumlah yang cukup menjadi penting untk mempertahankan produktivitas.tanaman mengambil unsur hara dari tanahdan menggunakan untk proses metabolisme. Bebrapa bagian tanaman seperti bagian yang mati dan akar dikembalikan ketanah selama priode tumbuh tanaman. Bahan oraganik dengan pertolongan aktivitas mikro-organisme akan mendekomposisikan dan unsur hara adan dilepaskan ketanah dan dalam kondisi yang siap digunakan kembali oleh tanaman. Siklus nutrisi secara umum dapt dikatakan perputaran unsur hara dari tanah ketanaman dan dikembalikan lagi ketanah. Jordan (1985) dalam Nair (1993) memberikan pengertian tentang siklus nutrisi dalam arti yang luas yaitu melibatkan perpindahan nutrisi yang kontinyu didalam komponen yang berbeda pada suatu ekosistem dan melibatkan proses-proses aktivitas biota, pelapukan mineral, dan transformasi lain yagn terjadi dibiosphere, atmosphere, lithosphere, dan hydrosphere.

Siklus nutrisi didlam sistem Agroforstry
Siklus unsur hara seperti nitrogen, pospor, potasium, dan unsur lain perlu dipertmbangkan dan dipisahkan didalam kajiannya. Siklus nutrisi mencakup input dan output dan peraturan didalam sistem sediri. Masukan atau input dapat berupa pupuk, hujan, debu bahan orbagik, dari luar sistem dan fiksasi nitrogen serta pelapukan batuan. Output atau keluran dapat berupa erosi, pencucian, panen, denitrifikasi, dan volatisasi serta kebakaran.
            Sistem kehutanan mewakili siklus nutrisi yang tertutup dan efesien dalam arti bahwa sistem tersebut mempunayai kecepatan perputaran nutrisi dalam sistem yang tinggi, atau boleh dikatakan sistem tersebut ”self sustaining” pada sistem lainsistem pertanian umumnya sifat terbuka atau bocor, dalam arti bahwa perputaran dalam sistem sangat lambat, kehilangan input terjadi sangat tinggi. Pada sistem agroforestry siklus nutrisi berada diantara kedua sistem tersebut, banyak nutrisi dipakai kembali oleh tanaman, dibanding dengan sistem pertanian, sebelum hilang dari sistem. Perbedaan utama antara agroforestry dengan sistem yang lain adalah terletak pada transfer atau perputaran kembali nutrisi didalam sistem dari satu komponen ke komponen yang lain dan kemungkinan pengelolaan sistem atau komponennya untuk menyediakan kenaikan percepatan perputaran nutrisi tanpa mempengaruhi produksi dari keseluruhan dari sistem.
            Juo dan Lal (1977) melaporkan bahwa lahan pertanian yang ditinggalkan dan ditanami lamtoro (Leucaena leucocephala) selama tiga tahun dimana pada periode tersebut biomasa L. leucocephala dipangkas setiap tahun dan dikembalikan ke tanah. Kemampuan tukar kation, kemampuan tukar kalsium, dan potasium secara nyata lebih tinggi dari pada dibiarkan ditumbuhi semak. Agamutu dan Bringhton (1985) dalam Nair (1993) melaporkan bahwa siklus nutrisi pada tanaman kelapa sawit dengan menggunakan penutup lahan Cetrosema pubescens dan Pueraria phaseoloides memperlihatkan lebih efisien dari pada tanpa tanaman penutup lahan. Beberapa pohon dan semak mempunyai kemampuan untuk menimbun unsur hara tertentu. Gemelina arborea mengakumulasi unsur kalsium dan phosphorus (Odum dan Pigeon, 1970). Kelman (1979) melaporkan bahwa pohon-pohon meningkatkan atau memperkaya tanah dibawahnya terhadap kandungan Ca, Mg, K, Na, P dan N. beberapa hasil ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel : Nilai rata-rata dari kandungan permukaan tanah dibawah savana, Byrsonima sp. Dan Pinus caribea in belize.

Savana (n=13)
Byrsonima (n=6)
Pinus (n=9)
Kemampuan tukar kation (meq 100 / g)



Ca
Mg
K
Na
P tersedia (PO4µg/g)
Kapasitas tukar kation (meq 100 /g)
0.21 ± 0.03
0.20 ± 0.02
0.08 ± 0.01
0.035 ± 0.003
2.40 ± 0.03
21.1 ± 0.81
0.74 ± 0.16**
0.35 ± 0.03**
1.10 ± 0.004**
0.033 ± 0.01
2.58 ± 0.17
22.6 ± 0.73
0.19 ± 0.02
0.20 ± 0.02
0.08 ± 0.01
0.037 ± 0.005
2.64 ± 0.28
19.9 ± 0.79

Sumber bacaan
Foth, H.D.1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. (terjemahan)

Sutejo, M.M. dan Kartasasmita, A.G. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian.

Nair, P.K.Z. 1993. An Intoduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publisher. Dordrbcit, Boston, London.
ASPEK EKONOMI AGROFORESTRY
            Ekonomi adalah merupakan ilmu yang melibatkan terhadap analisa pilihan dan keputusan dimana barang atau jasa akan di produksi dengan cara bagaimana dan berapa banyak sumber yang diperlukan guna mencapai tujuan. Agroforestry telah berkembang dengan pesat setelah beberapa pendekatan usaha tani secara tradisional tidak berhasil mengembangkan pertanian dan kehutanan. Konsep agroforestry akan menjanjikan untuk memberikan sistem pengelolaan lahan yang terbaik apabila diterapkan pada kondisi yang tepat dan pengelolaan yang benar. Pertimbangan ekonomi termasuk faktor yang penting untuk mengetahui nilai yang nyata dan kesesuaian agroforestry terhadap pengelola lahan. Ditinjau dari aspek konomi maka akan muncul dua pertanyaan sebelum mengaplikasikan agroforestry yaitu bagaimana caranya mengkombinasikan faktor-faktor penyusun sistem agroforestry dan bagaimana kombinasi dan besarnya sumber untuk agroforestry akan diterapkan? Adapun tujuan agroforestry dari segi ekonomi adalah hasil yang maksimum dan berkelanjutan serta nilai konservasi yang tinggi.

Konsep Ekonomi Dari Pada Agroforestry
            Pada dasarnya sistem pengelolaan lahan dengan agroforestry mempunyai tujuan untuk meningkatkan nilai dari pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. Secara umum dilihat dari penyusunnya agroforestry terdiri dari tanaman pohon, pertanian dan ternak yang dikombinasikan secara temporal maupun spasial. Menurut Hoekstra (1990) agar supaya agroforestry menguntungkan maka interaksi dari setiap komponennya harus bersifat menguntungkan dari segi biologi mapun ekonomi. Keuntungan biologi dan ekonomi dari interaksi penyusun agroforestry dalam jangka waktu yang lama akan ditercermin oleh adanya keberlanjutan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sistem agroforestry.

Interaksi Biologi Penyusun Agroforestry
            Interaksi biologi diantara komponen penyusun sistem agroforestry dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori (Filius, 1981 dan Hoekstra, 1990) yaitu 1). Komplementary, 2). Suplementary, dan 3). Kompetitive.
            Interaksi biologi bersifat komplementary diantara komponen penyusun sistem agroforestry diartikan bahwa peningkatan produksi dari komponen pohon pada unit lahan tertentu akan meningkatkan secara otomatis terhadap produksi tanaman pangan dan atau produksi ternak. Sebagai contoh keberadaan akan meningkatkan produksi madu dari lebah madu dan secara bersamaan adanya lebah madu akan membantu penyerbukan sehingga terjadi peningkatan biji dan buah. Keberadaan pohon dalam jumlah yang cukup didaerah atas dari daerah aliran sungai akan mengurangi kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dan juga menyediakan air tanah yang lebih stabil.
            Interaksi biologi diantara komponen sistem agroforestry yang bersifat suplement dan dapat digambarkan bahwa peningkatan produksi dari komponen pohon tidak akan menurunkan produksi tanaman pangan dan atau produksi ternak. Sebagai contoh interaksi antara tanaman kelapa dengan tanaman pangan. Pengaturan yang baik pada tanaman kelapa yang tua akan tidak memiliki pengaruh negatif yang nyata terhadap tanaman dibawahnya.
            Interaksi biologi diantara komponen sistem agroforestry yang bersifat kompetitif adalah dimana meningkatnya produksi komponen pohon akan menurunkan produksi tanaman pangan dan atau produksi ternak. Tingkat interaksi yang tidak menguntungkan tersebut akan bervariasi tergantung pada karakteristik setiap penyusun sistem agroforestry dan kondisi lingkungannya. Ada yang bersifat proposional dimana setiap kali ada peningkatan produksi pohon maka akan terjadi penurunan produk dari komponen lain dan ada yang pengaruhnya tidak proporsional (lihat gambar dibawah)













Pohon                                                                         Pohon





                                                 Komplemen                                          Suplemen



           


                   Pertanian/Peternakan                                   Pertanian/Peternakan

                                             Pohon



                                                                                                     Kompetitif








                                                                Pertanian/Peternakan

Gambar 7.1. Tiga jenis hubungan biologis antara komponen penyusun sistem agroforestry


Interaksi Ekonomis Dari Komponen Penyusun
            Konsep interaksi biologi dapat dengan mudah dikembangkan menjadi hubungan ekonomi ketika produk barang per unit lahan dikonversi kedalam nilai uang per unit dari biaya total. Berdasarkan konsep dasar dari sistem agroforestry dimana interaksi ekonomi merupakan hasil dari interaksi biologi diantara komponen sistem. Interaksi biologi yang menguntungkan akan menghasilkan interaksi ekonomi yang positif.
Dipandang dari sudut ekonomi sistem agroforestry, dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan non-agroforestry, mempunyai nilai produk barang dan jasa yang lebih tinggi pada biaya suberdaya yang lebih rendah. Nilai produk barang dan jasa yang lebih mungkin dicapai melalui peningkatan produk fisik dan atau peningkatan harga per unit. Dimana peningkatan fisik adalah merupakan hasil dari interaksi biologi yang menguntungkan diantara komponen penyusun sistem, peningkatan harga per unit mungkin disebabkan oleh karena perbedaan waktu dan kualitas dari produk yang dihasilkan seperti contoh naungan ringan dapat menunda kemasakan buah dan memperpanjang waktu panen. Tanaman kopi yang ditanam dibawah naungan mempunyai kualitas yang tinggi dibandingkan dengan tanpa naungan.
            Rendahnya biaya sumberdaya dicapai melalui penurunan kuantitas dari masukan secara fisik dan atau penurunan didalam per unit biaya dari input yang diberikan. Produk barang dan jasa secara keseluruhan yang dihasilkan adanya interaksi biologis pada sistem agroforestry lebih tinggi dari non agroforestry. Keadaan ini memberikan gambarab secara umum bahwa interaksi penyusun sistem agroforestry yang menguntungkan juga akan menguntungkan dari segi tenaga kerja dan modal, karena dengan modal dan tenaga kerja yang sama menghasilkan produksi yang lebih.   
            Penanaman pohon sebagai naungan akan mengurangi tenaga kerja dalam rangka pengendalian gulma, disamping itu juga meningkatkan efisiensi kerja karena menciptakan kondisi yang sesuai, tidak panas. Penggunaan pohon sebagai pagar akan mengurangi baik biaya dan tenaga kerja.

Analisa Finansial Dan Ekonomi
            Pengetahuan tentang perbedaan antara analisa finansial dan ekonomi perlu diketahui agar dalam melakukan analisis pola penggunaan tanah akan memenuhi sasaran. Pada kesempatan ini hanya diurai secara singkat (lebih jelas lihat pada buku analisa proyek). Analisa finansial adalah melakukan pengujian terhadap feabilitas dari pada pandangan perorangan (pengelola) sedangkan analisa ekonomi adalah suatu pengujian yang difokuskan terhadap desirabilitas suatu kegiatan dari perspektip masyarakat secara utuh. Misalnya proyek yang diusulkan dimana hasilnya ditujukan untuk petani dapat menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap perekonomian nasional atau regional. Hal itu disebabkan karena adanya subsidi yang besar.
            Penghitungan keuntungan secara finansial dari usaha tani hanya melibatkan perhitungan biaya. Misal harga pupuk dihitung berdasarkan biaya yang dibayar oleh petani. Pada sisi lain di dalam analisa ekonomi harga pupuk harus mencakup besarnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Harga produk akhir pada analisa finansial biasanyadigunakan harga pasar, harga ini tidak mencerminkan nilai riil dari masyarakat, oleh karena itu pada analisa ekonomi digunakan harga bayangan yang betul-betul mencerminkan harga yang sesungguhnya dari estimasi biaya dan keuntungan. Harga bayangan ini akan memberikan keuntungan didalam menyesuaikan harga lahan dan tenaga kerja yang mengalami distorsi atau nilai pengaruh lingkungan yang tidak dapat terpasarkan.

Metodologi Untuk Analisa Sistem Agroforestry
            Secara umum dikatakan ekonomi merupakan pengetahuan yang membantu manusia untuk melakukan atau memilih keputusan tentang alokasi sumberdaya yang sedikit dijalan yang rasionaluntuk mencapai target yang telah ditetapkan. Keputusan akan dibuat pada titik yang berbeda (different point) didalam waktu dan interest. 
            Dua tahap analisa berdasarkan waktu yaitu sebelum dan sesudah analisa. Tujuan dari analisa sebelum ekonomi adalah untuk memberikan beberapa anggapan apakah sistem agroforestry yang secara teknik itu fisibel, apakah secara ekonominya akan menguntungkan. Apabila menguntungkan apakah sistem agroforestry tersebut dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan tujuan analisa selanjutnya adalah untuk mendapatkan informasi apakah sistem yang diterapkan perlu diperbaiki untuk disesuaikan terhadap kondisi tempat tumbuh agar supaya dapat mencapai target yang lebih baik.
            Analisa ekonomi juga dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan, yaitu analisa ekonomi untuk perseorangan atau kelompok dan untuk umum. Analisa ekonomi secara perorangan sering sama dengan analisa finansial. Didalam analisa ekonomi secara perorangan atau group tujuan dari perseorangan atau group dipertimbangkan, yang dicerminkan oleh adanya nilai input dan output yang diberikan oleh mereka. Tujuan umum dari pada perseorangan adalah untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi dengan waktu luang yang banyak, juga hilangnya resiko dari produk dari fluktuasi pendapatan dan keperluan. Analisa ekonomi umum (public) sering merupakan nama lain dari analisa ekonomi, dimana pertimbangan biaya dan keuntungan diluar area dimana sistem sistem agroforestry dianalisa dipertimbangkan. Tujuan secara nasional juga dicerminkan didalam memberikan nilai terhadap biaya dan keuntungan. National orientasi meliputi tujuan sosial-ekonomi dan ekologi seperti meningkatnya pendapatan kotor national, peningkatan kesempatan kerja, distribusi pendapatan diantara wilayah atau group dan memelihara sumberdaya alam.

Pendekatan Umum
            Ada lima aspek utama yang harus diperhatikan di dalam analisa ekonomi agroforestry (Hoekstra,1990) :
  1. Apakah sistem produksi membuat penggunaan yang terbaik dari sumberdaya alam yang ada?
  2. Apakah sistem itu secara teknik fesibel dengan keberadaan sumberdaya manusia yang ada?
  3. Apakah tersedia sumberdaya untuk menyelesaikan proyek?
  4. Apakah sistem ini secara ekonomi menguntungkan pada kondisi sumber dana yang tersedia?
  5. Resiko apakah yang terjadi dengan diperkenalkannya sistem atau teknologi baru?

Analisa ekonomi dapat membantu dalam menjawab pertanyaan diatas yaitu melalui :
1.      Pemilihan kriteria evaluasi yang cocok dan discount rate yang rasional
2.      Identifikasi biaya pengeluaran dan keuntungan selama waktu yang tepat
3.      Kuantifikasi dan valuasi pada anggaran petani
4.      Komputasi dibawah kriteria evaluasi yang dipilih
5.      Kesimpulan berkaitan dengan viabilitas “venture”

Dengan Dan Tanpa Evaluasi
            Pada jangka panjang dengan dan tanpa implementasi pendekatan analitis adalah sangat sesuai untuk evaluasi secara ekonomi dari sistem agroforestry. Gambaran secara umum keuntungan yang diperoleh dari penerapan sistem agroforestry dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar : Hasil Pengelolaan Lahan Dengan Dan Tanpa Agroforestry

Pertama, agroforestry menitik beratkan terhadap keberlanjutan dari produksi jangka waktu yang lama. Keuntungan yang penting dengan mengenalkan sistem agroforestry adalah mencegah terjadi penurunan produk atau output untuk waktu yang berkelanjutan terahadap sistem pengelolaan lahan yang sudah ada. Kedua, adalah menunda keuntungan yang diperoleh pada kebanyakan sistem agroforestry, pada jangka pendek proyeksi dari agroforestry berada dibawah total keuntungan yang diberikan sistem agroforestry dibandingkan teknologi pertanian lainnya.

“Discounteing dan The Discount Rate”
            Sebelum membicarakan tentang kriteria tentang evaluasi ekonomi perlu kiranya mengetahui tentang konsep “discounting”. Tidak semua biaya dan keuntungan dari suatu proyek pertanian terjadi pada suatu kurun waktu tertentu, akan tetapi biaya dan keuntungan terjadi menyebar sepanjang umur proyek pertanian atau selama daur. Banyak biaya dapat langsung dibandingkan satu sama lainnya yang terjadi pada tahun yang sama tetapi biaya-biaya yang terjadi pada tahun yang berbeda tidak dapat dibandingkan satu dengan yang lain. Dengan menerapkan discount rate yang disesuaikan dimungkinkan untuk membandingkan sejumlah uang yang digunakan pada periode waktu yang berbeda.
            Ada beberapa pendapat yang mendukung tentang discounting. Pertama, dengan tidak menggunakan discount rate berarti bahwa nilai satu rupiah sekarang akan mempunyai nilai yang sama pada waktu yang akan datang (5,10, atau 20 tahun), hal ini akan menyebabkan inflasi. Kedua, status finansial seseorang akan berubah setiap saat, sehingga nilai rupiah akan berbeda untuk setiap orang : sepuluh ribu rupiah akan mempunyai arti yang lebih tinggi bagi orang miskin jika dibandingkan dengan orang kaya. Ketiga, kebanyakan orang mengurangi pengeluaran daripada menghemat uang, nilai dari satu unit uang yang akan diterima akan datang lebih rendah bila satu unit uang itu diterima pada saat sekarang. Di dalam istilah ekonomi, mereka dikatakan mempunyai “a positive rate of time preference”. Discount rate yang positive mencerminkan “this preference” untuk sekarang terhadap konsumsi dimasa datang.
            Di dalam perhitungan, discounting adalah kebalikan dari interest compoundind. Sebagai contoh jika suku bunga (interest rate) sebesar 10% maka uang sebesar 1000 rupiah sekarang akan tumbuh menjadi 1610 rupiah pada lima tahun mendatang. Sedangkan apabila discount rate sebesar 10% maka nilai sekarang dari 1610 rupiah yang diterima lima tahun mendatang adalah sebesar 1000 rupiah.

Nilai sekarang = Xt / (1 + i)1
Dimana,
X : jumlah uang pada tahun t
i : discount rate

Kriteria Evaluasi
            Pembuat keputusan sering dihadapkan kepada banyak piliahan untuk memilih mana yang baik sesuai dengan kondisinya. Perangkat ekonomi yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi investasi untuk menyediakan jasa dalam jangka panjang adalah Benefit/Cost Analisis (BCA). Konsep dasar dari pada BCA adalah membandingkan keuntungan yang diharapkan dengan biaya pada waktu yang lama. Sedangkan kriteria yang paling umum digunakan adalah Net present Value (NPV), Benefit-Cost Ratio, dan the internal rate of return (IRR).
            NPV dan IRR sering digunakan oleh perseorangan dan pemerintah. Prosedur yang normal adalah menentukan NPV dari “venture” dibawah sejumlah interest rate dan kemudian dihitung nilai IRR. Sedangkan pihak swasta sering menggunakan B/C Ratio.

Net Present Value (NPV)
            Untuk mendapatkan nilai NPV maka diperlukan identifikasi tentang biaya dan keuntungan setiap tahunnya selama proyek. Kemudian biaya dan keuntungan bersih tersebut didiscount pada tingkat awal. Total informasi dari nilai proyek jangka panjang yang diestimasi pada saat proyek dimulai. Sang (1988) didalam Nair (1993) memberikan formula untuk menghitung NPV :

                                                                                     r
NPV = ∑ (Bt – Ct) / (1 – r)
                                                                                   i=1

Dimana, 
B :
C :
r :

eucalyptus dengan ketela memberikan keuntungan 41% lebih besar dari pada menanam ketela saja (Wannawong et. al (1991) di dalam Nair (1993).

Benefit – Cost Ratio
            Pada tahap pertama dalam menghitung B/C ratio adalah mengidentifikasi dan mengkuantitaskan semua faktor yang berpengaruh nyata dari suatu proyek yang diusulkan. Faktor tersebut kemudian dipilah-pilah menjadi faktor biaya dan faktor keuntungan yang dinilai setiap tahunnya dan didiscount dengan pada tingkat tertentu. Untuk mendapatkan nilai B/C ratio adalah dengan membagi jumlah keuntungan dengan jumlah biaya yang keduanya telah didiscount. Secara singkat dapat ditulis sebagai berikut
                
            Benefit – Cost Ratio = Total keuntungan yang telah didiscount
                                    Total biaya yang telah didiscount

            Sehingga dari rumus tersebut dapat dikatakan bahwa semakin besar perbandingan antara keuntungan dengan biaya maka suatu proyek semakin menarik untuk dilakukan. Hasil B/C ratio sangat dipengaruhi oleh batasan tentang mana saja yang masuk biaya dan keuntungan didalam menganalisa suatu proyek. Disamping itu satu keuntungan dari B/C ratio adalah dapat digunakan untuk membandingkan proyek yang ukurannya berbeda.
Internal Rate of Return
            Internal rate of return (IRR) secara teori adalah merupakan perhitungan suku bunga tertinggi yang mana suatu proyek dapat membayar hutang disamping itu masih dapat mengembalikan semua investasi dan biaya operasi. Didalam perhitungan IRR adalah discount rate yang akan membuat total keuntungan dan biaya yang didiscount sama. Randall (1987) memberikan rumusan matematika dari IRR sebagai berikut :

Kuantitas dan Valuation Faktor Produksi (INPUT)
            Akurasi dari suatu evaluasi ekonomi tergantung pada ketepatan dari data yang digunakan, sehingga didalam melakukan evaluasi terhadap sistem agroforestry maka keberhasilannya akan sangat tergantung terhadap kemampuan untuk melakukan penggolongan jenis kegiatan yang masuk kedalam input (masukan) dan ouput (keluaran).
            Input sering dikatakan sebagai sumber daya alam atau faktor produksi yaitu barang-barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi output atau keluaran. Input utama adalah tanah, tenaga, dan modal (meliputi : bangunan, alat, ternak, biji, dan pupuk). Setiap input yang digunakan perlu dispesifikasi didalam jumlah dan kualitas dan waktu.

Tanah
            Agroforestry pada awalnya merupakan konsep pola penggunaan lahan untuk lahan marginal : lahan kering, lahan miring dan lahan dengan tingkat kesuburan rendah. Tanah dikuantifikasikan berdasarkan luasan fisik (Ha) dan lebih jauh dikategorikan berdasarkan status pemilikan, tingkat produktivitasnya (marginal,slopping, datar, dll), dan penggunaannya.
            Penilaian terhadap tanah akan sulit apabila tidak ada nilai pasar yang berlaku. Secara teori, nilai ekonomi dari tanah dapat diperoleh dari nilai discount dari nilai bersih produksi lahan setelah dikurangi semua biaya (nilai sisa). Apabila petani membeli atau menyewa, nilai harus dimasukkan kedalam analisa finansial karena penggunaannya sekarang. Sedangkan apabila tanah tidak digunakan maka nilai mendekati nol. Jika tanah digunakan oleh pemilik sebelumnya maka produksi sebelumnya sebaiknya dimasukkan kedalam biaya umum (public cost). Biaya ini akan mendekati nilai pasar dari tanah apabila nilai biaya itu mencerminkan nilai produksi bersih dari tanah tersebut.

Tenaga kerja
            Usaha penerapan dan peningkatan sistem agroforestry harus melihat kondisi tenaga kerja agar supaya dapat berjalan dengan baik. Persaingan akan tenaga kerja dengan sistem usaha tani lain tidak dapat dihindari. Usaha untuk mengurangi persaingan tersebut menurut Fillius (1981) adalah dengan pemilihan jenis yang kurang membutuhkan tenaga kerja. Agroforestry dengan penyusunnya dari berbagai macam jenis tanaman baik tanaman tahunan dan musiman maka akan terjadi distribusi pekerjaan sepanjang tahun atau tidak terjadi akumulasi pekerjaan yang sama pada waktu yang singkat. Keadaan itu mengakibatkan tidak terjadinya atau jarang terjadi kebutuhan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak pada waktu tertentu.
            Kebutuhan tenaga kerja dihitung berdasarkan hari kerja (workdays) atau jam kerja, dibedakan tenaga laki-laki dan perempuan, aktivitasnya (pembuatan, pemeliharaan, dan pemanenannya) dan waktu sepanjang proyek.
            Apabila digunakan tenaga kerja bayaran maka biaya tenaga kerja dinilai berdasarkan pada harga pasar, sedangkan tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani maka ditetapkan dengan “opportunity cost”. Untuk menghitung “opportunity cost” perhari kerja selama periode puncak, nilai produksi kotor (output x harga) dari aktivitas yang ditambah atau dikurang harus dihitung. Kemudian nilai dari masukan secara kontan dan biaya tenaga kerja dari luar harus dikurangkan, dan hasilnya dibagi oleh sejumlah hari kerja yang digunakan untuk kegiatan.
            Misalnya, produksi kotor per ha dari tanaman jagung dan padi sebesar Rp 950.000,- dan biaya sebesar Rp 350.000,- sisanya adalah Rp 600.000,- jika tenaga dari keluarga diperlukan selama 60 hari maka biaya “opportunity” sebesar Rp 600.000,- / 60 = Rp 10.000,-. Keperluan tenaga kerja pada waktu yang kritis adalah 40 hari sehingga biaya “opportunity” keluarga saat kritis adalah Rp 600.000,-/40 = Rp 15.000,-
Biaya “opportunity” tenaga kerja tidak perlu konstan sepanjang waktu analisa. Faktor yang mempengaruhi antara lain produktivitas tanah, efektif kerja, tingkat teknologi yang digunakan dll.
            Didalam analisa ekonomi harga bayangan tenaga kerja dari keluarga petani didapat dengan cara yang sama seperti pada analisa finansial, akan tetapi semua nilai output dan input yang digunakan harus mencerminkan nilai sebenarnya.


Modal
            Modal dapat berupa barang, dimana barang adalah semua barang-barang yang dibeli yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Barang-barang ini dapat dikuantifikasi oleh berat, volume, jumlah (bahan tanaman, pupuk, pestisida, air, alat, veteinary dll). Barang-barang itu biasanya dinilai berdasarkan harga pasar pada tingkat konsumen terakhir. Barang yang tidak habis pakai dan masih setelah analisis, maka nilai barang itu dapat dikategorikan kedalam keuntungan pada tahun terakhir (Hoekstra, 1990).

Kuantitas Dan Valuation Produk (OUTPUT)
            Produk atau output merupakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu aktivitas. Peningkatan produk adalah tujuan yang paling utama dari pembangunan pertanian. Keuntungan yang dicapai sistem agroforestry dapat berupa peningkatan nilai dari hasil kebun baik lewat peningkatan hasil, penurunan input dan keberlanjutan hasil.
Pada sistem agroforestry, barang-barang utama yang oleh Nair (1993) disebut sebagai produksi langsung dapat berupa produksi tanaman dan ternak, kayu bakar, kayu pertukangan. Jasa yang didapat pada agroforestry adalah pagar hidup, pekerjaan konservasi lahan, fiksasi nitrogen, dimana sebaliknya jasa tersebut dapat merupakan input atau faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa didalam waktu yang lama.
            Setiap produksi agroforestry perlu dispesifikasi menurut tipe : volume, berat, dan jumlah, kualitas dan waktu. Untuk memberikan nilai dari setiap produk dari agroforestry maka perlu diketahui dahulu tujuan atau untuk apa produk yang dihasilkan itu bagi petani. Hasil kayu bakar dan pertukangan yang diorientasikan ke pasar maka nilai yang dipakai untuk melakukan analisa adalah nilai pasar. Penilaian terhadap produk akan mengalami kesulitan apabila kebanyakan produksi di barter atau dikonsumsi di kebun sehingga akan mengakibatkan perhitungan dibawah perkiraan terhadap investasi apabila dibandingkan dengan orientasi pasar. Dua metode pendekatan (Nair,1993) untuk menilai yaitu dengan menilai barang atau produk dengan nilai tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut atau menilai dengan harga yang ditawarkan oleh pembeli.
            Produk kayu dan tiang biasanya dijual dalam satuan meter kubik dan batangan atau panjang sedangkan nilainya tergantung pada keperluan apa dan kualitas kayu. Pupuk kandang atau seresah yang akan digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah, seperti di”alley cropping system” tidak selalu dikuatifikasikan sebab pengaruh positif dapat diukur melalui keuntungan tanaman dari penambahan nutrisi. Akan tetapi apabila pupuk kandangnya diorientasikan pasar maka harus dikuantifikasikan baik dalam jumlah dan kandungan nutrisi. Dalam analisa keadaan ini perlu dipertimbangkan.

Resiko Evaluasi
            Ketidakpastian proyek dibidang pertanian cukup besar dan merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh karena adanya pengaruh iklim, lingkungan dan pasar. Setiap proyek tentunya mempunyai tingkat resiko ketidakpastian yang berbeda, satu proyek mempunyai resiko lebih dari yang lain karena pengendalian terhadap pengaruh faktor ketidakpastian baik atau memang kurang dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian. Yang justru menjadi pertanyaan apakah sistem agroforestry akan lebih tahan terhadap resiko ketidakpastian?.
            Pada sistem “multi cropping” secara umum mempunyai tingkat resiko ketidakpastian yang rendah sebab berbagai macam tanaman penyusunnya dipengaruhi pada tingkat yang berbeda oleh iklim dan lingkungan yang tidak menguntungkan. Sehingga selalu ada keluaran atau hasil sedang monokultur tidak menghasilkan. Perlu juga diketahui bahwa penanaman pohon dan tanaman pertanian dengan sistem bukan agroforestry juga dapat mengurangi resiko ketidakpastian (Hoekstra,1990). Dengan demikian ada gambaran bahwa sistem agroforestry oleh karena penyusunnya, mempunyai resiko yang kecil terhadap kondisi yang tidak menguntungkan.
            Ketidakpastian tentang harga dari hasil agroforestry harus mendapat perhatian yang serius. Masalah utama yang dihadapi oleh pengembangan sistem agroforestry adalah pasar yang tidak menentu yang pada akhirnya menyebabkan harga yang berfluktuasi.
Disamping itu elemen-elemen dari ketidakpastian juga berada di dalam (“intrinsic”) proses evaluasi itu sendiri (Sang,1988 didalam Nair 1993) :
  1. Identifikasi dan pengukuran dari kebanyakan biaya non-fisik dan keuntungan adalah tergantung pada pemilihan nilai.
  2. Perhitungan kualitatif dari pengaruh yang tidak langsung dan eksternal dari suatu proyek adalah sangat subjektif.
  3. Data dan Informasi umumnya dibatasi dan tidak cukup khususnya di negara berkembang.


Analisis Sensivitas
            Ketidakpastian yang mendasar akan selalu berhubungan dengan harga dimasa yang akan datang dari input atau faktor produksi, pemilihan discount rate, jumlah produk yang dihasilkan pada waktu panen dan lain-lain. Analisa sensivitas dapat digunakan untuk mencermati apakah evaluasi ekonomi akan dipengaruhi apabila variabel yang penting dan beberapa asumsi berubah. Didalam metodologi analisa pengaruh dari keadaan yang berubah dinilai oleh bermacam-macam jumlah atau harga dari input dan output atau variable penting lainnya didalam suatu evaluasi dengan persentase atau jumlah yang ditetapkan dan kemudian dihitung kembali. Hasilnya dapat dipresentasikan berupa kisaran dari keluaran yang memungkinkan dan kemungkinan yang terjadi. Wannawong et.all (1991) dan Nair (1993) menggunakan discount rate yang berbeda diperoleh nilai NPV yang berbeda. Tabel dibawah. Sedangkan Dunn et al. (1990) menggunakan discount rate dan harga pasar yang berbeda untuk melakukan uji sensivitas.

Tabel. Nilai NPV (US $) pada analisa sensivitas dari “farming systems” dengan luas 0,17 Ha di Thailand dengan menggunakan 5 discount rate.
Sistem
Discount rate (%)
5
7
8
9
11
Ketela





75225
71800
70175
68600
65600
Eucalyptus dan





ketela
105725
101300
99200
97175
94275
Keterangan : 1 US $ = 25 Baht

Pemasaran
Kondisi pasasr didaerah tropic khususnya untuk komoditi pertanian dapat digambarkan secara umum seperti berikut :
·         Terdapat banyak suppliers, masing-masing memproduksi dan menjual dalam jumlah sedikit sebab ukuran petani yang berada didaerah tropik biasanya kecil, panen tersebar sepanjang tahun, kemampuan untuk menyimpan kecil dan liquiditasnya kecil. Keadaan ini menyebabkan biaya koleksi tinggi. Lebih jauh banyaknya pembeli yang memerlukan hanya sedikit sebab rendahnya pendapatan. Baik penjual dan pembeli hanya memiliki tingkat teknologi konsevasi yang rendah. Kualitas infra struktur rendah. Namun demikian “a rule marketing cost” dari hasil pertanian tropic perlu dipertimbangkan.
·         Harga beberapa komoditas pertanian dari daerah tropic kurang stabil. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pendapatan petani, pendapatan berubah relative lebih dari harga.
Pada banyak kasus agroforestry tidak saja meningkatkan hasil tetapi juga memberikan diversifikasi hasil serta waktu panen. Strategi untuk memilih komoditi apa yang perlu dikembangkan dalam sistem agroforestry dapat dilakukan setelah mengamati atau meneliti kebutan pasar akan komoditi pertanian. Produksi komoditi akan membuat kepemilikan petani sangat rentan terhadap flutuasi pasar.
Disamping berorientasi pasar, suatu strategi yang ditujukan untuk pertanian subsiten perlu dicermati. Petani hanya akan menjual hasilnya apabila betul-betul terjadi surplus. Banyak system bertani subsistem dapat menjamin kestabilan didalam pendapatan (non-cash) dan konsumsi. Jika dari system ini diingikan untuk memberikan out yang lebih makan merupakan sasaran yang baik baik pengembangan agroforestry.

Konstribusi Agroforestry Terhadap Tujuan Sosial-Ekonomi
Sumbangan agroforetry yang dapat diberikan pada pembangunan nasional dapat ditinjau dari beberapa aspek dari sudut pandang sosial-ekonomi, yaitu:
·         Peningkatan Efficiensy ekonomi, seperti : meningkatnya kumpulan keuntungan (ketersediaan barang dan jasa bagi masyarakat) yang dihasilkan dari penggunaan sumberdaya alam yang terbatas.
·         Peningkatan kondisi untuk masyarakat miskin (mengurangi jurang pemisah yang kaya dan yang miskin, dengan menciptakan lapangan pekerjaan).
·         Peningkatan peningkatan kualitas lingkungan dari penggunaan lahan.
·         Memunculkan pendapatn yang meningkat untuk pemerintah yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan sosial. (gregersen, 1979) didalam Filiius, 1981).

Peningkatan efisiensi ekonomi
Peningkatan efisiensi ekonomi yang dicapai dari penggunaan lahan harus ditujukan terhadap konstribusi terhadap pendapatan. Pendapatan tidak saja dibatasi oleh pendapatan langsung dari penggunaan lahan akan tetapi juga pengaruh dari penggunaan lahan terhadap penciptaan lapangan kerja didalam prosessing hasil pertanian, atau pengaruh tidak langsung atau multiple effect. Keduanya harus mendapatkan perhatian.
Berdasar hasil laporan Svanqvist (1976) yang memberikan perhitungan keperluan tenaga kerja, investasi, pendapatan kotor dan bersih per ha, pendapatan kotor dan bersih per hari orang kerja; terdapat cukup bukti kalau dibandingkan dengan hutan murni system agroforestry memberikan penghasilan bersih per hari orang kerja lebih rendah. Begitu juga pada system pertanian yang menghasilkan pendapatan bersih per hari orang kerja yang jauh lebih rendah. Jika factor tenaga kerja terbatas sehingga ditinjau dari sudut efisiensi ekonomi, dapat dikatakan bahwa system agroforestry untuk tidak dipromosikan. Akan tetapi apabila lahan merupakan pembatas maka agroforestry memberikan alternatif yang baik. Hal ini dapat dilihat dari laporan Svanqvist yang menunjukkan pada satuan luas tertentu system agroforestry memberikan pendapatan bersih yang lebih tinggi dari manajemen hutan sejenis. Sesuai dengan pendapat King (1968) yang mengatakan bahwa apabila lahan merupakan pembatas atau masalah maka merupakan indikasi penerapan system tumpangsari didalam membuat hutan.

Peningkatan kondisi dari masyarakat miskin
Salah satu cara untuk mencapai tujuan adalah mengembangkan kapasitas orang miskin untuk memproduksi kebutuhan dasarnya. Perluasan kesempatan kerja dipedesaan memberikan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan dari petani kecil dan petani yang tidak punya lahan. Usaha penciptaan lapangan kerja didaerah pedesaan akan ikut mencegah terjadinya urbanisasi.
System penggunaan lahan yang bersifat padar karya akan lebih disukai oleh petani yang tidak bekerja dan pengangguran tidak kentara. Oleh karena itu pemilihan pengolahan lahan harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan masyarakat setempat. Misalnya, meskipun dari segi kebutuhan tenaga kerja cukup tinggi yaitu 219 – 276 hari orang kerja per ha per tahun (Saha, 1975) akan tetapi merupakan penggunaan lahan yang tidak menarik dan mempunyai permasalahan lingkungan yang kurang baik. Disamping itu pendapatan bersih per Ha juga kecil.
Startegi pencukupan kebutuhan dasar tidak hanya melulu meningkatkan kesempatan kerja meskipun dengan pekerjaan akan dapat mencukupi keperluan dasar. Akan tetapi lebih ditenkankan terhadap penyesuaian struktur produksi. Peningkatan produksi pertanian dan kehutanan sebagai hasil hasil dari program Agroforestry sesuai dengan strategi pemenuhan kebutuhan bahan dasar. Peningkatan jumlah dan diversitas produksi akan meningkatkan kualitas kesehatan dan akhirnya akan memberikan sumbanganterhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. Promosi dari produk kehutanan di dalam strategi pemenuhan kebutuhan dasar akan menyediakan kayu bakar, kayu pertukangan, alat-alat, pagar dan lainnya. Keadaan ini bukan berarti bahwa produk kehutanan sebagai salah satu produk dari agroforestry tidak ditujukan untuk keperluan hutan industry. Kesempatan pekerjaan di hutan industry dapat memberikan tambahan pendapatan.
Agroforestry juga dapat menguntungkan bagi petani miskin karena mengurangi resiko yang ada. Agroforestry dapat membantu mengurangi resiko dengan melalui deversifikasi dan kestabilan yang besar dari hasil. Hasil dari satu tanaman tinggi tetapi hasil tanaman lain karena beberapa faktor dapat rendah. Nair (1979) melaporkan bahwa kegagalan dari tanaman tambahan terhadap kelapa akan memberikan pengaruh yang sedikit terhadap penghasilan kelapa. Akan tetapi berkurangnya inpit yang disebabkan oleh penerapan agroforestry mungkin merupakan pengurangan resiko.

Peningkatan Kondisi Lahan dan penggunaan Lahan
Pengelolaan penggunaan lahan dengan system agroforestry telah diketahui mempunyai pengaruh yang positif terhadap lingkungan. Pengurangan bahan kemikalia (pestisida dan pupuk) telah mengurangi terjadinya polusi dan effek samping yang tidak dikehendaki, seperti terjadinya resistensi hama dan penyakit dan hilangnya specie tertentu. Menurut Dasman et al. (1973) pengaruh akibat pestisida di daerah tropic lebih besar disbanding dengan di daerah temperate. Keadaan akan meningkat dengan meningkatnya penggunaan pestisida yang tidak ramah lingkungan.
System agroforestry akan dapat menghambat terjadinya “devastation of land”. Permasalah lingkungan yang dihadapi yang berhubungan dengan lahan antara lain erosi, padang alang-alang, terjadinya padang pasir baru atau meluasnya padang pasir. Pada prinsipnya system usaha tani secara traditional, termasuk peladangan tidak membahayakan lingkungan. Akan tetapi oleh karena pertambahan jumlah penduduk yang cukup tinggi khususnya didaerah tropik atau berkembang dan tidak adanya upaya merubah teknologi usaha tani maka system pengelolaan lahan sudah tidak sesuai lagi dan mengarah terjadinya kerusakan lahan. Peladangan yang terjadi pada kawasan hutan akhir-akhir ini cenderung mengalami peningkatan dan merupakan permasalahan yang harus mendapat prioritas untuk dipecahkan. Apabila masalah peladangan tidak dengan cepat diselesaikan maka keberadaan hutan tropik yang merupakan paru-paru dunia terancam.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan adalah melakukan reforestation, intensifikasi usaha tani, pemanfaatan lahan marginal dengan system agroforestry. Pada kesempatan ini hanya dibicarakan masalah pemanfaatan dan intensifikasi lahan marginal dengan system agroforestry. Keuntungan system ini yaitu tidak memerlukan investasi yang besar, akan ikut menyediakan keperluan dasar, tidak menghilangkan teknik usaha tani yang sudah ada. System agroforestry akan membantu memperbaiki kondisi lingkungan dengan mengurangi ekologi dalam arti luas.

Sumber pustaka
Filius, AM. 1981. Economic Aspects of Agroforestry. In View Points of Agroforestry. Ed. K.F. Wiersum.

Hoekstra, D.A. 1990. Economics of Agroforestry. Agroforestry. In Classification and Mangement. Ed. Kenneth G. Vergara and Napoleon T. MacDicken.

Nair, P.K.Z. 1993.. An Introduction to Agroforestry

 Perhutanan Sosial
Pemanfaatan terhadap sumber daya hutan telah dilakukan sejak lama di Jerman kira-kira abad 8. Pemanfaatan hutan diarahkan untuk mengambil kayu untuk tujuan industri dan eksport yang sering disebut dengan istilah ”timber management” atau ”Tradisionil Forestry”. Akan tetapi konsep pengelolaan hutan yang demikian sudah tidak cocok lagi diringi dengan pengingkatan jumlah penduduk yang cepat. Pertambahan penduduk tersebut memerlukan kebutuhan pangan yang tinggi dilain pihak masalah keterbatasan lahan menjadi kendala. Oleh karena itu konsep dalam mengelola hutan. Pada konggres kehutanan dunia VI di Seatlle tahun 1962 diambil tema ”Multiple Use of Forest Land”, yang merupakan langkah maju dalam pengelolaan hutan yang tadinya hanya berorientasi pada penggunaan ganda, jadi hutan tidak hanya menghasilkan kayu tetapi juga hasil lainnya. Dengan demikian berkembanglah sistem Agroforestry dalam pengelolaan hutan. Penerapan Agroforestry yang dikembangkan pada pengelolaan hutan konvensional tidak ditangani dengan benar sehingga konstribusi yang diberikan terhadap petani sedikit sehingga dianggap kurang bermanfaat untuk mengatasi masalah sosial, sehingga pembangunan hutan juga akan mengalami hambatan (Simon, 1994). Bersama dengan berkembangnya sistem Agroforestry, Konggres Kehutanan Dunia VIII di Jakarta mengambil tema ”Forest for Poeple”. Pemilihan tema tersebut sejalan dengan usaha peningkatan pengelolaan hutan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat. Sejak konggres tersebut berkembanglah istilah ”sosial forestry” yang merupakan bentuk baru pengelolaan hutan. Pada program perhutanan sosial harus mengembangkan sistem Agrofoterstry yang tidak dapat berkembang baik pada manajemen hutan secara konvensiaonal yang berorientasi produk kayu. Menurut Muraille (1995) program hutan rakyat telah dimulai pada akhir tahun 1970-an yang lahir karena suatu kenyataan bahwa hubungan antara hutan, pertanian dan manusia merupakan suatu kesatuan dari ekosistem pedesaan. Sehingga seorang pengelola hutan harus mengerti dan menggabungkan dua ekosistem yang berbeda yaitu ekosistem hutan dan ekosistem sosial masyarakat. Pada saat sekarang dan masa yang akan datang ”sosial forestry” tersebut akan merupakan bentuk pengelolaan yang sesuai untuk memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Pada prinsipnya hutan dan kehutanan dapat mendukung dan menyediakan orang hidup lebih baik dan masyarakat juga mendukung pemerintah dalam hal mengelola dan memelihara sumberdaya hutan.

Batasan Perhutanan Sosial
Pengertian tentang perhutanan sosial (social forestry) masih beraneka ragam. Pada kesempatan ini berkembang beberapa difinisi tentang perhutanan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut:
Menurut Wiersum, Social forestry is a collective name for a variety of forest management strategies which special attention to the equitable distribution of forest products in relation to the needs of various groups within the population and to active participation of local organization and people in the management of forest resource and woody biomass.

Menurut Simon, Social forestry is a strategy which focused on solving the problems of local people while maintaining the environment of the region. Therefore, the prime product of forestry is not necessarily timber rather forestry can be directed to produce many commodities according to the needs of the people in the region including fuel, food, fodder, water, wildlife, wilderness and beuty.

Menurut Perum Perhutani, the social forestry system conducted by Perum Perhutani is a system in which local people are participating in the management of forest with the special emphasis on the establishment of forest plantation. The objective of the social forestry system in a successful the forestation to attain optimum fuction of forest and at the same time to increase the social walfare of local people.

Berdasarkan beberapa batasan di atas terlihat bahwa tujuan pengelolaan hutan telah bergeser yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) untuk mengelola fungsi-fungsi hutan serta menjaga kelestariannya dan (2) memberikan lapangan kerja dan tambahan hasil bagi penduduk sekitar hutan sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut Wartaputra dan Widardjo (1990) tujuan dari pada program perhutanan sosial adalah:
  1. meningkatkan kemampuan lahan hutan
  2. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan.
  3. memberikan tanggung jawab di dalam mengkonservasi sumberdaya hutan.
  4. untuk melindungi sumber daya hutan dengan segala fungsinya.
Perhutanan Sosial dan Agroforestry
Menurut Seymour and Fisher (1990) pada dasarnya perhutanan sosial adalah merupakan sistem persetujuan dan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan untuk mendapatkan keuntungan. Terliha bahwa program perhutanan sosial menitik beratkan pada partisipasi masyarakat secara luas pada setiap kegiatan kehutanan dan pembuatan keputusan dari pada sistem produksi khusus. Oleh karena itu dalam program perhutanan sosial harus mengembangkan suatu sistem agroforestry yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat serta memberikan keuntungan kepada petani peserta. Dalam kaitannya dengan pengembangan masyarakat maka penerapan agroforestry harus diikuti transfer teknologi baik teknik silvikultur maupun pertanian. Sistem agroforestry yang dikembangkan dalam kontek perhutanan sosial harus menitik beratkan perhatian terhadap pengalaman petani dalam mengelola sumber alam dan membangunnya berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Perencanaan sistem agroforestry harus seimbang antara aspek fisik seperti tanah, curah hujan dan kelerengan, dengan aspek sosial seperti pemasaran dari produk lokal. Sistem agroforestry yang baik harus menyediakan keuntungan pada jangka pendek, menengah dan panjang. Disamping itu sistem tersebut harus direncanakan dalam hambatan yang di “imposed” oleh kebijaksanaan pemerintah pada beberapa parameter seperti pemilihan jenis dan jarak, meskipun satu hasil dari perhutanan sosial mungkin didorong untuk disesuikan dengan keperluan di beberapa kebihaksanaan.
Berdasarkan kenyataan awal program perhutanan sosial di Jawa menunjukkan bahwa agroforestry yang diterapkan tidak memenuhi kriteria di atas, khususnya pada lahan yang kritis Seymour and Fiher (1990). Agar supaya tujuan pengelolaan hutan tersebut dapat tercapai maka pemerintah dan pengelola hutan perlu meningkatkan usaha-usaha yang telah dilakukan, seperti penerapan “managemen regim (MR)” atau pengelolaan hutan jati optimal (PHJO) yang telah dan sedang dilakukan oleh Perhutani dengan fakultas Kehutanan UGM. Sejak dimulainya PHJO tahun 1994 terlihat bahwa sistem tersebut banyak memberikan mafaat baik bagi perusahaan maupun masyarakat sekitar hutan. Disamping itu pertumbuhan maninggi dan diameter pohon jati sangat baik apabila dibandingkan dengan tabel WWW. Penerapan PHJO perlu dilanjutkan sehingga teruji keahihannya untuk mengelola hutan, khususnya hutan jati.
Program perhutanan sosial diharapkan dapat memenuhi tuntutan saling bergantung antara hutan dan rakyat, sehingga mempersempit kesenjangan antara kepentingan kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan yang pada akhirnya akan terwujud keselarasan dan kesejahteraan.

Hubungan Masyarakat dan Hutan
Di negara-negara bekembang kehidupan masyarakat sebagian besar masih menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam. Masyarakat yang dibicarakan pada kesempatan ini diarahkan pada masyarakat di sekitar hutan. Masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam kawasan hutan adalah menggantungkan hidupnya dari pertanian. Hutan bagi mereka merupakan jaminan kehidupan sehingga terlihat hubungan antara mereka dan hutan sangat erat. Kondisi masyarakat di sekitar hutan dan di dala hutan secara umum sangat memprihatinkan di mana tingkat kesejahteraan masih rendah dan belum dapat menikmati hasil pembangunan yang sudah maju dewasa ini.
Masyarakat yang hidupnya tergantung pada hutan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok masyarakat asli dan kelompok pendatang. Kelompok masyarakat asli mereka telah menghuni kawasan hutan untuk beberapa generasi dan mengklaim mempunyai hak milik secara adat. Sedangkan kelopok pendatang mereka datang dari tempat yang padat penduduknya di dataran rendah untuk mencari lahan baru. Kedua kelompok tersebut dicirikan oleh tingkat pendapatannya yang rendah, ketidak pastian tentang pemilikan lahan, tidak mendapat perhatian pusat perekonomian dan pembuatan kebijakan.
Keberadaan mereka di sekitar dan di dalam kawasan hutan akan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya hutan secara nasional. Kondisi tersebut mendorong pengelola hutan untuk mencari suatu alternatif yang akan dapat mengakomodasikan kepentingan masyarakat dan tetap menjamin perlindungan terhadap sumber daya hutan dan fungsinya. Pada dasarnya hutan mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah fungsi kelestarian ekologi, fungsi produksi, dan fungsi kesejahteraan rakyat.
Interaksi hutan dan masyarakat sangat kuat, dimana aktivitas masyarakat sekitar hutan akan berpengaruh terhadap kondisi hutannya. Kesadaran masyarakat sekitar hutan yang tinggi akan keberadaan hutan dapat dicerminkan oleh adanya kondisi hutan yang baik yang dapat memenuhi fungsi-fungsinya. Sebaliknya jika kesadaran rendah maka kondisi hutan akan jelek dan masyarakat sendiri yang akan dirugikan secara langsung.
Petani sekitar hutan pada umumnya hanya memiliki lahan garapan yang sempi atau bahkan tidak punya lahan sehingga pemenuhan kebutuhan dasarnya tidak dapat dipenuhi dengan mengandalkan dari lahannya. Oleh karena itu hutan adalah merupakan salah satu alternatif dalam memecahkan permasalahan untuk mendapatkan lahan garapan atau keperluan lain (sebagai sumber kayu bakar, bahan bangunan, dan sumbe protein serta perburuan dan bermain) guna memenuhi kebutuhannya. Kebijaksanaan pemerintah dalam mengelola hutan sudah barang tentu akan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan bahkan ada yang tinggal di hutan. Keberadaan masyarakat tersebut sudah berlangsung sejak dahulu dan mereka menganggap bahwa hutan merupakan bagian dari kehidupannya, seperti suku di pedalaman di Kalimantan dan Irian Jaya.
Hutan yang merupakan bagian dari kehidupan manusia secaa luas harus dimanfaatkan dengan mengacu kepada kelestarian fungsi-fungsi hutan. Pengelolaan hutan yang berdekatan dengan masyarakat hendaknya pengelolaan atau pemanfaatan hutan harus betul-betul mempertahikan kepentingan masyarakat sekitarnya atau di dalam hutan, yang mana hutan merupkan sumber kehidupannya.

Kebijaksanaan dan Peraturan
Beberapa isu yang perlu mendapat perhatian oleh pemerintah dalam membuat kebijaksanaan dan peraturan dalam rangka pengembangan perhutanan sosial (Muraille, 1995) :
1.      Kebijaksanaan kehutanan harus diambil secara integral dan harmoni dengan kebijaksanaan pemerintah lainnya dan kebijaksanaan yang menfokuskan pada sektor ekonomi nasional. Kebijaksanaan perhutanan sosial tidak bersifat statik tetapi perlu selalu berubah. Namun demikian kebijaksanaan-kebijaksanaan harus mereflekskan kenyataan yang ada di lapangan. Mekanisme umpan balik antara pengambil kebijaksanaan dan penyuluh lapangan dan masyarakat harus ditingkatkan dan diberi saluran.
2.      Kebijaksanaan mempengaruhi terhadap kepemilikan lahan adalah sangat krusial untuk keberhasilan perhutanan sosial dan harus mencerminkan perubahan di dalam kondisi sekarang. Beberapa dari implikasi kebijaksanaan harus spesifik terhadap tempat dan masyarakat.
3.      Pelatihan pada isu-isu kebijaksanaan seharusnya menyentuh pada sumua tingkat (Pembuat kebijaksanaan, anggota pengelola, staff lapangan pemuka masyarakat dan pemimpin rakyat serta pengguna lahan). Mekanisme untuk pelatihan dan saran pada kebijaksanaan perhutanan sosial dan peraturan yang diperlukan dalam menghadapi perubahan cepat di dalam pelaksanaan seperti pengalaman yang diperoleh di lapangan.
4.      Mekanisme untuk identifikasi dan meyakinkan pemerataan hasil yang dikeluarkan oleh perhutanan sosial harus dikembangkan dan dilembagakan. Masyarakat lokal yang mempunyai pengetahuan setempat seharusnya dikompensasi yang mana pengetahuan itu mempunyai nilai.
5.      Hak adat dari masyarakat hutan dan pedesaan harus dikenali dan dilegitimasi di dalam prosedur yang berkembang untuk pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
6.      Status khusus dari nilai kehutanan harus dikenali di dalam perbandingan dengan nilai pertanian. Mekanisme penyampaian kepada masyarakat di kehutanan dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kehutanan harus dikembangkan untuk menyediakan insentif finansial terhadap aktifitas tersebut.
Peningkatan partisipasi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan pada kegiatan perhutanan sosial adalah merupakan salah satu strategi pembangunan kehutanan di Indonesia yang mengutamakan aspek peningkatan kesejahteraan masyarakat disamping aspek teknik, ekonomi, lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia konsep pembangunan perhutanan sosial terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu:
1.      Kegiatan hutan rakyat, hutan yang dibangun pada lahan yang dibebani hak milik maupun hak lainnya serta pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak berhutan dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanamn kayu lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahunan pertama sebanyak minimal 500 tahun.
2.      Kegiatan hutan kemasyarakatan, hutan yang dibangun pada lahan yang dikuasai negara dengan melibatkan masyarakat pada usaha memanfaatkan hasil hutan non kayu.
3.      Kegiatan aneka usaha kehutanan

Perencanaan dan Implementasi
Isu-isu utama dalam perencanaan dan implementasi perhutanan sosial adalah tentang (1) pengembangan pendekatan yang mencakup semua sektor peserta, (2) desentralisasi, delegasi dan dukungan dari masyarakat lokal, (3) kualitas staff, dan (4) pengelolaan sistem informasi yang baik.
·         Otoritas dan tanggung jawab untuk pengelolaan sumber seharusnya didelegasikan kepada pengguna.
·         Pengembangan dan peningkatan kemampuan lembaga pada tingkat desa, yang mampu secara efektif mengelola sumber, harus diperbesar. Kesadaran dan kemampuan masyarakat yang muncul dari mereka sendiri akan menjadi jaminan untuk keberhasilan perhutanan sosial. Kepemimpinan harus muncul dari masyarakat sendiri, pihak luar hanya sebagai motivator dan pendukung.
·         Pengembangan prosedur secara terpadu yang melibatkan semua aspek masyarakat kedalam proses yang efektif pada tahap perencanaan, pengelolaan dan monitoring.
·         Pengembangan lembaga insititusional baik lembaga pemerintah dan non pemerintah perlu dikembangkan untuk enduduk aspek finansial maupun aspek sosial yang ada.
·         Peningkatan petugas penyuluh yang berkualitas.
·         Pemberian kursus terhadap petani menjadi penting guna memanfaatkan sumberdaya alam yang efisien.
·         Jaminan pasar guna menampung produk yang dikeluarkan dari perhutanan sosial harus diciptakan baik pada tingkat lokal maupun regional (Muraille, 1995).

Saran Perhutanan Sosial
Berdasarkan konsep dari program perhutanan sosial yang melibatkan masyarakat seluas-luasnya dalam kegiatan kehutanan maka sudah barang tentu pengembangan perhutanan sosial tidak dapat dilaksanakan pada kawasan hutan yang terisolasi untuk tidak mendapat tekanan dari penduduk. Program pengembangan perhutanan sosial diarahkan pada wilayah-wilayah di dalam maupun di sekitar kawasan hutan yang mendapat tekanan sebagai akibat peningkatan kebutuhan gidup masyarakat di sekitar hutan. Menurut Sumitro (1990) perhutanan sosial bukanlah meupakan suatu praktek secara umum pengelolaan hutan untuk menggantikan kehutanan tradisional. Perhutanan sosial adalah sangat cocok untuk diterapkan pada kawasan di mana :
1.      Ada permasalahan yang potensial atas konflik penggunaan lahan dan pemilikan lahan.
2.      Adanya kerapatan penduduk yang tinggi atau kemampuan daya dukungnya rendah.
3.      pada lahan marginal, lahan yang telah dibersihkan dan diekploitasi secara basar-besaran atau lahan yang lingkungannya sanat rentan.
4.      Adanya kebijaksanaan secara politis yang kuat untuk meningkatkan kawasan pedesaan tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungan.

Pemilihan Jenis
Pemilihan jenis tanaman merupakan salah satu aspek yang sangat penting agar supaya suatu program dapat mencapai tujuannya. Pemilihan jenis pada program bidang kehutanan harus dapat memenuhi tujuan produksi, keberlanjutan, dan aseptabilitas. Jadi jelas bahwa penetapan atau pemilihan jenis tidak saja ditentukan berdasarkan pada teknik silvikultur tetapi juga dipertimbangkan dalam segi manajemen dan kegunaanya. Ada tiga pertanyaan yang perlu dijawab dalam kaitannya dengan peilihan jenis, yaitu :
1.      Apa tujuan penanaman yang direncanakan ?
2.      Spesies apa yang mempunyai potensi dan tersedia untuk ditanam ?
3.      Apakah akan mampu tumbuh pada tempat yang tersedia ?

Tujuan Penanaman
1.      Keperluan idustri, kayu bakar, pabrik kayu lapis, penggergajian, dan keperluan lain.
2.      Keperluan domestik, kayu bakar, kayu pertukanan
3.      Perlindungan lingkungan, pengendalian erosi dan aliran permukaan, penahan angin dan rehabilitasi bekas industri.
4.      Penanaman sebagai bagian integral penggunaan lahan lainnya, peneduh, makanan (buah dan kacang-kacangan), untuk meningkatkan kondisi tanah.
Jenis yang paling sesuai untuk ditanam akan berbeda untuk setiap tujuan dan  penggunaan lahan. Apabila penanaman untuk memenuhi beberapa jutan maka pemilihan jenis akan tergantung pada prioritas dari pada tujuan yang ingin dicapai. Misalnya penanaman hutan di Jawa Timur di daerah pegunungan dengan Pinus merkusii, Acacia decurens dan Calliandra callothyrus; sedangkan di daerah yang kelerengannya tidak terlalu tinggi ditanami dengan Switenia macrophylla, untuk tujuan konservasi lahan akan tetapi masih dapat diambil kayunya.


Pemilihan Jenis Untuk Kayu Bakar
Persyaratan dalam menumbuhkan pohon untuk tujuan pemenuhan kebutuhan kayu bakar adalah :
1.      Mudah penanamannya dengan menggunakan silvikutur yang sederhana.
2.      Cepat tumbuh.
3.      Mempunyai keberhasilan yang tinggi, di bawah kondisi yang baik tidak menguntungkan.
4.      Tahan terhadap kerusakan “browsing and grazing”.
5.      Kemampuan untuk trubus apabila dipangkas “ability to copice”.
6.      Mempunyai kandungan energi tinggi.
Ukuran ideal untuk kayu bakar adalah pohon kecil yang mudah untuk dipotong dan dibawa. Cepat kering, tidak berbau dan memercik bila dibakar dan mempunyai kandungan abu rendah adalah kualitas kayu bakar yang disukai, akan tetapi yang paling penting adalah jenis yang mudah tumbuh pada kondisi tanah yang tersedia.
Jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai kayu bakar antara lain seperti Calliandra callothyrus, Leucaena leucocepala untuk di Indonesia, Leucaena leucocepala untuk di Philipina. Eucalyptus camadulensis dan Azadiracta indica untuk di Sudan dan Ethiopia, Dalbergia sisso untuk di India dan Pakistan dan Casuarina spp untuk di China, East India dan Papua New Guinea.

Pemilihan Jenis Untuk Tujuan Konservasi
Pohon yang dipilih untuk digunakan sebagai pengendali erosi, mengurangi keccepatan angin dan badai atau rehabilitasi lahan yang rusak adalah bersifat tahunan, tanaman keras dan sistem perakaran yang luas dan dalam, kecepatan untuk melakukan koloni, cabang tidak mudah mengalami pruning, hatan terhadapt kebakaran dan pengembalaan, tahan terhadap kondisi yang tidak subur dan kondisi klimat yang ekstem.
Di dalam pemilihan jenis untuk tujuan penghutanan kembali, sering pemilihan yang paling baik adalah jenis yang telah tumbuh di daerah tersebut, sebab tanaman tersebut telah beradaptasi terhadap lingkungan dan mampu melakukan permudaan secara alami. Meskipun pertumbuhannya lebih rendah dari jenis excotic psesies akan tetapi sifat tersebut tidak penting apabila tujuan untuk produksi kayu tidak merupakan tujuan utama.

Jenis Potensial Tersedia.
Segera setelah tujuan penanaman dirumuskan maka pemilihan jenis telah dipersempit, yaitu jenis-jenis yang memenuhi tujuan tersebut. Misalnya penanaman untuk tujuan industri pulp maka jenis tanaman yang dipilih adalah cabangnya yang lurus, serat panjang, kerapatan, kualitas untuk kertas, berwarna kandungan extraktif, seperti : Pinus patula, P. Caribea, Gmelina arborea, Paraserianthus falcataria, Eucalyptus sp. Pada pemilihan jenis ada dua kemungkinan yaitu menggunakan jenis asli dan jenis eksotik.

Jenis Asli
Jenis asli adalah tanaman yang tumbuh secara alami di daerah dimana penanaman akan dilakukan. Beberapa keuntungan secara biologi apabila menanam dengan jenis asli, yaitu :
1.      Pertumbuhan tegakan alam akan memberikan petunjuk kemungkinan kenampakan pada tegakan tanaman.
2.      Jenis telah beradaptasi dan telah mengisi relung ekologi. Keadaan ini akan membuat tanaman tidak peka terhadap penyakit dan hama karena musuh alami tersedia.
3.      Jenis asli dipertimbangkan mempunyai nilai lebih dari sudut ekologi untuk kepentingan konservasi flora dan fauna.
4.      Kayu telah diketahui penggunaannya eleh industri pengolah kayu setempat.
Alasan-alasan tersebut yang membuat jenis asli timbul baik pada kegiatan penghutanan kembali, sehingga tidak perlu meluaskan pilihan jenis tanaman. Misalnya penanaman dengan menggunakan Pinus merkusii di Indonesia, Eucalyptus deglupta di Philipina dan Papua New Guinea. Tectona grandis dan Dalbergia latifolia di India dan lain-lain.

Jenis Eksotik
Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan penanaman dengan penggunaan jenis eksotik, yaitu:
1.      Banyak pilihan, dengan banyaknya pilihan akan memberikan kesempatan yang untuk memilih jenis yang cocok terhadap kondisi tempat penanaman. Untuk memenuhi keperluan program penanaman kadang kala tidak ditemukan jenis lokal yang sesuai.
2.      Jenis eksotik sering bebas dari hama dan penyakit (paling tidak untuk rotasi pertama) sebab ada kemungkinan tidak adanya jenis “alien” penyakit dan hama juga diikuti tidak adanya musuh alaminya. Keadaan ini akan sanyat rawan apabila ada serangan terhadap tanaman yang tidak terkontrol. Kemungkinan yang lain adalah penggunaan jenis eksotik pada daerah baru akan mengalami stres. Penggunaan Swietenia macrophylla yang di tanam di Fiji terserang dengan berat oleh kunbang embrosia yang merusak tanaman hidup dan sehat.
3.      Untuk jenis eksotik yang dibunakan secara luas di dunia seperti Pinus caribea, E.grandis dan T.grandis telah banyak penelitian dan pengalaman sehingga memungkinkan digunakannya jenis-jenis tersebut pada tingkat tertentu.

Kesesuaian Dengan Tempat Tumbuh
Kondisi tempat tumbuh adalah merupakan satu dari tiga faktor yang mempengaruhi terhadap pemilihan jenis. Kesesuaian antara jenis dan tempat tumbuh adalah merupakan perhatian yang sangat besar di dalam silvikultur. Banyaknya jenis dan bervariasinya tempat tumbuh membuat permasalahan tersebut menjadi tidak mudah. Komonen lingkungan seperti curah hujan, temperatur, tipe tanah, tiggi tempat, dan kondisi habitat vegetasi merupakan informasi yang baik untuk mendiskripsikan tempat tumbuh. Permasalahan tersebut akan tidak berarti untuk jenis lokal atau yang berasal dekat dari daerah penanaman, akan tetapi akan menjadi permasalahan besar apabila menggunakan jenis eksotik.


Daftar Pustaka


Anonimous. 1993. Norma-norma Kelestarian Sosial, Ekonomi dan Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan. UGM Yogyakarta.

Evans, J. 1982. Plantation Forestry in The Tropics. Clarendon Press. Oxford.

Muraille, B. 1995. ecent Issues in Community/Social Forestry. In Social Forestry as an Approach to Sustainable Forest Management. Proceeding of an ASEAN Seminar. December 4 – 6. 1996.

Sumitro, A. 1990. Economics in Social Forestry Research. In Social Forestry in Indonesia. Workshop Report. Regional Wood Energy Development Program in Asian. FAO of the United Nations. Bangkok, December 1990.

Soetrisno, L. 1990. Social Forestry Development Two Worlds. In Social Forestry in Indonesia. Workshop Report. Regional Wood Energy Development Program in Asian. FAO of the United Nations. Bangkok, December 1990.

Seymour, F and Fisher, L. 1990. Emerging Lesson from Social Forestry Programs in South-East Asia (With Special Reference to Indonesia). In Social Forestry in Indonesia. Workshop Report. Regional Wood Energy Development Program in Asian. FAO of the United Nations. Bangkok, December 1990. 91-102

Sayogyo, H. 1994. Merencanakan Pembangunan Hutan untuk Strategi Kehutanan Sosial. Seri Kajian MR. Yayasan Pusat Studi Sumberdaya Hutan Yogyakarta.

Wartaputra, S. Dan Widardjo, D. 1990. Social Forestry in Indonesia. Policy Issues. In Social Forestry in Indonesia. Workshop Report. Regional Wood Energy Development Program in Asian. FAO of the United Nations. Bangkok, December 1990.

Metode Diagnosis and design (D & D)
            Pengembangan konseptual dan penelitian biofisik in agroforestry telah dilakukan secara intensif tehun 1980-an, terdapat kemajuan utama yang dicapai dan berkaitan denganmetodologi researtch untuk aspek biofisik dan sosial dari agroforesrty. Metode logi tersebut terdiri dari dua tipe metodelogi yaitu :
1.      prosedure untuk penilaian secaramenyaluruh (holistic) dari hambatan-hambatan dan masalah-masalah dari penggunaan lahan yang mengarah untuk identifikasi dari metode-metode untuk meningkatkan suatu sistem penggolahan lahan.
2.      adaptasi dari metode-metode dan prosedur-prosedur yang telah ada untuk researtchpada cabang yang spesifik dari ilmu pertanian,seperti ilmu tanah dan tanaman, untuk kondisi yang spesifik dan keperluan-keperluan agroforestry.
Sebelum mengupas penelitian secara spesifik, perlu untuk menggetahui secara menyeluruh apa permasalahannya (dengan kata lain mendiaknose permasalahan) dan jenis researtch apa yang dapat memecahkan permasalahan. Analisa secara logis adalah merupakan titik tolak dari metodologi “diaknosis and design” yang telah berkmbang dan mewakili peralatan untuk melakukan design sistem agroforestry pada tahun 1980-an.
Metodelogi “Diagnosis and design” adalah merupakan suatu adaptasi dari metodelogi yang telah ada untuk tujuan khusus dan kondisi agroforestry. Beberapa metodelogi telah berkembang adalah “farming system researtch/extention (FSR/E) and “land avaluation methodology” yang mana setiap metode dikembangkan untuk tujuan dan kondisi yang spesifik. Metode D & D dikembangkan untuk tujuan yang khusus trhadap hambatan dan kesempatan yang ada kaitannya dengan agroforestry didalam penggelolahan lahan yang telah ada dan menitik beratkan pada potensi agroforestry yang mungkinterlewatkan oleh metode yang lain. Sebagai con toh kebanyakan penggunaan FSR/E, pohon didalam sistem pertanian cenderung tidak ada manfaatnya.

Konsep dan prosedur metode D & D
            Metode D & D adalah metodelogi untuk mendiaknosis masalah penggelolahan lahan dan design dari agrofoprestry. Metide ini dikembangkan oleh ICRAF untuk membantu penelitian-penelitian agroforestry dan mengembangkan pekerjaajn lapangan untuk merencanakan dan menerapkan penelitian secara afektif dan pengembangkan proyek-proyek. Pada dunia kedokteran, aturan yang harus diikuti adalah melakukan diaknosis sebelum melakukan perlakuan. Suatu pekerjaan yang beroreantasi pada pemecahan masalah, maka prinsip melakukan diaknosis masalah yang ada sebelum melakukan perlakuan atau kegiatan memerlukan hal paling mendasar untuk di lakukan.
Kemampuan untuk mendiaknosis atau menemukan permasalahan yang ada menjadi penting agar supaya suatu pekerjaan dapat berhasil guna. Raintree (1990) menyatakan bahwa aktivitas yang paling mendasal dari metode D & D adalah penggelolahan informasi (“information processing”), yang melibatkan koleksi dan analisis dari semua informasi yang penting yang berkaitan dengan proses pembuatan design agroforestry yang tepat untuk suatu sistem penggolahan lahan. Sistem penggunaan lahan dibatasi oleh kombinasi dari tiga unsur yang saling berkaitan yaitu : (1) sumber alam yang diekploatasi (2) teknologi khusus untuk mencapai (3) tujuan produksi khusus bagi pengelola lahan.
Prosedur dasar D & D terdiri dari 5 tahap yaitu :
Tahapan D & D
Pertanyaan dasar yang harus dijawab
Faktor kunci yang harus dipertimbangkan
“mode of inguiry”
1. Prediagnosis
·     difinisi sistem penggunaan lahan dan tempat (Sistem yang mana harus diantarkan?)
·   bagai mana system penggunaan lahan bekerja?(apa keluaran subsistem,bagaimana fungsinya untuk mencapai tujuan?)
·   kombinasi yang nyata dari sumberdaya alam,teknologi dan tujuan pengelola lahan
·   tujuan dan strategi produksi, pengeturan dari penyusunannya
·   melihat dan membandingkan dengan sistem yang penggunaan lahan yang berbeda
·   analisis dan mendiskripsi sistem itu





2. Diaknosis
·   Seberapa baiknya sistem itu bekerja (Apa permasalahan ya,membatasi hambatan, sindrome yang menimbulkan masalah dan intervensi teknologi
·   Masalah yang menghubungkan dengan tujuan sistem (produksi jangka pendek,masalah kaberlanjutan)
·  Seberapa baiknya sistem itu bekarja (Apa permasalahannya,membatasi hambatan,sindrome yang menimbulkan masalah dan intervensi teknologi
·  Pemecahan masalah terhadap masalah subsistem
3. Design dan Evaluasi
·   Bagiamana untuk meningkatkan sistem itu(Apa yang diperlukan untuk meningkatkan penampilsan sistem?)
·   Spesifikasi untuk pemecahan masalah atau penampilan untuk meningkatkan intervensi
·  Interative design dan evaluasi dari alternatif
4. Planning
·     Apa yang harus dikerjakan untuk      mengembangkan dan desiminasi sistem yang telah ditingkatkan

·   Penelitian dan keperluan pengembangan, keperuan penyuluan
·  Design penelitian,perencanaan proyek
5.Implementation
·     Bagaimana menyesuaikan “the plan of action ”terhadap informasi baru dari aktivitas penelitian
·   Umpan balik dari stasiun penelitian, percobaan pada kebun dan penelitian khusus
·  Mendiaknosis kembali dan medesign kembali berdasarkan informasi baru


            Setiap tahapan D & D lebih jauh dapat diuraikan menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dimana data dan infornasi diperlukan untuk diagnosis dan design agroforestry, sebagai berikut :
“Design dicisions”
Pertanyaan dan sumber informasi
Pengetahuan luar
Diagnosis surve lapangan
Identifikasi provisional
Jenis sistemnya apa? (lingkungan, tipe sistem penggunana lahan,sumber-sumber dari peningkatan produksi,masalah khusus,keperluan potensial dan fungsional,pertimbangan kemampuan beradaptasi
Potensial prototipe yang sesuai
Identifikasi karakteristik dari sistem? (apa bagian-bagian komponen sistem,bagai mana sistm diatur,bagai mana sistem bekerja?)dari survey singkat
Stategi penggembangan
Jenis dan kecepatan perubahan dari tipe sistem yang dapat siserap? Cara optimal yang mana untuk intensifikasi
Strategi pengembangan apa yang paling baik secara umum untuk sistem?
(peningkatan bertahap melawan transpormasi secara total,fasi pendekatan untuk mengenalkan perubahan.
Masalah dan potensi apa yang seharusnya design diarahkan?
Masalah dan potensi atual apa dari sistem?(bagaimana masyarakat lokal biasanya memecahkan terhadap masalah yang ada?)
Masalah dan potensi apa yang sifatnya khusus dari sistem ini pada fase pengembangan
Fungsi apa yang seharusnya design bentuk ?
Keperluan fungsi yang nyata apa dari sistem ini ?
Keperluan dan hambatan fungsional apa yang spesifik dari banyak sistem ?
Fungsi yang mana yang harus dibentuk terpisah dan kombinasi ?
Bagaimana pengelola lahan memandang keuntungan relatif dari kemungkinan yang perbedaan ?
Keperluan dan kemungkinan apa dan untuk  kombinasi secara fungsional di banyak sistem ?
Pada lokasi apa di dalam pentupan lahan seharusnya fungsi ini di bentuk ?
Lingkup penutupan lahan apa yang sebenarnya  tersedia, yang menawarkan pilihan yang terbaik, dan apa kesukaan pengelola laha ?
Lingkup penutupan lahan apa biasanya  di jumpai di banyak sistem ?
Komponen apa atau kombinasi komponen apa yang paling baik digunakan untuk membentuk fungsi yang diinginkan ?



Apakah komponen aslinya dapat membentuk fungsi ini ? (pengetahuan tentang etho-botanical knowledge )
Komponen asing apa yang kemungkinan cocok untuk fungsi ini di dalam lingkungan tersebut ?
Berapa banyak setiap komponen diperlukan untuk mencapai tujuan fungsi dari suatu design ?
Adakah kemungkinan untuk menyesuaikan keperluan sejumlah komponen ke dalam ruang yang tersedia ? ( jika tidak bagaimana ruang yang ada (gap) di isi ? ulasan stategi secara lokal untuk ”supply shortages” dan masalah lain untuk menyarankan pendakatan tambahan )

Apa hasil yang di harapkan dari kompenen yang terpilih di dalam lingkungan yang ada? ( jika untuk fungsi pelayanan, berapa besar dampaknya yang muncul ?
Penyusunan yang tepat dari komponen tanaman dan ternak yang mana yang di ”envisaged” ?
Penyusunan yang bagaiman disukai oleh pengelola ?
Penyusunan yang bagaimana yang mungkin ? (simultaneous di dalam tempat dan atau sequensial di dalam waktu )
Manajemen apa yang akan di terapkan untuk mencapai tujuan yang di idamkan ?
Penyusunan yang mana yang di sukai oleh pengelola hutan ? ( dicocokan kesesuainnya dengan input yang lain )
Manajemen pilihan apa yang akan di pakai ?

Proses method D & D harus di pahami sebagai suatu proses yang iteratif, selalu diulang melalui fase implementasi dari proyek penelitian dan pengembangan agroforestry untuk memperdalam diagnosis awal dan memperbaiki design teknologi di dalam informasi baru dari percobaan penelitian di kebun dan pada stasiun penelitian, serta percobaan penyeluhan pada lokasi yang luas.

Gambar. Aktivitas interaktif dan umpan balik didalam D&D Method ( Raintree 1990)

Gambar diatas menunjukkan interatif proses metode D&D yang menyediakan dasar untuk mendapatkan umpan balik dan komplementari diantara kompenen proyek yang berbeda. Dengan menyesuaikan perencanaan dari kegiatan terhadap informasi baru maka proses D&D menjadi”self-corrective”

Sifat D&D
Telah diketahui bahwa D&D adalah merupakan metode yang telah dikembangkan secara spesifik untuk penerapan agroforestry yang menekankan pada diagnosis dari permasalahan secara komprehensif, diikuti oleh penerapan dari pada intervenís yang sesuai untuk memecahkan diagnosis permasalahan. Gambaran atau sifat dari D&D hádala sebagai berikut:
  • Flexible. D&D adalah suatu prosedur yang ditemukan untuk dapat diadaptasi guna di sesuaikan dengan keperluan dan sumber-sumber dari berbagai variasi dari pengelola lahan.
  • Kecepatan. D&D didesign untuk dimungkinkan guna suatu “rapad apprasial”dari penerapan pada awal perencanaan dari suatu proyek dengan analisis yang dalam pada fase perencanaan selama penerapan proyek.
  • Pengulangan. D&D adalah proses relajar yang tidak pernah berakhir atau berakhir dengan keterbukaan. Sejak pada awal design selalu dapat ditingkatkan, D&D proses tidak perla berakhir hingga peningkatan lebih jauh tidak diperlukan lagi.
Metode D&d didasarkan pada premis dimana masyarakat petani di libatkan pada aktivitas penelitian dan penyuluhan, yang kemudian rekomendasi dan intervenís akan menjadi lebih Siap untuk diadopsi. Pada fase prediagnosis dan diagnosis peneliti dari berbagai disiplin ilmu berhubungan dengan petani dan pengelola lahan lainnya baik perorangan maupun kelompok. Kelompok itu akan digunakan untuk mencirikan pelaksanaan agroforestry yang ada, mengidentifikasi ekonomi, agronomi, social dan bentuk hambatan lainnyauntuk berproduksi, dan mendiskusikan produksi alternatif dan strategi pengelolaan. Usa yang melibatkan wanita di dalam tanya jawab pada fase diagnosis Sangay bermanfaat guna menjaring informasi yang tidak mendapat perhatian kaum pria, misalnya kebutuhan kayu bakar. Keterlibatan petani Sangat penting artinya dalam memulai hubungan dan mengembangkan kepercayaan antara petani dengan peneliti. Kerangka itu dapat dilakukan baik pada penelitian maupun aktivitas penyuluhan.

Skala dari prosedur D&D
Pendekatan D&D dapat dilakukan pada berbagai skala pola penggunaan lahan mulai dari skalan kecil, menengah dan besar. Prosedur D&D mempunyai penekanan yang berbeda pada setiap skala.
Gambaran yang paling jelas pada metode yang digunakan pada skala kecil ada pendekatan keperluan dasar ( basic needs approach) yang mengidentifikasi hambatan dan prosedur pemecahan masalah yang digunakan untuk mendesign pemecahan agroforestry untuk diagnosis permasalahan. Makanan, kayu bakar, makanan ternak, rumah, bahan mentah untuk kerajinan dan “cash”dipertimbangkan sebagai kebutuhan dasar.
Pada skala menengah pendekatan D&D digunakan untuk bekerja pada unit yang lebih besar dari petani, misalnya pada daerah aliran sungai, atau zone penutupan yang lain. D&D analisis ditujukan untuk menganalisa perbedaan sistem penggunaan lahan pada zone”landscap” yang berbeda di dalam siatu area untuk mendapatkan apakah kesempatan yang ada digunakan berproduksi secara komplement, misalnya produksi kayu bakar oleh petani miskin yang akan dikonsumsi oleh petani di bagian lembah. Penanganan masalah erosi di daerah aliran sungai perla di tangani pada tingkat level tersebut, sehingga perencanaan agroforestry secara komprehensif dan integratif perla dilakukan estela fase D&D pada skala kecil yang di lakukan.
Pada skla luas D&D melibatkan penggunaan D&D prosedur yang diaplikasikan lebih besar dari skala kecil dan menengah. Misalnya beberapa masalah pada tingkat provensi perla di dekati dengan tingkat yamg lebih besar dari skala petani maupun daerah aliran sungai. Pada skala luas pendekatan D&D akan menjadi lebih kompleks (baca Raintree dalam buku agroforestry: classification and management).

Metode D&d dan lainnya
Metodelogi D&D telah dikembangkan  untuk digunakan di dalam sistem agroforestry, meskipun tela hada beberapa metodelogi pada bidang pertanian. Raintree (1987) di dalam Fair (1993) D&d berbeda dengan FSR /E dalam beberapa hal, seperti:
  • D&d memilki cakupan diagnosis yang lebih lebar, memberikan perhatian secara spesifik terhadap peran pohon di dalam usaha tani.
  • D&D mempunyai tahapan design teknologi yang lebih luas, yang diperlukan untuk visualisasi intervensi penggunaan lahan yang lebih kompleks dari agroforestry.
  • D&D memungkinkan diaplikasikan pada beberapa tingkatan masalah.
  • D&D menempatkan penekanan yang lebih besar terhadap “interative nature” dari proses diagnostic dan design.
Pada land Evoluation terdapat penekanan  yang lebih terhadap aspek lingkungan di banding D&D yang mempunyai penekanan terhadap sosial aspek.

Evaluasi Sistem Agroforestry
Sistem agroforestry yang memilki lebih dari satu unsur penyusun akan memberikan kekomplekan dalam melakukan evaluasi. Keaadaan itu akan menjadi lebih komplek karena sistem agroforestry tidak sajamenghasilkan produk akhir yang dapat dikuantifikasi akan tetapi juga menghasilkan produk yang berupa jasa yang sulit untuk dilakukan kuantifikasi. Beberapa ahli telah mencoba untuk mengembangkan evaluasi yang komprehensif terhadap sistem agroforestry. Nair (1993) memberikan garis besar prosedur untuk untuk melakukan evaluasi terhadap sistem agroforestry :
  1. Memilih sistem agroforestry yang menjadi objek
  2. Identifikasi dan menggambarkan strukturnya :
·         Tipe dan komponen alamnya
·         Pengaturan komponen
·         Pengaruh yang nampak dari interaksi penyusunnya
  1. Identifikasi dari komponen
·         Produktifitasnya (hasil tanaman pertanian dan pohon)
·         Peranan perlindungan (konservasi tanah, pengurangan erosi dll)
  1. Penghitunga produktifitas biologi ( dalam Kg/ ha/ th) untuk setiap komponen
  2. Perkiraan perubahan produktifitas untuk setiap komponen selama beberapa tahun yang lalu (5 tahun yang lalu)
  3. Catat pengukuran nilai produktifitas laha (misalnya, nilai LER)
  4. Mendapatkan nilai kuantitatif terhadap parameter yang berhubungan dengan tanah didalam sistem agroforestry, misalnya : data bahan organik tanah, nutrisi utama, sifat fisik tanah, erosi tanah, pemimgkatan kualitas tanah meliputi perubahan pH tanah selama periode yang lama.
  5. Menghitung nilai ekonomi untuk produktifitas berdasrkan nilai pasar lokal atau NPV
  6. Menghitung nilai sosial untuk beberapa faktor, seperti kebutuhan tenaga kerja, tree/land, mudah tidaknya suatu produk untuk dijual, kesukaan lokal, keperluan masyarakat. Jika tidak mungkin untuk melakukan kuantivikasi data maka sebaiknya digunakan skor 1-5 atau 1-10
  7. Menghitung nilai terhadap parameter yang relevan, seperti keuntungan    lingkungan.
  8. Berdasrkan persepsi peneliti terhadap kondisi lokal, yang harus meliputi ranking untuk persepsi petani, menilai dengan skor ( dalam Persen ) untuk setiap  faktor utama : produktifitas biologi, faktot yang berhubungan dengan tanah, faktot ekonomi dan faktor sosial,total skor harus 100 %. Nilai kepentingan dari setiap factor akan di tentukan oleh peneliti berdasarkan tujuan dan hasil dari system.
  9. Mengidentifikasi sub-faktor yang menyusun dari pada keempat  factor utama, dan menentukan tingkat kepentingan dari setiap sub-faktor. Misalnya : tanaman “grain” ( 50%), pohon untuk ternak ( 30%) dan produksi kayu ( 20% ). Berta total dari produksi biologi sebesar 30% dari total nilai dari sistem. Sehingga tanaman “grain” menyumbangkan 50% dari 30% = 15%, pon untuk ternak 9% dan produk kayu 6% dari nilai total sistam.
  10. Mengulangi perhitungan untuk sistem lain ( sistem pertanian, kehutanan atau sistem agroforestry yang lain ) terhadap system yang di bandingkan. Total nilai untuk sub-faktor adalah 100%.
  11. Jumlah skor untuk setiap factor utama dan akan diperoleh indek prestasi, yang melukiskan nilai relatif dari sistem yang di evaluasi terhadap sistem yang untuk pembanding.
  12. Merubah penyebaran prioritas atau tingkat kepentingan untuk factor utama dan mengulang proses. Misal sistem yang memfokuskan terhadap peningkatan tanah akan mempunyai nilai indeks presen yang berbeda dengan sistem yang berorientasi terhadap produksi.
Analisis yamg bersifat komprehensif adalh merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena memerlukan kecakapan dan keahlian dalam ilmu pengetahuan yang mendalam terutama terhadap sistem yang di evaluasi.
Sebelum melakukan evaluasi terhadap sistem agroforestry, diperlukan adanya sifat-sifat dasar yang memiliki agar supaya kegiatan evaluasi akan mencapai tujuannya. Design agroforesty yang baik minimal harus memenuhi tiga dasar kriteria yaitu : productivitas, sustainabilitas, dan adoptabilitas. Pada desempatan ini akan diberikan pengertian secar ringkas tentang ketiga sifat atau kriteria tersebut.
Productivitas yang diberikan oleh sistem agroforesty dapat berupa produk sacra langsung dapat dinikmati oleh petani atau pengelola lahan dan produk yang bersifat tidak langsung. Produk secara langsung meliput makanan, makanan ternak, kayu bakar, serat bahan untuk industri. Sedangkan produk tidak langsung dapat berupa konservasi tanah dan air, peningkatan kualitas lahan, m,emperbaiki iklim mikro dll. Kedua jenis keluaran yang di hasilkan sistem agroforestry akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Besarnya sumbang terhadap productivitas akan Sangat tergantung pada tingkat pengelolan dan penerapan teknologi pada sistem agroforestry.
Peningkatan productivitas dapat dicapai tidak saja karena kenaikan atau keanekaragaman hasil dari produk yang bermanfaat akan tetapi juga karena menurunnya  biaya masukan untuk berproduksi.penggunaan pohon yang mempunyai kemampuan melakukan fiksasi nitrogen akan Sangay membantu dalam mengurangi biaya pemupkan.
Sustainibilitas merupakan salah satu  tujuan yang pencapainnya membutuhkan design tersendiri. Sistem agroforestyr yang berorientasi pada sustanabilitas hádala merupakan sistem pola penggunaan tanah dan teknologi agroforestry guna meningkatkan atau mempertahankan productivitas dari sistem tersebut pada jangka waktu yang. Pada lahan milik kondisi dari sustanabilitas dari sitem penggunaan lahan tergantung pada kepentingan petani. Kebanyakan petani mempunyai orientasi produk jangka pendek sehingga masalah sustanabilitas dari usa taninya Belem berfikir secara mendalam. Di indonesia masalah sustanabilitas juga merupakan aspek yang perla di tingkatkan agar supaya  penggunaan sumber daya alam dapat termanfaatkan dengan baik.
Adoptabilitas adalah merupakan salah satu sifat yang harus dimilki sitem agroforestry.sistem agroforestrybersifat adoptabilitas kalau teknologi yang ditawarkan oleh sistem tersebut dapat di lakukan atau ditiru oleh petani atau pengelola lahan. Oleh karana itu dalam evaluasi aspek ini harus mendapat perhatian.
Evaluasi produktivitas
    Pendekatan untuk mengevaluasi dari segi produktivitasnya harus melukiskan productivitas dari output yang berbeda dan terukur secara cuantiítas dan “meaningful terms”. Hasil keluaran agroforestry untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat berupa produk langsung (makanan, makanan ternak, bahan bakar, serat dan produk untuk industri) dan untuk tidak langsung ( konservasi tanah dan air, memelihara kesuburan tanah, memperbaiki iklim mikro, pagar hidup dll). Sering juga ada produk yang berbeda tidak dapat dibandingkan secar kuantitas, volume atau parameter pengukur lainnya. Keadaan ini akan merupakan pembatas yang penting pada penerapan dari pendekatan tersebut untuk membandingkan sistem-sistem yang memilki struktur  yang berbeda.
Perhitungan nilai ekonomi dari produk yang berbeda hádala dasar yang mudah dimengerti dalam statu evaluasi. Akan tetapi produser analisa ekonomi akan menjadi sulit dan komplek serta beberapa factor  yang perla dipertimbangkan di dalam perhitungan dan interprestasinya. Misalnya beberapa produk agroforestry dikonsumsi sendiri atau tidak dibawa ke pasar karena jumlahnya yang sedikit, keadaan ini akan memberikan kesulitan tersendiri dalam analisa. Produk dalam bentuk service ( tidak langsung) juga sulit di lakukan dalam perhitungan. Beberapa metode yang metode evaluasi yang di gunakan dalam bidang agronomi akan tetapi dapat digunakan dalam agroforestry adalah :land equivalent Ratio (LER) dan Harvest Index (HI).   

 Land Equivalent Ratio(LER)

LER ditunjukan untuk membantu menganalisa kondisi dari komponen penyusun tanaman yang ditanam dengan campuran terhadap monoculture. LER adalah merupakan penjumlahan hasil relative dari species penyusun  system penggunaan lahan . Secara singkat dapat ditulis sebagai berikut:
           m
LER=E  yi/yii
          i=t

dimana : yi adalah hasil dari jenis tanaman I dari satu unit area campuran
               yii adalah hasil dari komponen yang sama pada lahan monoculture
               yi/yii adalah hasil relatif dari komponen I

Pada kondisi agroforestry yang sederhana LER dapat dilukiskan sebagai berikut (Rao dan Coe,1992)

LER=Ci/Cs+TI/Ts
Dimana :
               Ci= hasil tanaman ditanam dengan campuran
                Cs=hasil tanaman ditanam dengan monoculture
               Ti= hasil pohon dibawah campuran
               Ts= hasil pohon ditanam pada monoculture

Sehingga untuk menghitung hasil relative dari semua komponen yang ditanam dengan campuran yaitu dengan menjumlahkannya. Jika  nilai LER=1 berarti tidak ada nilai tambah yang diperoleh apabila 2 atau lebih tanaman ditanam dengan campuran.Apabila nilai LER lebih kecil dari 1  maka terjadi kerugian apabila 2 atau lebih tanaman ditanam dengan dicampur  dan sebaliknya apabila nilai LER lebih besar dari 1 maka terjadi keuntungan bila 2 atau lebih tanaman ditanam dengan campuran . Sebagai contoh ,jagung dapat dihasilkan 4ton/ha dan hijauan makanan tenak dari lamtoro 10 ton /ha jika 2jenis tanaman ditanam dengan monokulturedan jika ditananam dengan campuran system pagar (hedgerow intercoping) maka hasil jagung sebesar 3,2 ton / ha dan hijauan makanan ternak lamtoro sebesar 4 ton/ ha . maka nilai LER sebagai berikut :
LER=3,2/4+4,0/10
       =1,2
 Nilai LER=1,2 berarti terjadi keuntungan bila jagung dan lamtoro ditanam dengan campuran.

LER dalam konsepnya tidak mempertimbankan tentang suistainabilitas, dimana factor sustainbilitas merupakan factor yang penting didalam system system agroforestry. LER pada umumnya merupakan penjumlahan hasil relative dari setiap komponen  penyusun system penggunaan lahan selama 1 musim, tidak mencerminkan produktifitas jangka panjang dari system penggunaan lahan. Salah satu cara untuk mengatasi adalah mengamati perubahan nilai LER dari tahun ke tahun selama jangka waktu yang panjang dan menggunakan data sebagai dasar untuk indeks sustainbilitas.

Harvest Index (HI)

HI digunakan untuk mengetaui bagian dari hasil-hasil yang secara  ekonomi menguntungkan daripada tanaman yang dihubungkan dengan total produktivitas.

                                   Produktivitas secara ekonomi
  Harvest Index (HI)= __________________________
                                   Produktivitas secara biologi

Formula ini jarang atau tidak cocok untuk system agroforestry karena beberapa alasan. Pertama, perhitungan HI hanya dititik beratkan pada beberapa biomassa bagian atas tanah , meskipun bagian dibawah tanah merupakan bagian yang tidak dapat diabaikan oleh karena fungsinya sebagai bahan organick. Kedua , masa dari dari bert kring tidak dapt melukiskan  nilai ekonomi dari hasil . Ketiga , perhitungan HI didasarkan pada satu musim tanaman .SEdangkan didalam system system agroforestry, ada penyusunnya tidak dipanen . Keempat, perhitungan HI tidak mencerminkan sustainabilitas yang merupakan factor penting dalam system agrofoertry .

Evaluasi Sustainabilitas
             Sustainabilitas merupakan topic yang banyak dibicarakan pada semua pola penggunaan lahan baik dari aspek lingkungan dan produktivitasnya . Sustainbilitas merupakan konsep intergrasi antara keperluan jangka panjang dari masyarakat dengan kerpeluan jangka pendek. Oleh karena sustainbilitas pertanian mencakup banyak aspek  termasuk , interaksi antara pertanian , ekonomi rumah tannga ,lingkungan masyarakat dan kebijaksanaan pertanian . Kompleknya cakupan sustainbilitas maka akan menimbulkan kesulitan dalam mendefenisikannya.
             “ The Technical Advisory Committee (TAC) of the Consultative Group on International Agriculture Research(CGIAR) menyatakan bahwa pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture) harus mencakup pengelolan yang berhasil dari sumber daya alam untuk pertanian guna  memuaskan perubahan kerperluan manusia dengan memelihara atau meningkatkan kualitas lingkungan dan menkonversi sumbrt daya alam(CIMMYT,1989)
            Pada system yang berorientasi produksi ,sustainbilitas dapat dipertimbangkan untuk memelihara produktivitas sepanjang waktu tanpa mengalami kerusakan sumber daya alam yang menopang produksi.Sustainbilitas yang berhubungan dengan produksi maka 3 aspek yang harus mendapat perhatian , yaitu : perubahan produktivitas  pada jangka waktu dan biaya (ekologi, social,ekonomi dan agronomi) yang dihubunkan dengan pengelolaan dan pemeliharaan produksi.
            Pada akhir-akhir ini masalah yang muncul yang berhubungan dengan pengguanaan lahan di bidang pertanian adalah terjadinya pengaruh negative dari pemupukan ,petisida, tekhnik agronomi dan terjadinya kemerosotan produktivitas lahan . Agroforestry dikembankan untuk ikut menjawab permasalahan yang muncul pada sector pertanian .
            Sustanbilitas pada system agroforestry pada dasarnya  ditekankan pada  produktivitas tanah dan keuntungan biofisik , seperti pengendalian erosi,penambahan bahan organic,perbaikan kondisi fisik tanah, fiksasi nitrogen, peningkatan siklus nutrisi, perbaikan kahan krisis dll, Indikator  yang menunjukan sustainbilitas pada system agrofoerstry masih jarang dilakukan pengukuran mengingat belum memadainya metode yang ada untuk mengkuantitaskan aspek-aspek sustainbilitas. Akan tetapi nilai agroforestry didalam aspek sustainbilitas pada pengelolaan lahan telah diterima secara umum. 

Evaluasi Adoptabilitas

            Adoptabilitas merupakan salah satu sifat yang melekat pada system agroforestry . Kriteria yang digunakan untuk melakukan  evaluasi terhadap sifat ini belum berkembang  dengan baik srhinnga masih mengalami beberapa kesulitan dalam melakukan evaluasinya . Agroforestry dapat dipandang sebagai salah satu bentuk teknologi penggunaan lahan , mak salah satu cara untuk mengevaluasi terhadap adoptabilitas adalah dengan membandingkan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah penerapan dalam rangka penguasaan dan aplikasi dari suatu inovasi teknologi. Penilaian terhadap tingkat adoptabilitas system agroforestry oleh masyarakat akan memberikan informasi yang sangat berharga untuk mengetahui alasan-alasan  yang melatarbelakangi tinkay penenerimaan  dan penguasan teknologi inovasi agroforestry .Bedasarkan informasi tersebut akan dapat digunakan untuk memperbaiki design inovasi teknologi agroforestri agar supaya mencapai tujuanny untuk mensejahterahkan masyarakat.
            Agar supaya design agroforestry yang ditawarkan memilki sifat adoptabilitas maka harus melibatkan masyarakat pengguna atau pengelolaan lahan dalam proses pembuatan design secara langsung dalam pemlihan teknologi inovasi mulai dari awal yaitu sebagai pesrta yang aktif didalam merencanakan bentuk (design),percobaan ,evaluasi dan mendesugn kembali inovasi teknologi agroforestry agar sesuai dengan kondisi dan keiinginan pengguna.
             Agroforestry bukan merpakan satu-satunya system penggunaan lahan yang mampu memecahkan masalah pengeloaan lahan akan tetapi agrofoestry memberikan banyak pilihan tentang inovasi teknologi yang mana dapat menampung keinginan pemilik lahan dalam memilih dan menerpkan teknlogi guna mencapai tujuan penggunaan lahan mereka.







Penelitian Agroforestry

Eksperimen Di Lapangan
Urutan tingkat penlitian tidak tampak jelas akan tetapi ada berbagai dimensi dan perpektif dari penelitian agroforestry yang mencakup isu yang luas (liat tabel berikut).
Tabel Perpektif yang berbeda dari penelitian agroforestry
Dasar
Kategori/unit operasi
Contoh/tipe penelitian
Tingkat organisasi
Ekosistem
Komponen
Kebun/plot
Sellular/molekular
Agroforestry-sistems
design
Penelitian lapangan
Evaluasi MPTs
Bioteknologi
Stage of technologi generation
Explantory
Komponen/sistem
Manajemen
Protot pe
Survey
Interaksi tanaman
Alley cropping
Subjek
Biofisik
Sosial, ekonomi, politik
Soil produktivitas
Evaluasi ekonomi
Alam
Methodologi
experimen
D & D, metode statistik
Manajemen tanaman dan
Tanah
Aplikasi dan hasil
Dasar
Terapan
       Strategi
       Adaptive
Dna, proses fiksasi nitrogen,
Peningkatan MPTs
      Genotip
      Pengendalian erosi
      tanah
Isu-isu yang harus dijawab?
Apa?
Bagaimana?
Mengapa?

Hasil dari pertumbuhan tanaman pertanian dekat dengan pohon?
Mengapa itu terjadi?
Bagaimana itu terjadi?
Tempat penelitian
Pada lahan percobaan
Pada kebun
Pada research station
Pada kebun petani

Beberapa kategori penelitian pada sistem agroforestry barangkali berbeda dengan pertanian. Hal ini disebabkan karena sistem penggunaan lahan dengan system agroforestry adalah lebih komplek dari pertanian dan kehutanan. System agroforestry menggunakan beberapa spesies dan mengkombinasikan dari komponen yang jauh berbeda. Keluaran dari system beragam dam memberikan tingkat kestabilan lahan yang tinggi dari pada pertanian. Agroforestry yang memberikan harapan yang besar terhadap petani dan pemerintah sebagai salah satu alternative untuk penggunaan lahan yang linkungannya labil kondisi sumberdaya sangat miskin, dimana system pertanian dan kehutanan konvensional tidak sesuai oleh karena masalah social dan teknik. Oleh karena itu penelitian yang menghasilkan hasil yang dapat dengan segera mungkin diaplikasikan dan memerlukan biaya yang murah dapat diterima dan didukung oleh pembuat kebijakan dan lembaga penyandang dana. Penelitian terapan ynag melibatkan percobaan lapangan dan eksperiman adalah bentuk penelitian yang paling disenangi di agroforestry. Meskipun eksperimen lapangan mencakup investigasi pada tingakat ekosistem, research station dan kebun.

Dasar Eksperimen Lapangan
Ada tiga prosedur penelitian yang perlu dipertimbangkan pada semua penelitian lapangan yaitu,: pengacakan, pengulangan dan pemblokan atau control secara local. Pengacakan artinya semua perlakuan harus dialokasikan pada unit eksperimen atau plot secara acak untuk menghilangkan bias. Pengulangan artinya setiap perlakuan perlu dilakukan beberapa ulangan pada beberapa plot. Dengan melakukan ulangan akan diperoleh rata-rata dari gambaran kondisi yang beragam dilapangan atau peneliti juga mengetahui variablitas dengan menggunakan statistic. Control local adalah prosedur yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi perbedaan dalam unit eksperimen dan menggabungkan plot dalam blok yang diharapkan mempunyai kondisi seragam. Untuk lebih mendalami disarankan membaca buku statistic.

Pertimbangan dalam Penelitian Agroforestry
Beberapa factor yang membuat agroforestry menjadi komplek yaitu komponen yang lebih dari satu jenis tanaman dan perlakuan yang diterapkan terhadap system, seperti keperluan ruang untuk mengakomodasi tanaman pohon. Keadaan tersebut akan mempengaruhi didalam pembuatan plot. Disamping itu umur pohon yang panjang dan areal yang melibatkan perkembangan pohon merupakan factor lain yang membuat koplek pada pembuatan design penelitian dan pegambilan contoh. Penelitian agroforestry sering dilakukan pada lahan marginalyang mempunyai kelerengan, lahan tidak subur dan tanahnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri dalam penelitian atau eksperimen. Germplasm dari suatu jenis pohon pada agroforestry memiliki variabilitas yang tinggi dan informasi berdasarkan asalnya sangat kurang sehingga akan mengalami kesukaran dalam mendapatkan bahan penelitian yang seragam dalam kualitas. Memperhatikan factor-faktor diatas perlu kiranya peneliti mendapat informasi kondisi tempat yang akan menjadi calon lokasi penelitian secara mendetail agar supaya dalam merancang dan melaksanakan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan dan mendapat apa yang akan dicapai dengan baik dan benar.

Ukuran dan Penyusunan Plot
Ukuran plot sangat tergantung dengan perlakukan yang akan digunakan dalam penelitian. Pertama subjek dari penelitian adalah factor. Sebagai contoh, pada awal uii coba seleksi MPTs yang melibatkan banyak spesies dan asal tempat tumbuh, dimana focus dari penelitian adalah keberhasilan dan pertumbuhan pohon. Pada kasus ini ukuran plot dapat dibuat sebesar 20 – 30 m2, akan tetapi pada penelitian yang ditujukan untuk melakukan uji coba teknologi khusus agroforestry diperlukan plot yang agak besar yaitu 50 – 200 m2, misalnya penelitian tentang erosi tanah dan uji coba “ stocking rate of animal “. Penelitian pada alley cropping, ukuran plot sangat tergantung pada apakah penelitian tersebut untuk menguji tanaman pinggir atau pagar (hedgerow) (seperti evaluasi jenis dan waktu pruning) atau tanaman pagar dan unit tanaman pertanian. Pada kasus satu tanaman pagar sudah cukup sebagai plot bersih dan pada kasus kedua paling tidak ukuran plot harus mencakup satu alley dengan batas tanaman pagar pada setiap sisi (liat gambar berikut).


Plot dengan satu tanaman pagar
 

                                                            





             Perlakuan 1              Perlakuan 2

B) Plot dengan dua tanaman pagar
 



                             

                                                                                        

                       Treatmen 1                                              Treatmen 2
                                                           Border

Gambar: Penyusunan plot untuk penelitian pada alley cropping, A). plot dengan satu tanaman pagar cukup untuk meliat pengaruh perlakuan terhadap tanaman pagar, kerapatan dan waktu pruning dan B)> plot dengan dua tanaman pagar dan tanaman pertanian didalamnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhdap tanaman pagar atau tanaman pertanian

Faktor kedua yang mempengarui terhadapap ukuran plot meliputi tipe dan kondisi pengukuran, lamanya pohon dan ukurannya, dan perlu daerah penyangga agar tidak terjadi kontaminasi dari satu plot keplot yang lain. Misalnya penelitian alley cropping untuk mengetahui berbagai lebar alley. Pada jarak alley sempit maka akan terdiri dari banyak hedgerow dibanding dengan jaraknya yang lebar. Bila kita membandingkan jarak alley 6, 4. dan 2 meter maka ukuran plot yang disarankan adalah selebar 12 m. sehingga setiap plot akan mempunyai 3, 4 dan 7 hedgrow, akan tetapi plot bersih hanya akan terdiri dari 1, 2, dan 5 hedgrow serta mempunyai 2, 3, dan 6 alley (liat gambar berikut).
Viabilitas tempat tumbuh adalah factor utama yang di pertimbangkan dalam menetapkan ukuran dan penyusunan plot, kondisi tempat tumbuh menunjukan variasi yang besar meskipun pada luasan yang kecil. Variasi tersebut meliputi variasi tanah, topongrafi, mikroklimat penggunaan lahan sebelumnya, pemblokan merupakan salah satu cara untuk meminimumkan variasi, pembuatan plot yang relative kecil merupakan cara lain untuk mengontrol variasi tempat tumbuh. Topongrafi juga mempengaruhi penyusunan plot, misalnya plot pada lahan yang miring harus panjang dan linier atau lurus, dan jalur tanam harus di susun berdasarkan kontur, penyangga bagian atas bukit harus lebih besar untuk mengontrol pengaruhnya yang tidak di iginkan dari daerah di atas blok.
Penyusunan komponen agroforestry didalam plot merupakan factor yang sangat penting untuk diperhatikan di dalam penelitian, khususnya penelitian tentang interaksi, beberapa contoh gambaran penyusunan tanaman pohon dan pertanian dalam satu unit lahan dapat dilihat pada gambar berikut. Pilihan penyusunan untuk di terapkan akan sangat tergantung pada tujuan penelitian dan keberadaan lahan.
 




 Rational Fallow                   Baundry Planting               Shelterbelts



          

          Trees in field                        Trees in Field                     Alley cropping
Gambar :  beberapa tehnik penyusunan pohon di lapangan


Rancangan percobaan
            Rancangan percobaan yang sering digunakan dalam percobaan lapangan adalah  rancangan kelompok acak lengkap (RCBD) dan split plot, rancangan dengan block  yang tidak lengkap sering dilakukan apabila terdapat keterbatasan lahan, artinya tidak semua block memiliki perlakuan yang sama, untuk lebih jelas mengenai rancangan percobaan diharapkan mahasiswa membaca buku statistic Cochran dan cox 1957, Gomes dan Gomes, 1984.

Penelitian Agroforestry
            Selama priode 1980-an-1990-an banyak lembaga penelitian agroforestry telah banyak melakukan penelitian diantarannya ICRAF, Fuelwood Reseach And development (FRED), CATIE dan lain-lain nya. Pada umumnya penelitian yang telah dilakukan dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok (Nair 1993);
1. MPT screening dan percobaan seleksi
2.  Percobaan sistem menejemen dan menejemen komponen
3. Penelitian interaksi komponen
4. Percobaan evaluasi protipe

MPT Scenning dan seleksi
            Tujuan yang igin dicapai dalam kelompok ini adalah untuk mengidentifikasi   MPT yang memberikan harapan berdasarkan pada kenampakan awal. Kesukaran yang dihadapi dalam melakukan penelitian adalah pohon mempunyai banyak manfaat dan pengelolaan pada satu produk akan mempengaruhi produk lain sehingga jenis MPT harus di evaluasi untuk setiap jenis yang dihasilkan dan keuntungan nya. Standard prosedurnya untuk mengevaluasi pohon juga masi kosong. MacDiken et al (1991) telah memberikan saran beberapa standard dalam penelitian MPTS.

Percobaan system manajemen dan manajemen komponen
            Tujuan dari kelompok penelitian ini adalah untuk meningkatkan teknologi Agroforestry secara Spesifik, penelitian ini terdiri baik penelitian dasar dan terapan, Teknologi AgroForestry yang paling banyak perhatian untuk di teliti adalah Alley cropping (pemilihan jenis hedgerow, tehnik penanaman, jarak hedgerow, waktu pruning, jarak hedgerow terhadap tanaman pertanian, penggunaan mulcing dan penggunaan pupuk dalam kaitannya mulcing. Percobaan penggelolaan adalah penggunaan agroforestry untuk konservasi tanah, seperti kombinasi komponen penyusun dan system silvopasture.

Interaksi diantara komponen
            Tujuan dari penelitian tersebut meliputi pemahaman dan perhitungan hubungan antara komponen-komponen system agroforestry. Penelitian ini pada umumnya meneliti penggunaan bersama dari sumber di atas dan dibawah tanah. Perubahan kandungan tanah pada watu yang berkelanjutan pada lokasi yang sama. Perbandingan kondisi tanah pada berbagai bentuk agroforestry, agar supaya data akan lebih bermanfaat maka sebaiknya dilakukan pada jenis tanah yang mempunyai sifat yang sama.

Percobaan fenotipe
            Percobaan ini dilakukan dengan tujuan agar mengevaluasi paket khusus dari teknologi Agroforestry pada kondisi lapangan yang sebenarnya. Percobaan ini merupakan peralihan antara penelitian dan penyuluhan dan seluruhnya atau sebagian dilahan petani atau dilapangan.

Penelitian pada Kebun (OFR)
            Penelitian dilakukan  kebun merupakan salah satu aspek yang perlu dilakukan dan sangat akan membantu dalam transfer teknologi system agroforestry. Penelitian dikebun (OFR) adalah pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada kebun petani atau kebun dimana petani dapat ikut terlibat didalam evaluasi
            OFR sinonim dengan participatory research yang mana melibatkan petani dalam pelaksanaan penelitian. Pada OFR untuk agroforestry mengajak petani untuk berpartisipasi dalam percobaan penggunaan lahan dalam melakukan evaluasi. OFR adalah merupakan salah satu komponen utama dalam FSR untuk melakukan evaluasi teknologi alternative dikebun pada kondisi kebun (Byerlee et al, 1982) Atta-Krah and Francis (1987) mengambarkan urutan dari tipe yang berbeda OFR, sebagai berikut:



 
On Station Reseach
On farm Reseach
Extension
 


                                                       Research       
                     
                    Dasar/       Pilot proyek   
                   terapan                                          Dikelola      Dikelola
                                        komponen                 peneliti        Petani

Gambar. Hubungan Reseach-Extension dari ON Farm Resach                 

Untuk melakukan OFR tidak ada model secara umum tetapi model akan sangat tergantung pada tujuan research, permasalahan yang perlu dipecahkan dan kondisi tempat tmbuh, tipe survey dan eksplorasi merupakan tahap pertama di dalam OFR. Informasi yang dikumpulkan akan memungkinkan peneliti untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat terhadap keberadaan sekarang tentang tehnik penggunaan lahan dan mengidentifikasi elemen kunci yang mencirikan penerimaan secara social terhadap paket teknologi baru. Informasi kemudian di intengrasikan kedalam proses rancangan teknologi. Rancangan teknologi kemudian di tes dibawah kondisi kebun untuk mencapai informasi tentang performancenya dan penerimaan oleh masyarakat, dua jenis informasi dapat dibedakan pada tahap ini yaitu, kuantitas data keuntungan biologi dan ekonomi dari teknologi tersebut, apakah penelitian tingkat tinggi diperlukan, kedua informasi yang berkaitan dengan evaluasi petani dari teknologi ternasuk reabilitas dan penerimaan, hasilnya sering dinyatakan dalam bentuk kualitas, pada kasus ini penting untuk mengenali petani-petani yang melakukan penelitian sendiri pada lahan mereka sendiri untuk meneruskan. Criteria petani untuk melakukan evaluasi sangat berbeda dengan peneliti, seperti petani sering menghitung hasil dalam Kg permusim sedangkan peneliti dalam Kg/th/ha.
Penelitian dikebun untuk Agroforestry.
            Pengetahuan masyarakat tentang teknologi agroforestry yang beraneka ragam boleh dikatakan sangat minim dan pengelolaan petani yang banyak dalam mengembangkan pada berbagai kondisi, keadaan tersebut menuntut pendekatan langsung dikebun merupakan aspek pokok dalam penelitian agroforestry dari pada petani tradisional yaitu:
1.         Kurangnya dimengertinya dari srategi agroforestry oleh petani kurangnya informasi tentang pengertian bagaimana , mengapa dan where petani menanam pohon
2.         Kurangnya informasi empiric tentang sisitem agroforestry. Pengetahuan kita tentang biologi dan prilaku dari kebanyakan pohon dan semak yang digunakan atau potensial untuk digunakan didalam agroforestry adalah sangat tidak cukup
3.         Komplek dan viriabilitas system, Kompleksitas system, kompleksitas system agroforestry memberikan kesempatanuntuk melakukan penelitian.
4.         Kurangnya teknologi agroforestry yang secara local valid, jumlah dan varietas dari teknologi agroforestry sangat banyak yang mana evaluasi dan optimalisasi dari semua system tersebut masi belum banyak.